Sebagai orang asal Jateng yang sering
mendengar “owe” dipakai dengan kadar sopan santun tinggi, saya
mendukung pendapat Bro Yan, hanya saja “owe” memang jarang dipakai
lagi di kalangan muda. Non-pri yang ikut-ikut ber”owe-owean” tidak
perlu diprasangkai bahwa dia mengejek kita, apalagi di tayangan lelucon teve,
yang bila sering bernada mengejek, pelawaknya bisa-bisa “mati pasar”
dalam waktu tidak berapa lama. J Andy From: Yan Widjaja
[mailto:[EMAIL PROTECTED] Pendapatku beda, Owe adalah sebutan merendah dan sangat sopan untuk diri sendiri oleh
lelaki Tionghoa bila berbicara dengan sesama orang Tionghoa yang lebih tua
(misal orang tua, engkong-emak, empek-encim, engkoh-enci, calon mertua) atau
untuk orang yang sangat dihormati (misal bos, direktur, atau
pimpinan), bukan untuk orang yang sederajat (misal kawan seusia, sepantaran). Sampai hari ini, sebutan owe masih lazim didengar, khususnya di
kalangan Tionghoa Jawa Tengah. Asal-usulnya diduga berasal dari kata "Wo" yang memang
berarti Aku, diperkirakan sejak tahun 1900-an sudah digunakan oleh kalangan
Tionghoa, terlihat dari buku-buku bacaan, novel, majalah dan koran
terbitan era tersebut. Tapi khusus mengenai tayangan di teve, memang itu untuk guyonan/dagelan
belaka, menjadi trademark pelawak asal Tentu saja di zaman sekarang mana ada lelaki Tionghoa yang masih
pakai tauchang (rambut dikuncir) seperti ciri khas si Babah Ho Liang? Itu Begitu, Yan W. saya rasa anda benar. biasanya memang kalau non tionghoa mengatakan .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Kunjungi website global : http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Untuk bergabung : http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Jaringan pertemanan Friendster : [EMAIL PROTECTED] :.
SPONSORED LINKS
YAHOO! GROUPS LINKS
|
- RE: [budaya_tionghua] "owe" itu sopan sekali! als