Nimbrung sedikit, Dalam bahasa Tionghoa, Mandarin atau dialek, banyak konsonan letusan p, t, k, c dalam Hanyu Pinyin, konsonan tersebut di Indonesia biasa ditulis ph, th, kh dan ch (dulu tjh). Orang Indonesia yang tak terbiasa tak mampu membunyikan suarat letusan, akibatnya di kebanyakan daerah, ph, th, kh dan ch dibaca seperti p, t, k dan c saja, tapi di Jawa Tengah dan Jatim berubah menjadi b,d,g dan j, misalnya qing Hanyu Pinyin dibaja jing Indonesia, pan Hanyu Pinyin dibaca ban Indonesia dsb. Kesalahan pelafalan ini adalah pengaruh bahasa daerah Jawa. Sampai sekarang orang Tionghoa Jawa yang sudah pulang berpuluh tahun ke Tiongkok, kalau berbicara langsung ketahuan. Kesalahan lain yang mirip adalah yu mandarin yang di Indonesia dibaca menyadi yi, karena tak mampu membaca yi dengan mulut dimoncongkan, maka xiayu hujan menjadi xiayi. Sekian Salam
----- Original Message ---- From: King Hian <[EMAIL PROTECTED]> To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Sent: Saturday, November 11, 2006 8:28:01 PM Subject: Re: OKT Lagi (Re: [budaya_tionghua] Re: totok-peranakan dan "Cina Benteng") encoding UTF8 ABS: Kalau soal ini, sebetulnya lebih merupakan akibat perbedaan pelafalan bahasa Tionghoa antara orang Cina Tangerang / Jawa Barat / Sunda dengan orang Cina Semarang / Jawa Tengah / Jawa, daripada soal benar atau salah. KH: Memang untuk penulisan bhs Hokkian, ada sedikit perbedaan dalam penulisan di Jabar/Jakarta dengan di Jateng/Jatim. Misalnya: Jabar/Jakarta Jateng/Jatim Contoh 'e' 'i' keng - king, tek - tik 'ch' 'j' cheng - jing lama: tjheng - djing 'ui' 'wie' kui - kwie lama: koei - kwie 'oa' 'wa' hoa - hwa, goat - gwat 'im' 'iem' lim - liem, kim - kiem Menurut saya, penulisan Morong menjadi Buyung dan Bouwyong bukan karena variasi penulisan Jabar-Jateng. Di Jabar dan Jateng/Jatim, bunyi Yong selalu ditulis Yong, tidak pernah ditulis Yung. Demikian pula bunyi Bouw, tidak pernah ditulis Bu. Memang ada variasi yang menulis Bouw menjadi Bo, tetapi tidak pernah menjadi Bu. ------------ --------- --------- --------- ------ ABS: Contoh lain daripada akibat perbedaan pelafalan ini, adalah penulisan nama tokoh utama di cerita "Sin Tiauw Hiap Lu", æ¥é yang pinyin-nya: "Yáng Guò". OKT menuliskannya "Yo Ko", yang merupakan pelafalan Hokkian a'la Jawa Barat, sedangkan Gan KL menuliskannya "Nyo Ko", yang merupakan pelafalan Hokkian a'la orang Jawa (Jawa Tengah dan Timur). Memang orang Jawa ketika berbicara cenderung menambahkan bunyi huruf "n" dan "m" pada kata-kata yang sejatinya tidak mengandung bunyi tersebut. Misalnya menyebut "mBandung" dan "mBogor" untuk nama tempat yang sejatinya "Bandung" dan Bogor" itu. Bahkan ketika membacakan Hamdallah untuk bersyukur: "...Alhamdulillahi rabb 'al alamin ...", orang Jawa pun melafalkannya menjadi "ngalhamdulilahi rabil ngalamin"!! Jadi, kalau doa Islam bahasa Arab pun ditambahi bunyi huruf "n" begitu, apalagi nama cina "Yo", kalau dia pun ditambahi bunyi huruf "n" menjadi "Nyo", ya itu halyang lumrah saja, bukan soal benar atau salah... KH: Orang yang berbahasa Jawa memang cenderung menambahkan bunyi sengau di awal kata2 yang sebenarnya tidak ada, seperti mBogor dan mBandung. Tetapi perbedaan penulisan Yo Ko (OKT) dan Nyo Ko (GKL) bukanlah karena penambahan sengau pada bhs Jawa (seperti pada mBogor dan mBandung). Karena seharusnya marga 'æ¥' diucapkan Yno (Yo dengan bunyi sengau). Pada ejaan lama, biasanya digunakan 'h' untuk menunjukkan sengau, sehingga kita terbiasa membaca istilah2: she (å§) marga, seharusnya 'sne', shio (ç¸) Chinese zodiac, seharusnya 'snio'. Sebenarnya penulisan sengau dengan 'h' ini sering membingungkan karena 'h' juga digunakan untuk bunyi letupan, misalnya: 'thio' apakah akan dibaca 'tnio' (sengau) atau 'thio' (letupan)? Demikian pula kalau kata diawali dengan: konsonan h, atau dengan vokal (termasuk w dan y), misalnya: bagaimana menuliskan hio dengan segau (é¦) ? Apakah akan dituliskan 'hhio'? Bagaimana orang menuliskan io/yo dengan sengau? Akhirnya sebagian orang menulis Yo (di Jabar) dan sebagian menulis Nyo/Nyoo (umumnya di Jateng Jatim). Di milis ini beberapa kali diusulkan untuk menuliskan sengau dengan 'n', sehingga 'æ¥é ' ditulis Yno Ko. ------------ --------- --------- --------- ------ ABS: Perbedaan pelafalan antara cina Jawa Barat dengan cina Jawa Tengah / Timur lainnya, yang mengemuka, antara lain adalah bunyi huruf "c" dan "e" di Jabar, yang kalau di JaTeng/Tim dilafalkan "j" dan "i". Misalnya nama ahala terakhir di Tiongkok: æ¸ yang pinyin-nya "Qing", orang Tangerang akan melafalkannya: "ceng" (dengan "c" dan "e"), sedangkan orang Semarang akan melafalkannya "jing" (dengan "j" dan "i:"). KH: Bunyi 'c' tetap ditulis 'c' di Jateng/Jatim. Yang ditulis menjadi 'j' adalah bunyi 'ch', sehingga dinasti Qing (æ¸ ) di Jateng/Jatim akan ditulis 'Jing', di Jabar ditulis 'Cheng'. Dalam perkembangannya, sebagian orang2 Jabar yang kehilangan 'h' (letupan) nya, sehingga 'ch' ditulis 'c', misalnya: capchai (æ è , nama masakan) di Jateng/Jatim ditulis 'capjay' di Jabar ditulis 'capcay'. Penulisan 'j' ini akan membingungkan karena dalam bhs Hokkian (dialek Ciangciu) memang ada bunyi 'j'. Misalnya: 'jin' apakah harus dibaca 'jin' (contoh 人) atau 'chin' (contoh 亲)? salam, KH Akhmad Bukhari Saleh <[EMAIL PROTECTED] net.id> wrote: ----- Original Message ----- From: liang u To: budaya_tionghua@ yahoogroups. com Sent: Saturday, November 11, 2006 9:52 AM Subject: Re: [budaya_tionghua] Re: totok-peranakan dan "Cina Benteng" > Misalnya nama orang, ia teguh berpegang kepada kebiasaan yang > sudah dirintis oleh penulis cerita silat sebelumnya. > Kalau menemukan dua sne/marga yang bunyi dalam dialek > Hokkiannya sama dan bisa meragukan yang membaca > maka sne yang agak jarang ditemukan diubah ejaannya. > Misalnya sne Song dari dinasti Song ia tulis Song, > tapi sne Song dari Sang pohon murbei ditulis Shong. Memang OKT 'did his homework!' Kalau kita datang ke rumah alm. di Tangerang (yang sekarang hanya dapat dikunjungi oleh mereka yang dikenal anak-anaknya, tentunya), dapat dilihat bagaimana rapihnya Oey loosiandjin ini melakukan pencatatan tentang berbagai referensi di luar dunia cersil tetapi yang kira-kira akan dapat mempengaruhi kerja penerjemahannya. Misalnya, dapat kita lihat di "Sia Tiauw Eng Hiong" bahwa dia menerjemahkan nama Jengiz Khan ketika muda, sebagai "Temujin", padahal huruf Cina yang dipakai Jin Yong (Chin Yung) untuk menuliskan nama itu, é µæ¨ç, kalau ditranslitrasikan ke huruf Latin menurut aturan Wade-Giles yang berlaku di jaman OKT ataupun menurut aturan Pinyin yang berlaku sekarang, tidak akan menjadi "temujin" (kalau menurut Pinyin akan menjadi "tiÄmùzhÄn"). Tetapi OKT memilih menggunakan spelling nama yang sudah terkenal di dunia huruf latin untuk tokoh yang memang sudah terkenal di dunia, yaitu "temujin" tersebut, berdasarkan referensi luas yang dimilikinya. Tetapi sang tjouwsoe ini sesekali tergelincir juga! Misalnya, beberapa tokoh dalam cersil merupakan pendekar dari negeri India, orang Sikh, yang lazim memakai nama belakang: "Singh". Antara lain seorang pendekar asal India yang bernama Nemo Singh, di "Sin Tiauw Hiap Lu". Untuk menuliskan kata "singh" ini, huruf cina yang dipakai Jin Yong (Chin Yung) adalah è, yang kalau ditranslitrasikan ke huruf latin menurut aturan Wade-Giles menjadi "hsing", sedangkan dalam Pinyin menjadi "xing", yang dalam bah. Indonesia berarti "bintang". Tetapi dalam kekurang-mampuan bahasa Tionghoanya, maka untuk "bintang" itu, OKT bukannya memakai padanan kata bahasa Hokkian tulisan, yaitu "seng", melainkan dipakainya padanan kata bah. Hokkian omongan (Hokkian verbal, Hokkian colloquial), yaitu "tjhee". Maka jadilah nama tokoh cerita Nemo Singh itu dituliskannya sebagai "nemo tjhee"... Memang konyol, tetapi kesalahan begitu toh terjadi juga. Yah, namanya juga manusia... - - - - - - - - - - - - - - - - - > Sne rangkap Murong dalam cerita Pendekar Negeri Taili yang > diterjemahkan Gan KL, menerjemahkannya menjadi Buyung, > sedang dalam buku OKT Bouwyong. > Ternyata yang benar adalah Bouwyong Kalau soal ini, sebetulnya lebih merupakan akibat perbedaan pelafalan bahasa Tionghoa antara orang Cina Tangerang / Jawa Barat / Sunda dengan orang Cina Semarang / Jawa Tengah / Jawa, daripada soal benar atau salah. Contoh lain daripada akibat perbedaan pelafalan ini, adalah penulisan nama tokoh utama di cerita "Sin Tiauw Hiap Lu", æ¥é yang pinyin-nya: "Yáng Guò". OKT menuliskannya "Yo Ko", yang merupakan pelafalan Hokkian a'la Jawa Barat, sedangkan Gan KL menuliskannya "Nyo Ko", yang merupakan pelafalan Hokkian a'la orang Jawa (Jawa Tengah dan Timur). Memang orang Jawa ketika berbicara cenderung menambahkan bunyi huruf "n" dan "m" pada kata-kata yang sejatinya tidak mengandung bunyi tersebut. Misalnya menyebut "mBandung" dan "mBogor" untuk nama tempat yang sejatinya "Bandung" dan Bogor" itu. Bahkan ketika membacakan Hamdallah untuk bersyukur: "...Alhamdulillahi rabb 'al alamin ...", orang Jawa pun melafalkannya menjadi "ngalhamdulilahi rabil ngalamin"!! Jadi, kalau doa Islam bahasa Arab pun ditambahi bunyi huruf "n" begitu, apalagi nama cina "Yo", kalau dia pun ditambahi bunyi huruf "n" menjadi "Nyo", ya itu halyang lumrah saja, bukan soal benar atau salah... Perbedaan pelafalan antara cina Jawa Barat dengan cina Jawa Tengah / Timur lainnya, yang mengemuka, antara lain adalah bunyi huruf "c" dan "e" di Jabar, yang kalau di JaTeng/Tim dilafalkan "j" dan "i". Misalnya nama ahala terakhir di Tiongkok: æ¸ yang pinyin-nya "Qing", orang Tangerang akan melafalkannya: "ceng" (dengan "c" dan "e"), sedangkan orang Semarang akan melafalkannya "jing" (dengan "j" dan "i:"). - - - - - - - - - - - - - - - - - > Peran utama dalam cerita Pendekar dari Negeri Tayli adalah Toan > Kie menurut Gan KL, yang benar adalah Toan Ie. > Kesalahan demikian tak pernah ada dalam tulisan OKT. Ini kesalahan yang memang diakui juga oleh Gan KL sendiri. Walaupun Gan KL sebagai seorang imigran dari Tiongkok (jadi 'totok' atau 'tenglang' ya, ha ha ha...) lebih tinggi kemampuan bahasa Tionghoa-nya daripada OKT yang orang Tangerang (jadi 'peranakan' atau 'huana' ya, ha ha ha...), tetapi kesalahan begitu toh terjadi juga. Yah, namanya juga manusia... Yang bingung sekarang adalah putra Gan KL, yaitu Binarto Gani. Dia bermaksud akan menerbitkan ulang "Thian Liong Pat Poh" ini dalam waktu dekat. Beberapa updates akan dia lakukan. Antara lain, ejaan Suwandi yang dipakai ayahnya, akan dirubah menjadi ejaan EYD. Nah, apakah æ®µè½ (pinyin: "Duan Yu") yang ayahnya tulis sebagai "Toan Kie" harus dia rubah menjadi "Toan Ie", ataukah tetap 'setia' saja pada keorisinilan karya ayahnya, walaupun mengandung kesalahan? Wasalam. . ------------ --------- --------- --- Everyone is raving about the all-new Yahoo! Mail beta. [Non-text portions of this message have been removed] ____________________________________________________________________________________ Cheap talk? Check out Yahoo! Messenger's low PC-to-Phone call rates. http://voice.yahoo.com [Non-text portions of this message have been removed] .: Forum Diskusi Budaya Tionghua dan Sejarah Tiongkok :. .: Website global http://www.budaya-tionghoa.org :. .: Pertanyaan? Ajukan di http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua :. .: Arsip di Blog Forum Budaya Tionghua http://iccsg.wordpress.com :. Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:[EMAIL PROTECTED] mailto:[EMAIL PROTECTED] <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/