"Simaeru Learning Center" <[EMAIL PROTECTED]>@yahoogroups.com on 08/04/2005 05:44:33 PM
Simaeru eNewsletter Edisi 09/I/2005 *ARTIKEL PILIHAN SIMAERU MINGGU INI* SENYUM DAN KETEKUNAN BISNIS - Belajar dari Teladan Haji Rahimi Sutan, Pendiri dan Pemilik Natrabu - * Soelastri (diambil dan disalin dari harian KOMPAS, Kamis 17 April 1997, h. 24) MAU MENJADI PEGAWAI NATRABU? Berlatihlah tersenyum dan karate. Itulah cara pengusaha biro perjalanan dan restoran padang: Natrabu, Rahimi Sutan (70), untuk mendapat pegawai yang dia harapkan. Menurut Rahimi, senyum adalah modal utama melayani pelanggan. Katanya, "Calon pegawai yang tak bisa tersenyum harus berlatih tersenyum di depan cermin. Kalau tidak bisa, lebih baik dia keluar." LELAKI ASAL PAYAKUMBUH yang tetap segar dan ceria itu rajin memimpin anak buahnya lari sampai empat kilometer, kemudian berlatih karate di Monas. Jasmani-rohani sehat baginya adalah modal paling utama dalam bekerja. Kondisi sehat jasmani dan rohani tersebut harus dibentuk sehingga menghasilkan manusia yang mampu menunjukkan sikap terpuji. MENGAPA KARATE YANG DIPILIH? Rahimi pemegang Dan IV karate, mengemukakan alasan bahwa seorang karateka wajib tunduk kepada perintah atasan. Hal seperti itulah yang diharapkan dari pegawainya agar tunduk kepada pimpinan dan pelanggannya. Kiat Usaha KEPUASAN PELANGGAN DIA JAGA BETUL. Karena itu, meski sudah memimpin perusahaan bertaraf ionternasional, dia tak segan-segan membersihkan WC dalam perkampungan haji di Mina yang mampet. "Semua orang hanya bertanya 'bagaimana ini' tanpa mau berbuat apa pun. Ah, saya jadi tak sabar, saya masukkan lengan saya ke WC mampet itu. Kesulitan pun teratasi," certanya kepada Kompas yang menemuinya di cabang terbaru restoran Natrabu di Menteng Raya 62, Jakarta Pusat, April 1997. HAL ITU TERJADI ketika dia mengantar rombongan jemaah haji ONH Plus ke Mina. "Pengorbanan" untuk mau membersihkan kotoran orang lain demi pelanggan macam itu dilakukannya semata-mata untuk menjaga nama baik perusahaannya. "Jemaah haji yang kami bawa tidak akan mau tahu itu kesalahan siapa. Sejak awal urusan berhaji mereka kami yang urus, sehingga apa pun yang terjadi mereka anggap kamilah penanggung jawabnya," katanya. ADA LAGI PENGALAMAN pahit yang menimpanya. Mukanya pernah diludahi pembeli restorannya yang merasa kurang puas atas pelayanan yang diterima. Rahimi Sutan mengaku tidak tahu kesalahan apa yang dilakukan stafnya, sekalipun demikian dia mengaku tak sakit hati atau dendam kepada tamu yang masih dia ingat betul identitasnya. "Kami memang salah, karenanya harus meminta maaf," kata ayah lima anak ini, satu di antaranya sudah meninggal dunia. Kunci Sukses Sekalipun belum memiliki jaringan amat luas, perusahaannya tercatat sebagai perusahaan jasa dan restoran yang mampu bertahan hingga sekitar 40 tahun. Cita rasa yang selalu terjaga membuat masakannya menjadi langganan mewakili Indonesia di forum internasional. Masakan Padang restorannya secara teratur menjadi menu di Istana Merdeka, dan dalam pertemuan para pemimpin APEC di Bogor pada 1994 bersanding dengan masakan beberapa negara asing peserta konperensi di Istana Bogor. Makanan yang dia unggulkan adalah gulai daun singkong, yang dibuat berdasar resep buatan ibunya. Untuk menjaga mutu dia punya kebun khusus singkong seluas dua hektar di daerah Bekasi. SEPERTI JUGA PENGUSAHA kawakan lainnya, Rahimi Sutan bisa bertahan sedemikian lama oleh karena ketekunannya yang luar biasa. "Pernah Yasmin, istri saya, menangis karena saya tak kunjung mau diajak tidur sebelum semua pekerjaan selesai," tuturnya. KERJA KERAS, BERSIKAP POSITIF kepada semua orang sambil membina relasi seluasnya, serta belajar apa saja mulai dari soal sepele sampai ilmu manajemen, adalah kunci sukses Rahimi Sutan. Itu tampak dari kisah perjalanan hidupnya yang penuh pahit getir, yang dia uraikan tanpa ada rasa sesal atau pun kecewa. BANYAK HAL YANG DAPAT dia petik dari kenekadannya bekerja di kapal asing, menjadi imigran di Amerika, juga keadaan keuangan yang tak memungkinkan dapat memenuhi kebutuhan keluarga saat dia menjadi polisi di awal tahun 1950-an. Selain berbagai keterampilan seperti mengepel, mencuci piring, membersihkan WC, lelaki bertubuh mungil yang hanya berijazah setingkat SMP itu fasih berbicara bahasa Inggris. PADA USIA 20 TAHUN, Rahimi