Cara pertama terlalu overacting dan malah kita akan menjadi bahan olok-olok. 
Cara kedua hampir mustahil mustahil kebenarannya. Paling baik ya kita biasakan 
diri kita sendiri memakai istilah Tionghoa alih-alih Cina. Kita hanya bisa 
berbuat yg dpt kita kendalikan sendiri. Masak mulut sama pikiran orang mau kita 
paksa berubah dgn UU? Haahahaaa...
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

-----Original Message-----
From: Nasir Tan <hitaci2...@yahoo.com>
Date: Mon, 12 Oct 2009 04:37:59 
To: <budaya_tionghua@yahoogroups.com>
Subject: [budaya_tionghua] Suatu ketika kata "Cina" akan bermakna positif ( I 
am sure )...:)

Nah sekarang apa yang harus kita lakukan agar masayarakat Indonesia non-Chinese 
menyebut/menyapa kita dengan sapaan yang kita inginkan?
Menurut saya ada 2 hal minimal yang harus kita lakukan :
1. Kita memberi usulan ke pemerintah lewat legislatif tentang usulan penyebutan 
yang kita kehendaki. Katakan, kita mengusulkaan melalui sidang kabinet terbatas 
agar masyarakat harus menyapa kita-kita yang  keturunan dan masih totok Chinese 
dengan sebutan Tionghoa, bukan "Cina". Dan untuk itu harus adakan juga semacam 
Seminar mengenai budaya Tionghoa yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan 
sehari-hari oleh masyarakat pribumi. Saya pernah mengusulkan pada seseorang 
sesepuh Tionghoa agar budaya Tionghoa sudah saatnya harus dikedapankan dalam 
kehidupan, misalnya mengajarkan budaya Tionghoa sejak dini di sekolah-sekolah. 
Ini penting sebab dapat menanamkan pemahaman yang benar mengenai budaya kita. 
Ibarat pedang, kalau pedang tidak pernah keluar dari sarungnya bagaimana orang 
percaya kalau pedang itu punya kelebihan..?? Kita buka saja dan kita diskusikan 
dan saya yakin pasti ada solusinya.
 
2. Membiarkan mereka menyebut kita-kita ini Cina, tetapi lambat laun makna 
Chinese akan berubah menjadi positif manakala kontribusi kita kepada bangsa 
dapat ditonjolkan, dalam artian selama kita tida merugi ( material maupun non 
material ). Saya ada lihat sedikit di negara Asean lainnya, seperti Philipina 
yang keterunan Chinese disana tidak merasa lebih tinggi derajatnya dibanding 
etnis lokalnya, sehingga kesetaraan menjadi bagus. Demikian juga di Thailand 
dan negara-negara Indo Cina lainnya.
Keturunan Chinese disana tidak membanggakan diri atau merasa lebih terhormat 
dibanding pribumi disana. Lha kalu kita di Indonesia ( ..??? ) Seringkali pula 
kita-kita yang keturunan menyenangi apa yang tidak disenangi oleh pribumi. Ini 
salah satu sumber kebencian juga, apalagi kalau kita pelit ( baik  materi 
maupun non materi ) mereka lebih-lebih benci lagi. 
Saya punya pengalaman waktu remaja. Ketika itu ada teman yang mau minjam 
catatan, tetapi saya tidak mau memberikan karena dia sering bolos. Akibatnya 
saya dicaci maki, tetapi akhirnya saya tunjukkan bahwa saya lakukan hal itu 
bukan karena pelit, tetapi karena dia sering tidak masuk sekolah. Selain itu 
saya juga tidak tau rumahnya kalo ada apa-apa mau cari kemana? Akhirnya masalah 
selesai pada saat itu. Hingga sekarang kami akrab dan kalo ketemu dia baik 
bangat. 
Demikian menurut saya, ato ada yang ingin menambahkan?
 
 
salam 
NT
email : nasir_...@hotmail.com

--- On Sun, 10/11/09, dedistd <dedi...@yahoo.com> wrote:


From: dedistd <dedi...@yahoo.com>
Subject: [budaya_tionghua] Re: Suatu ketika kata "Cina" akan bermakna positif ( 
I am sure )
To: budaya_tionghua@yahoogroups.com
Date: Sunday, October 11, 2009, 9:58 PM


  



Sdr Nasir,

hal serupa pernah disampaikan oleh Arief Budiman. Dia mengatakan bahwa kalau 
kata "Cina" terus menerus dipakai dengan makna positif, lama kelamaan unsur 
penghinaannya akan hilang dan kata cina akan menjadi netral atau positif.
Saya setuju dengan itu.

Namun sekali lagi mari kita belajar dari sejarah pengubahan kata "cina" menjadi 
"Tionghoa" seperti yang saya paparkan dalam tulisan saya ("Mengapa Kata "Cina" 
Tidak Pantas Digunakan?") . Jelas bahwa penggantian kata tersebut memiliki 
makna sangat yang penting bagi kita Tionghoa Indonesia, karena itu salah satu 
bukti bahwa generasi di atas kita ikut berjuang untuk Indonesia.

Jadi msalah kata "Cina" vs "Tionghoa" sebenarnya bukanlah di penghinaan, 
konotasi dsb tapi di dasar sejarahnya.

Btw, bicara soal Arief Budiman, dia ini dulunya salah satu orang LPKB yang 
mendukung asimilasi. Namun setelah sekolah di Amerika dan melihat bagaimana 
imigran di sana tetap mempertahankan identitasnya, barulah dia "bertobat".

--- In budaya_tionghua@ yahoogroups. com, Nasir Tan <hitaci2002@ ...> wrote:

> Mmmmmmmmmmmm. ......... ...dah banyak ngomong nich, tapi intinya adalah 
> masalah sebutan Cina/Chinese atau apapun namanya gak jadi masalah yang 
> penting kita bisa menyesuaikan diri di negara manapun kita berada. Dan yang 
> lebih penting adalah bukan karena soal penyebutan, tetapi yang terutama 
> adalah makna dari penyebutan itu sendiri . Kalau makna penyebutan (-), maka 
> apapun penyebutan  itu sendiri jadi tidak berguna akan sia-sia, sebaliknya 
> walo dipanggil "Cina" , tetapi kita menonjolkan sifat yang baik ( secama umum 
> ), maka maknanya  akan jadi baik, memang butuh waktu tetapi kata Cina akan 
> sangat positif artinya kalo kita mulai bangun dalam diri kita sendiri ( inner 
> building). Mohon maaf kalau ada kekuranagn dan yang mo share pendapat silakan 
> japri aja di email ini  : nasir_...@.. .
>  
> regards,
>  
>  
> Nasir Tan ( Tan Zi Wei)
>  

















      

Kirim email ke