Zhang Yimou Selayang Pandang ======================= Siapa yang tidak mengenal sutradara film-film box-office: Hero (2002), "House of Flying Daggers" (2004), dan "Curse of the Golden Flower" (2006)? Ia pula yang berada di balik kemegahan dan kemeriahan upacara pembukaan Olimpik beberapa waktu yang lalu.
Zhang pula yang mengatur pesta mewah Ultah Komunis Tiongkok yang ke-60 sekarang ini. Ia kini menjadi sutradara pilihan pemerintah dan dekat dengan kekuasaan. Namun dulunya ia pernah dimusuhi oleh pemerintah komunis loh. Zhang, 57, dibesarkan di provinsi utara Shaanxi di bawah bayang-bayang politik buruk keluarganya pada masa lalu. Ayahnya adalah tentara pasukan Nasionalis yang dikalahkan oleh pasukan Komunis pada tahun 1949 setelah perang sipil berkepanjangan yang akhirnya melahirkan RRT, dan dua pamannya juga termasuk kaum Nasionalis yang dipecundangi ini. Ketika Zhang baru berumur 17, Zhang dikirim untuk bekerja di suatu pedesaan di daerah Shaanxi sebagai hukuman atas latar belakangnya (semasa Revolusi Kebudayaan.) Lalu pada tahun 1978 setelah tugas kerja keras di pabrik katun di Shaanxi tempat ia juga mempelajari seni fotografi, ia memasuki Akademi Film Beijing. "Keseluruhan masa kecil dan remajanya merupakan latihan bagi Zhang untuk bertahan hidup di tengah kekuasaan yang memberinya cap buruk," kata Chris Berry, salah satu kenalan Zhanga yang merupakan professor film di London's Goldsmiths College. "Kemarahan dan rasa ingin diakui tercermin dalam film-film yang disutradarai Zhang. Beberapa film terdahulunya tidak beredar di Tiongkok pada awalnya." Dan ia dibentur kesulitan besar pada tahun 1994 dengan filmnya yang berjudul "To Live," suatu kisah pengadilan dan kesengsaraan satu keluarga dari tahun 40-an sampai era Revolusi Kebudayaan, yang dengan tajam mengecam para penguasa Komunis negaranya. Film yang memenangkan Grand Jury Prize di Festival Film Cannes ini dilarang beredar di Tiongkok dan Zhang dilarang menyutradarai film selama dua tahun. Hukuman keras dan serangan kasar dari beberapa kritikus Tionghoa yang menuduhnya sebagai kaki tangan orang asing merupakan titik balik bagi Zhang. Pada 1999, ia dengan marah menarik kembali film "Not One Less" dari festival Cannes karena tuduhan berpolitik lunak. "Sejak saat itu Zhang merasa sakit hati dengan Barat dan tidak berminat menggarap film produksi seni," kata Berry. Jadi pada tahun 2002, Zhang mengedarkan "Hero" film epik seni bela diri megah yang mendatangkan penghasilan kotor terbesar dalam sejarah perfilman China. Lalu ia menelurkan karya mengesankan House of Flying Daggers" and "Curse of the Golden Flower" in 2004 and 2006. Michael Berry, ahli film-film China di Universitas California, Santa Barbara, mengatakan bahwa perpindahan Zhang menggarap film-film populer ini sebagian disebabkan karena keinginan agar filmnya bisa bersaing secara komersial dengan film-film Hollywood. "Film-filmnya boleh dikatakan sebagai penyelamat nasional yang membawa kembali para penonton Tionghoa ke bioskop-bioskop untuk menikmati film berbahasa Mandarin. Tetapi Jia mengecam bahwa Zhang telah kehilangan ketajamannya. "Dalam film-filmnya ini, orang seakan-akan dibujuk untuk mengendurkan pertahanannya terhadap kekuasaan pemerintah dan keberadaan totalitarianisme dirasionalisasi pula," katanya. "Pembelaan terhadap totalitarianisme ini kekurangan semangat moderen dan merupakan gagasan terkebelakang." Namun bagi pemerintah RRT, Zhang kini memperoleh pujian tinggi. "Zhang Yimou merupakan penyumbang utama terhadap perkembangan kebudayaan Tionghoa," kata Menteri Kebudayaan Cai Wu dalam suatu acara temu pers. Beberapa pengritik menyebut haluan baru Zhang ini sebagai suatu penghianatan, tetapi bagi ahli film China Luisa Prudentino, proyek-proyek baru Zhang ini mencerminkan karya terbaik yang bisa dihasilkannya film dan pertunjukan spektakuler. "Bukanlah keinginan Zhang untuk menjilat pemerintah. Selama ia dibiarkan secara bebas mengungkapkan bakatnya, ia merasa berbahagia," katanya. (disarikan dari sumber-sumber AFP) als