kecil nekad meninggalkan kampung halamannya untuk bekerja di Singapura menjadi pedagang kaki lima, menjual sisir hingga mangkuk Cina. Petualangannya berlanjut saat ia memutuskan bekerja di sebuah kapal asing sebagai tukang cuci tangki kapal. Ketika cuaca memasuki musim dingin, sering tubuhnya bagai membeku namun harus tetap menjalankan tugasnya, mencuci tangki. Kapal yang ditumpanginya mendarat di New York. Rahimi pun kabur dan menjadi imigran gelap di kota tersebut sampai akhirnya ditangkap kepolisian setempat dan mendekam di balik terali besi bersama beberapa orang Indonesia lainnya. KEADAAN MENYESAKKAN SEPERTI ITU justru membuat semangatnya terlecut. "Ada teman menangis terus selama di penjara sehingga saya sempat ikut hanyut, beruntung saya bisa atasi. Saya cubit lengan saya hingga terasa sakit dan terlecut semangat tak menyerah begitu saja," katanya. Maka, masa di penjara justru menjadi pengalaman bekerja yang penuh kenangan. Dia bisa bekerja sebagai tukang sapu atau cuci piring dengan upah beberapa dollar AS. Merintis Usaha PULANG KE TANAH AIR, berbekal kemampuan berbahasa Inggris, Rahimi melamar menjadi polisi dan diterima di bagian penelitian orang yang akan pergi ke luar negeri. Begitu anaknya lahir, barulah terasa gajinya sebagai seorang polisi tak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehingga dia memutuskan keluar dari dinas kepolisian. KONDISI MENGANGGUR tidak lama dialami Rahimi yang sampai sekarang masih aktif masuk kantor dan sesekali berkeliling ke beberapa cabangnya. Sekitar 1957, seorang rekan membantunya membuka usaha biro perjalanan dan pengurusan paspor National Travel Bureau, yang kemudian disebut Natrabu. Dengan modal dengkul dia jalankan usaha itu. Tuturnya, "Karena tak punya kendaraan, saya harus jalan kaki ke daerah Kota (Kantor Imigrasi) atau naik truk tentara untuk mengurus paspor." SEORANG TEMANNYA MENGANJURKAN dia berjualan makanan. Alasannya, kalau tak laku bisa dimakan sendiri. Maka setahun sesudah mendirikan biro perjalanan, bersama seorang rekan dia membuka restoran bernama "Bundo Kanduang" di kawasan Tanahabang. Restoran awal ini tak lagi dikelolanya, dan pada 1960 dia mendirikan "Natrabu Restoran". BUAH DARI KETEKUNAN DAN KERJA KERAS Rahimi kini tampak pada lima restoran Natrabu yang berciri khas Minang di beberapa gedung mewah di Kota Jakarta. Natrabu Tour bertebaran di seluruh daerah tujuan wisata di tanah air, di Jepang, London dan Amerika. MENGHADAPI MASA PENSIUN yang entah kapan akan dilakukannya, Rahimi aktif mendidik keempat anaknya yang semua lulusan sekolah luar negeri agar mampu mengembangkan seluruh unit usaha. "Biarpun anak saya, mereka juga harus mau bekerja keras seperti yang saya lakukan dulu," lanjutnya dengan logat khas Minang. Memprihatinkan Generasi Muda MENGENANG PERJALANAN HIDUP penuh liku, Rahimi mengaku amat prihatin melihat tingkah generasi muda masa kini. Menurut Rahimi, anak muda sekarang amat manja. Mereka tidak mau bekerja keras, ingin mendapat sesuatu secara gampang tapi menghasilkan sesuatu yang besar dalam tempo relatif cepat. "MEREKA JUGA TIDAK MAU menciptakan pekerjaan, tapi melamar kerja ke sana-sini. Sikap wirausaha anak kita sungguh rendah bahkan tiada lagi," kata usahawan yang juga bendahara Pengurus Pusat Muhammadiyah ini. "Saya tidak tahu bagaimana nasib mereka saat perdagangan bebas nanti berlaku. Kalau keadaan ini dibiarkan bisa hancur kita. Jangan-jangan kita malah jadi kere di negeri sendiri." KEINGINAN MEMBERI BEKAL TERBAIK buat anaknya membuat dia "tega" mengirim anaknya ke Swiss untuk belajar mencuci piring. "Biar dia nangis-nangis minta pulang saya tak izinkan sebab biar nanti jadi pimpinan, dia harus tahu dan bisa semua hal dari yang sepele sampai manajemen agar bisa memberi contoh kepada pegawai," tuturnya. (Tulisan ini disajikan - di tengah maraknya penjualan aset negara karena salah urus dan kurangnya kompetensi serta ketekunan dalam mengelola usaha - untuk mendukung semangat "Menuju Indonesia yang Lebih Baik" ? BRN). --- End of Forwarded Message --- ___________________________________________________ Kirim e-mail: bumi-serpong@yahoogroups.com Setting: http://groups.yahoo.com/group/bumi-serpong Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/bumi-serpong/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/