Mpeq Liang U dan Liatwi, Panggilan Baba dan Nona di Jakarta memang ada, entah di bagian lain pulau ini. Owe ingat, pengalaman owe semasa kecil, waktu berkunjung ke rumah teman, ema (nenek)-nya teman itu, yang peranakan Jakarta asli, pernah âmenginterogasiâ owe dengan logat Jakarta aslinya yang medok: âSi BabÄ (dengan âÄâ pÄpÄt, maksudnya owe) anak siapÄ, tinggal di manÄ?â, dst, dst. Mungkin, maksudnya, siapa tahu dia kenal keluarga owe. Nah, mengenai panggilan Nona, ema owe pun pernah menyapa teman owe yang perempuan dengan panggilan Si Nona. Mungkin, kalau yang menyapa emanya teman owe yang Jakarta asli itu, panggilannya akan berubah lafal jadi Si NonÄ⦠Kesimpulan owe, merupakan hal lazim bagi orang Tionghoa (peranakan) maupun non-Tionghoa, untuk menyapa laki-laki (pemuda) dan perempuan (gadis) Tionghoa peranakan dengan panggilan Baba (BabÄ) dan Nona (NonÄ).
Panggilan Nona ternyata tidak terbatas terhadap mereka yang masih belum menikah (gadis) saja. Ema oweâyang tentu sudah ema-ema waktu peristiwa ini terjadiâsering ditawari belanja oleh tukang sayur langganannya yang orang Betawi dengan: âNona, belanja???!!!â Memang, pada masa lampau tidak lazim seorang non-Tionghoa memanggil orang Tionghoa (Peranakan dan Totok) dengan panggilan Ngko/Nci, tapi BABA/NONA. Padahal Ngko/Nso (bukan Nci, bila yang bersangkutan sudah mempunyai suami) hanya dipakai oleh seorang Tionghoa terhadap orang Tionghoa lain yang kira-kira SEBAYA umurnya dengan kita, bukan yang seumuran orangtua kita!!! Makanya, owe pernah mengritik habis novel Ca Bau Kan-nya Remy Sylado yang âtidak sesuai dengan kenyataan sejarahâ⦠Apalagi settingnya pada masa lalu, sehingga dianggap novel sejarah, tapi ternyata si pengarang tidak tahu adanya aturan seperti itu⦠Parahnya, semua dipanggil Ngko⦠Kiongchiu, DK --- In budaya_tionghua@yahoogroups.com, liang u <lian...@...> wrote: Terima kasih banyak atas masukannya, selama ini semua rekan mengatakan owe hanya dipakai di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Timur ada tapi tidak semua. Saya tak pernah ke Padang, jadi tak tahu. Meskipun we tanpa o tapi saya yakin itu maksudnya dan asalnya sama, cuma variasi daerah saja. Panggilan untuk yang lebih tua kalau begitu lebih mirip dalam Mandarin, laki-laki shushu yang berarti encek dan perempuan ayi yang berarti ie-ie. Hanya di Jawa tak ada panggilan baba, nona ada. Baba dipakai panggilan orang Indonesia non Tionghoa terhadap orang laki-laki Tionghoa. Dalam arti sehari-hari baba atau babah adalah peranakan Tionghoa laki-laki. Perbedaan ini tak aneh di Tiongkok sendiri banyak variasi, meskipun panggilan Mandarin makin populer karena menjadi bahasa persatuan. Di Singapore sendiri panggilan akong, engkong, atau akung mulai digantikan jadi yeye, dan panggilan anma, ama, ataupun emma, mulai diganti jadi nainai. Tapi untuk kakek nenek dari pihak perempuan belum menggunakan laoye dan laolao seperti dalam Mandarin di Tiongkok utara. Sekali lagi terima kasih atas masukan yang berharganya. Kiongchiu. Liang U