Golput Pemilu 2009 Diperkirakan 40 Persen

Oleh
Ninuk Cucu Suwanti/
Vidi Vici

Jakarta – Persentase pemilih yang tidak menggunakan hak suaranya
dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) kian meningkat. Tingginya angka
pemilih yang tidak menggunakan haknya (golongan putih-golput) itu
mungkin sekali berkaitan dengan data pemilih yang buruk.
Pernyataan ini diungkapkan Ketua Jaringan Pendidikan Pemilu untuk Rakyat
(JPPR) Jeirry Sumampow. Ia mencermati dari daftar pemilih tetap,
ternyata orang yang seharusnya menggunakan hak suara tidak menggunakan
karena sudah pindah tempat tinggal atau meninggal dunia. Pilkada di Jawa
Timur yang memiliki angka golput tinggi, menurut Jeirry, diakibatkan
masyarakat tidak diberi uang.
Tingginya angka golput pada Pilkada diprediksi Jeirry akan berkorelasi
dengan Pemilihan Presiden (Pilpres) pada tahun 2009. Maka untuk
mengantisipasi Pilpres tersebut, Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus
melakukan pemutakhiran data pemilih. "KPU harus serius sehingga
fenomena golput bisa ditekan," katanya.
Golput yang pada Pilpres 2004 mencapai 20 persen, diperkirakan meningkat
sekitar 40 persen pada tahun 2009. Menurut Jeirry, ini juga dipicu
masyarakat yang sudah jenuh dengan pemilu sementara masyarakat tidak
merasakan perbaikan secara signifikan. Antisipasi itu bisa dilakukan
dengan cara sosialisasi pendataan yang menyeluruh.

Selain itu, KPU harus melakukan sosialisasi seperti pemahaman masyarakat
tentang pentingnya pemilu. Begitupun parpol-parpol bisa memberikan
semangat agar masyarakat tidak golput.
Jerry menilai prosedur pemilu sudah baik, namun substansinya tidak kuat
karena masyarakat masih dijadikan alat mobilisasi. "Ini harus
diantisipasi serius, bukan hanya oleh KPU tapi juga partai-partai
politik," katanya.

Pilkada
Direktur Indobarometer Mochamad Qodari dan Direktur Lembaga Survey
Nasional (LSN) Umar Suryadi Bakrie, kepada SH, Kamis (24/7), menilai
kurang rapihnya penyusunan daftar pemilih, turut menjadi pemicu
tingginya jumlah golput di berbagai pilkada. Oleh sebab itu, KPU
Provinsi harus lebih profesional dalam mengumpulkan data pemilih.
Menurut Umar Suryadi Bakrie, rata-rata jumlah golput di berbagai
provinsi mencapai 38 sampai 40 persen. Terakhir, hasil survei LSN
terkait pilkada Jawa Timur, tingkat golput mencapai 38 persen. "Ada
yang tidak beres dengan kinerja KPU Provinsi, permasalahan ada di
sosialisasi pilgub yang kurang," kata Umar.
Direktur Indobarometer menyebutkan golput juga disebabkan karena KPU
Provinsi lemah dalam menyusun daftar pemilih. Banyak orang yang tidak
boleh menggunakan hak pilih, tetapi terdaftar sebagai peserta pemilu.
Dia mencontohkan, dalam kasus pilkada Jakarta, ada bayi atau orang yang
sudah meninggal tetapi tetap mempunyai hak pilih. "Tentu saja meski
terdaftar, tetapi suara mereka kosong," katanya.
Selain itu, banyak juga orang yang mempunyai hak pilih namun tidak
terdaftar. Alasannya mereka tidak punya KTP, atau tidak diundang ke TPS.
Dia mengatakan agar tingkat partisipasi pilkada lebih tinggi, KPU
Provinsi sebaiknya menyensus penduduk agar mendapatkan daftar pemilih
yang akurat. "Tetapi biaya sensus memang cukup mahal," katanya.
Ke depan juga persyaratan pemilih diperingan. Membawa KTP berarti boleh
ikut mencoblos, dan tidak hanya karena ada undangan.
Untuk kasus Pilkada Jawa Timur baru-baru ini, Qodari menduga banyaknya
calon dari kalangan Nahdlatul Ulama justru berpengaruh terhadap
tingginya golput. Masyarakat Jawa Timur yang sebagian besar warga NU
bingung, karena banyaknya tokoh NU Jatim yang mencalonkan diri.
"Mereka berpikir, daripada memilih salah satu, tetapi kasihan yang
lain, lebih baik tidak nyoblos," kata Qodari.
Pemilu legislatif, seharusnya bisa berjalan lebih tertib dengan jumlah
partisipasi pemilih lebih besar dibandingkan Pilkada. Hal itu
dikarenakan data pemilih dilakukan dengan sensus nasional.
Dia mengatakan perlu ada riset tersendiri untuk mengaitkan tingkat
golput di pemilu legislatif akan berdampak pada pemilu pilkada.
Umar Bakrie juga optimistis tingkat golput akan berkurang, karena dalam
pemilu legislatif ada keterkaitan ideologi antara konstituen dengan
partai. Dalam pilkada, orang lebih memperhatikan figur dan ketokohannya.
n

Sumber : http://www.sinarharapan.co.id/berita/0807/24/sh01.html
<http://www.sinarharapan.co.id/berita/0807/24/sh01.html>



--- In CIKEAS@yahoogroups.com, Qtv Swara <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Dear Viewers...
>
> PDIP dan Partai Golkar sepakat untuk terus memperjuangkan syarat
dukungan parpol/gabungan parpol guna mengajukan calon presiden/calon
wakil presiden sebesar 25 persen. Sementara partai tengah seperti PKS,
PKB dan PAN masih tetap menginginkan 20 persen dan partai-partai kecil
sebesar 15 persen. Masalah ini nantinya akan diputuskan dalam rapat
paripurna DPR tanggal 29 Oktober 2008 melalui mekanisme voting.
>
> Apa saja yang mendasari partai-partai tetap ngotot pada posisinya ?
> Apakah semua terkait dengan estimasi perolehan suara pada pemilu 2009
dan rencana mereka untuk mengusung "jago-jago"nya dalam pemilu
presiden ?
> Dan siapa yang akan mereka usung nantinya,
>
> kita simak dalam OPOSISI edisi Jum'at 24 Oktober 2008 bersama :
> 1. Wakil Ketua Pansus Pilpres Yasonna H Laoly, Ph.D dan
> 2. Anggota Pansus Pilpres Agun Gunandjar Sudarsa
>
> Hanya di Swara Channel, saluran Politik, Demokrasi dan Pemerintahan.
>
> Admin QTv dan Swara Channel
>
>
>
> -----------------------------------
>
> AVAILABLE ONLY ON SATELLITE, CABLE, TERRESTRIAL RELAY
>
> Indovision ch 95 | FirstMedia ch 82 digital/17 analog | JogjaMedianet
ch 24
>
>
>
> -----------------------------------
>
> SWARA dapat dinikmati melalui satelit dan kabel berlangganan serta
siaran kerjasama TV daerah.
>
> Indovision ch 95 | FirstMedia ch 83 digital/4 analog | JogjaMedianet
ch 25
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> Wisma Kodel 2nd fl
>
> Jl. HR. Rasuna Said Kav. B4
>
> Jakarta 12920, Indonesia
>
> www.qchannel.tv
>
> www.swara.tv
>


Kirim email ke