Saya setuju dgn sdr Subagyo - ini adalah persoalan intern dan tidak ada hubungannya dgn jihad atau kemerdekaan atau lain persoalan seperti yg dibicarakan oleh press international dari EU. Press EU terus terang menurut pendapat saya agak dunggu didalam persoalan ini dan selalu melihat persoalan anti pemerintah Kommunis atau persoalan revolusi kemerdekaan atau anti agama muslim dari pemerintah PRC dan lain² alasan yg diciptakan didalam pikiran orang barat EU. Buktinya disini kita lihat dari statistik para korban keributan diUrumqi sendiri - lebih dari dua pertiga adalah mereka dari suku Han dan sisanya dari suku Uyghur dan hanya satu dari suku Hui. Keributan adalah balas sakit hati oleh karena keributan di daerah Quangdong dimana bbp suku Uyghur terbunuh oleh mob suku Han. Didalam persoalan ini yg saya terima dan lihat diChinese TV diUSA dimana reporternya dpt mengunjungi tempat keributan tsb. sewaktu protest masih diketemukan dibanyak tempat - Memang yg kena adalah perusahan suku Han yg dibakar dan yg dirampok. Memang juga bbp perusahan suku Uyghur juga kena terbakar dan dirampok tetapi majority adalah dari kaum transmigrant. Kaum pedagang sendiri mengharapkan keadaan akan meredah dgn cepat dan ekonomie akan berkembang kembali. Saya akan mencoba memberikan penerangan sociology dari daerah ini agar kalian dpt mengambil keputusan yg logic. Menurut sejarah Uyghur Khaganate sewaktu jaman Tang. adalah suatu empire yg terbesar didaerah ini jauh lebih besar dari Tang empire dan dari Tibet empire yg waktu itu kurang lebih sama besarnya seperti Tang empire. Uyghur empire berkuasa dari Lautan Aral dibarat sampai ke Dongpei ditimur, dan termasuk seluruh daerah Mongolia. Didaerah Machuria [DongPei] waktu itu adalah jaman kerajaan dari Korea Khitane, Jurchen, Balbae dan Silla. Daerah Khitane achirnya takluk terhadap Tang dan sebagian dari Uyghur empire juga dijajah oleh Tang. Tibet empire berkuasa didaerah Tibet, Szechuan sampai Myanmar. Di Kepulauan Indonesia waktu itu yg berkuasa adalah Sriwijaya empire dimana Malaysia, Sumatera dan Kaliantan adalah daerah mereka. DiJawa adlah kerajaan Sailendra Didalam jaman Yuan ini kerajaan dimusnahkan oleh Gengis Khan [balas sakit hati oleh karena suku Mongol diperbudak oleh suku Uyghur] dan sejak itu tidak ada lagi empire Uyghur - penduduknya dibasmi habis. Daerah ini sampai jaman Qing tetap dikuasai oleh suku Mongol yg dikenal sebagai Dzungaria region daerah pasukan army kiri dari Yuan empire. Juga Urumqi yg dibangun oleh Tang sebagai outpost dari silkroad dikuasai oleh suku Mongol ini dan boleh dikata suku Uyrghur di basmi hilang atau dibaur kedalam suku Mongol. Baru jaman emperor QianLong daerah ini direbut kembali dari suku Mongol dan oleh pasukan Qing ini suku Djungar juga dibasmi habis dan suku ini menghilang dari bumi. Jaman kini jumlah suku Uyghur hanya 8-9 juta dan merupakan minoritas no 5 di PRC. Oleh karena majority dari suku ini adalah nomad Mereka sebagai minority menerima special privilege dari pemerintah dan slowly but surely mereka kembali berkembang. Oleh karena suku ini jaman Mongol diperbudak dan harus hidup sebagai nomad - sifat mereka tidak teratur dan hukum alam [the strongest survive]berkuasa. Sewaktu pemerintah republic China datang sampai jaman PRC mereka tertinggal didalam development. Kota Urumchi yg sekarang majoritynya adalah suku Han memang ibukota XinJiang tetapi suku Uyghurnya minimal. Maklum dulu dikuasai oleh suku Mongol yg katanya sebanyak lebih dari 1 juta digenocide oleh pasukan Qing sampai zero. Inilah realitas dari suku Uyghur dan dari bbp kenalan dari suku ini yg sekarang hidup di US saya dpt mengerti - bahwa goal pikiran mereka ialah mendapat level perkembangan yg sama dgn suku² PRC lainnya dan membikin daerah mereka jadi makmur. Sayangnya mereka yg mendapat pendidikan pd umumnya keluar dari Xinjiang either ke PRC bagian Timur atau keluar negeri dan tidak ingin kembali kedaerah leluhur mereka. Jadi lamunan diluar negeri bahwa mereka tidak bebas beragama atau ingin merdeka adalah lamunan bikinan. Penduduk Uyghur memang sunni tetapi aliran sufisme dari Iran utara dan agama tidak penting utk mereka - survival lebih di-utamakan. DiPRC mereka bebas menganut agama mereka sama dgn suku Hui atau suku minoritas lainnya dari Xinjiang - Uzbek, Kasak Tajik dsb. Mesjid mereka mendapat financing dari pemerintah utk dibangun kembali dan mereka seperti suku Hui bebas. Dgn info ini silahkan kalian analisa keadaan Xinjiang dgn open mind dan bukan dgn pertimbanagan yg berat sebelah. Andreas =========================
--- On Mon, 7/13/09, Tantono Subagyo <tant...@gmail.com> wrote: From: Tantono Subagyo <tant...@gmail.com> Subject: [budaya_tionghua] Masalah Xin Jiang To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Monday, July 13, 2009, 2:58 AM Menyikapi masalah Xin Jiang. Kalau Lookay mau menanggapi masalah Xin Jiang, Lookay berpendapat itu lebih merupakan masalah ras. Masalahnya mungkin mirip dengan masalah Sampit yang waktu “meledak”, Lookay kebetulan ada nongkrong di sana. Waktu itu segerombolan pemuda Madura dan Daya bersama-sama nonton dangdut, terjadi perkelahian yang memakan korban, seorang pemuda Madura tewas. Nah kelompok Madura mengamuk dan Sampit dikuasai selama beberapa hari, ada tulisan di tembok-tembok : Sampit kita ubah menjadi Sampang etc, etc. Karena itu terjadilah solidaritas antar suku Daya, dengan di edarkan-nya “Mangkok Merah” yang merupakan tanda SOS kaum Daya. (Mangkok merah adalah mangkok yang berlumuran darah ayam, sesajen upacara memanggil roh dan memanggil rekan sesuku kalau ada perang). Dan akibatnya kita tahu semua kelompok Madura hampir terbasmi, friksi antara orang lokal dan pendatang dapat terjadi dimana saja dan itu adalah kewajiban negara untuk menanggulanginya. Jadi kalau dalam melaksanakan- nya ada hak-hak yang sementara terkekang wajar juga, hanya mungkin bagi pemerintah RRC daripada melarang mungkin lebih baik mereka mengawasi sholat Jumat tersebut. Ini adalah urusan dalam negeri, nggak ada hubungan dengan perang salib. Itulah pendapat Lookay. Sojah en banyak tabik. Tan Lookay