==================================================== 
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
           nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme bangsa Indonesia."  
==================================================== 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009. 
"Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." 
Pancasila - Dongeng mengharukan
Selasa, 2 Juni 2009
Sering kita lupa bahwa tanggal 1 Juni adalah hari lahir Pancasila dasar Negara 
kita yang saat ini menapaki usia ke – 64 th, – apalagi saat ini kita tengah 
berada di pusaran hiruk pikuknya – aneka kepentingan, kampanye kekuatan menuju 
kekuasaan – maka keberadaan nilai luhur Pancasila menjadi nomor ke sekian, 
alias nomor buncit… bahkan terlupakan – itu bagi yang tua, saya tidak tahu 
bagaimana untuk para pemuda, remaja dan generasi muda Indonesia di berbagai 
pelosok penjuru tanah air.
Maka saat ini kita bangga ada beberapa bahkan tidak sedikit anak-anak bangsa 
yang merasa terpanggil untuk memenuhi tugas pengabdian bagi kelangsungan dan 
kelestarian bangsa Indonesia. Maka nilai-nilai dasar Negara menjadi penting 
untuk di gelorakan dan di eksplore/digali lebih mendalam lagi. 
Seperti disampaikan oleh Yurnaldi di harian Kompas, seusai menonton tampilnya 
para seniman sadar kebangsaan – atau para seniman negarawan sebagai berikut: 
“…/Tanah kami tanah kaya/
laut kami laut kaya/
Kami tidur di atas emas/
Berenang di atas minyak/
Tetapi bukan kami punya”
(Nyayian “Suara dari kemiskinan” ciptaan Franky Sahilatua)
Nyanyian Franky itu mengantar Garin Nugroho “Mendongeng untuk Bangsa” di 
Bentara Budaya Jakarta (BBJ), Senin 1/6 malam. “sebuah dongeng gabungan atara 
visi, pengalaman, emosi, empati, dan cara berpihak terhadap masalah masyarakat” 
ujar Garin.
Dongeng tentang kemiskinan yang dikisahkan oleh Garin membuat bulu kuduk 
berdiri. Sebelumnya Garin sempat bercerita bahwa di tengah hingar bingar 
politik saat ini, kita justru kehilangan civic forum dan cara menyampaikan 
nilai bangsa, yaitu Pancasila.
Maka, dongeng Pancasila sebagai sebagai salah satu seri Dongeng Bangsa adalah 
cara menumbuhkan nilai civic forum, justru ketika masyarakat politik terkikis 
oleh politik uang, citra, konsumerisme dan kekuasaan itu sendiri. Masyarakat 
yang tak cukup respek pada nilai dasar seperti Pancasila karena hanya dianggap 
dongeng.
Mengharukan
Kolabirasi Garin dan Franky menyampaikan dongeng tidak saja mengharukan, tetapi 
juga “mencubit” siapa saja dengan pedih dan dalam.
Franky dengan syair-syair lagunya yang sarat dengan tema sosial kemasyarakatan, 
yang saat ini kerap dimainkan di panggung-oanggung musik nonkomersial, dipadu 
dongeng-dongeng lokal dan global Garin yang sarat kritik pedas setelah berkaca 
pada realitas negeri ini.
Saat menggambarkan masyarakat Papua, diceritakan peristiwa 15 tahun lalu ketika 
masyarakat Papua dengan mudah memanfaatkan alam. Ada seorang pemuda yang setiap 
Senin mengambil biji kemiri. Selasa menangkap ikan di sungai. Rabu, kamis, dan 
hari-hari selanjutnya diisi dengan aktifitas yang berbeda.
Kini, aktivistas tersebut tak bisa dilaksanakan lagi seiring dengan hancurnya 
alam Papua. Sumber daya alam Papua di eksploitasi dan tidak membawa manfaat 
apa-apa buat masyarakat Papua. Namun, masyarakat Papua yang tidak ikut merusak 
alam malah dipinggirkan dan dianggap tidak bisa mengikuti perkembangan zaman…
Begitu juga ketika Garin berkisah soal Nusa Tenggara. Franky membawakan lagu 
“Ika No’o Nio”, cerita soal ikan dan kelapa. Garin bercerita soal upacara adat 
untuk berterima kasih kepada orangtuanya. Di hadapan masyarakat, anak yang 
sudah jauh merantau dan berhasil mengucapkan terima kasih kepada kedua orang 
tuanya.
Garin menceritakan, ada empat anak yang telah berhasil meraih gelar sarjana di 
perguruan tinggi terkemuka di Pulau Jawa berkat perjuangan dan kerja keras 
orangtuanya. Ibu bapaknya mengutang beras, pinjam garam, dan pinjam uang untuk 
biaya sekolah anak-anaknya.
Ketika sudah berhasil dan kembali ke desa untuk mengikuti upacara adat terima 
kasih, banyak anak yang sangat bangga pada perjuangan orangtuanya. Mereka 
bersyukur dan berterima kasih akan jerih payah orangtuanya. Namun, tradisi 
berterima kasih ini tidak dilakukan para elite politik…
Seusai dongeng dari timur, Garin juga mendongeng soal pertumbuhan ekonomi; 
sepotong buah apel dari Malang. Kisah betapa produk impor membanjiri negeri 
ini. “Kita adalah makelar-makelar dari perampok kehidupan untuk diri kita. Kita 
budak dari Paman Sam,” ujarnya.
Mengalahkan Amerika
Setelah sesi pertama, pengamat politik Sukardi Rinakit menyampaikan cerita 
global, tentang cita-cita anak China dan India. Sejak kecil mereka sudah 
disosialisasikan, bukan indoktrinasi, bagaimana tahun 2020 mengalahkan Amerika 
Serikat.
“Ketika anak kelas VI SD di China ditanya apa cita-citanya, mereka menjawab 
mengalahkan Amerika. Menguasai hardware mengalahkan Amerika,” ujarnya.
Sementara budayawan Radhar Panca dahana berkisah bagaimana bangsa ini diisi 
keragaman 460 suku dan 750 bahasa. “Bisa bersatu karena kemampuan berbagai,”  
ungkapnya.
Menurut Radhar bangsa ini harus menemukan diri lewat dongeng. Dongeng 
Pancasila. 
Setelah sesi Sukardi dan Radhar, Garin kembali mendongeng. Ketika lagu “40” 
mengalun, Garin mendongeng tentang Mussolini.
“Kita hidup di negeri penuh tapi… Tak memiliki rasa haru. Seperti kata pacar 
Mussolini, jika tak punya rasa haru, kita pergi....,” ujar Garin.
---------
Proficiat dan terima kasih untuk para founding fathers yang telah menemukan, 
menggali dan menanam Pancasila sebagai dasar negara, serta para pekarya seni 
yang selalu berapi-api, membakar gelora jiwa, raga dan karakternya sebagai 
bangsa Indonesia.
Pancasila adalah dasar negara untuk menuju Indonesia sejahtera, maju dan 
bermartabat! 
 
Best Regards, 
Retno Kintoko 
 
The Flag 
Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! 
ERDBEBEN Alarm




 
SONETA INDONESIA <www.soneta.org>
Retno Kintoko Hp. 0818-942644
Aminta Plaza Lt. 10
Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
Ph. 62 21-7511402-3 
 


      

Kirim email ke