==================================================== 
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
           nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme bangsa Indonesia."  
==================================================== 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.  
"Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." 
Meretas Budaya Birokrasi 
Kamis, 2 Juli 2009 | 05:09 WIB
Oleh : Chris Panggabean
Pada pertengahan tahun 70-an, seorang menteri menyamar sebagai pegawai rendah. 
Ia mengenakan batik dan peci lalu selama beberapa hari ”Pak Sidik” menjadi 
pegawai di Rumah Sakit Cipto Mangunkusomo. Tak seorang pun mengetahui 
penyamaran itu kecuali direktur rumah sakit.
Pada masa itu, jamak diketahui bahwa untuk mendapatkan gaji selalu disertai 
dengan pemberian uang pelicin. Pada saat ”Pak Sidik” (nama yang digunakan 
beliau) sedang tawar-menawar besarnya uang pelicin, mendadak muncul Menteri 
Keuangan Ali Wardhana dan beberapa wartawan. Beliau membuka penyamaran Menneg 
PAN Sumarlin (alias Pak Sidik), maka pucatlah para pegawai yang meminta uang 
pelicin tersebut.
Kisah nyata tersebut memberi refleksi bahwa pemimpin harus bersih, tegas, dan 
kreatif dalam meretas jalan perubahan. Cara seperti itu efektif sebagai kontrol 
terhadap perilaku birokrasi karena meninggalkan efek pengawasan, dibanding 
rombongan inspeksi mendadak yang memberi efek jera sesaat. Refleksi lainnya 
adalah kita juga disadarkan bahwa ada sesuatu yang laten dalam birokrasi di 
negara ini sebab apa yang dihadapi Sumarlin pada masa itu masih kita rasakan 
sekarang.
Sistem nilai
Upaya memperbaiki birokrasi sudah dilakukan sejak dulu ketika dibentuknya 
panitia Retooling Aparatur Negara tahun 1962 hingga yang sekarang dengan 
dibentuknya KPK dan Tim Reformasi Birokrasi Pusat. Akan tetapi, perubahan yang 
dirasakan belum signifikan. Birokrasi di Indonesia masih jauh dari gambaran 
sebuah birokrasi modern yang efisien, akuntabel, tidak berbelit-belit, 
berorientasi pada hasil, gaya pengelolaan menyerupai kerja korporasi bisnis.
Studi yang dilakukan salah seorang panelis yang juga pakar manajemen 
menunjukkan ciri yang kontras: boros, berlapis, jalan sendiri-sendiri, ada 
untuk melayani atasan, gaji kecil, kepercayaan diri rendah dengan rasa berkuasa 
yang tinggi, orientasi jangka pendek dengan motif mencari proyek, kepemimpinan 
lemah, menteri tak menjadi teladan, dan perekrutan yang terlalu menekankan 
aspek akademis. Juga adanya resistensi untuk berubah oleh internal birokrasi 
itu sendiri, politisi, dan rekanan, sebab kesemuanya bermutualisme dalam zona 
nyaman masing-masing.
Setiap sikap dan perilaku muncul berdasarkan norma atau pertimbangan nilai 
dalam diri individu. Nilai dan keyakinan dalam diri individu terbentuk sebagai 
hasil pengalaman dengan lingkungan. Sebagai organisasi sosial, instansi 
pemerintah memiliki nilai yang diafirmasi bersama (shared value) dan 
diinternaliasi oleh aparat birokrasi sehingga menjadi nilai kelompok. Jika 
pulang lebih awal sebelum jam kantor usai, output kerja tak berkualitas dan 
menerima uang pelicin dianggap tidak patut dalam lingkungan korporasi swasta, 
sementara pada birokrasi pemerintah dilakukan oleh banyak individu tanpa rasa 
bersalah, karena memang ada perbedaan norma di antara keduanya.
Ketika kemudian nilai tersebut dipraktikkan menjadi perilaku bersama secara 
terus-menerus, maka ia menjadi budaya dalam organisasi. Budaya Timur yang lebih 
menekankan keselarasan dengan kelompok dan sinis pada penonjolan diri individu 
menyulitkan bagi seorang pegawai negeri baru untuk mempertahankan nilai-nilai 
ideal di dalam dirinya. Jika tidak dicemooh oleh rekan sejawat kemungkinan ia 
akan ditekan oleh atasannya. Budaya birokrasi yang korup juga semakin 
dimapankan ketika institusi lain memaklumi bahwa memang demikianlah ”aturan 
main” dengan birokrasi pemerintah.
Lain lubuk lain ikannya, lain padang lain ilalang. Boleh saja sebuah perusahaan 
multinasional mengagungkan good governance dalam dirinya, tetapi ia ”terpaksa” 
memberi komisi agar tender proyeknya lancar. Tidak heran jika kemudian korupsi 
terus berlangsung di berbagai lini pemerintahan. Bagi birokrat tidak ada yang 
salah dalam kebiasaan ini, persis seperti penjelasan petinggi Bank Indonesia di 
pengadilan bahwa sudah tradisi memberi amplop kepada anggota dewan agar urusan 
menjadi lancar. Korupsi di Indonesia mencapai titik optimum karena ia menjadi 
pelumas yang menggerakkan mesin birokrasi dan roda pembangunan.
Ketika nilai dari luar tunduk pada sistem nilai yang hidup dalam birokrasi, 
maka dapat diduga bahwa agen-agen dalam birokrasi kita hidup dalam dunianya 
sendiri dan berpikiran sempit (mindless). Pola pikir sempit tidak mau melihat 
lebih jauh implikasi tindakan yang diperbuatnya. Ia mengabaikan bahwa jembatan 
bisa roboh, minyak tanah menjadi mahal, jalanan semakin macet, penduduk miskin 
semakin susah akibat perilaku korupnya. Padahal, korupsi pada lembaga publik, 
dengan segala perwujudannya, pada akhirnya pasti merugikan publik. Bagi panelis 
dari Indonesia Corruption Watch, tanpa pemberantasan korupsi apa pun kebijakan 
pemerintah, baik itu kebijakan liberal ataupun ekonomi kerakyatan, akan 
berpotensi untuk diselewengkan, serta tidak akan ada jaminan akan berjalan 
efektif dan tepat sasaran.
Birokrasi dan legitimasi
Perubahan birokrasi tidak semata soal struktur organisasi dan remunerasi. 
Kenaikan gaji tidak menjamin hilangnya korupsi sebab berapa pun nilai gaji akan 
menjadi lebih banyak jika ditambah dengan uang korupsi. Peningkatan remunerasi 
lebih sebagai prasyarat untuk menuntut performa yang lebih tinggi dan ketegaan 
menegakkan disiplin. Titik penting reformasi birokrasi adalah mengubah sistem 
nilai dan keyakinan. Budaya Timur kita yang bersifat patron-klien dan menuntut 
keselarasan sebenarnya dapat menjadi instrumen untuk menerobos birokrasi.
Awalnya harus dimulai dengan figur bersih dengan karakter kepemimpinan yang 
kuat dan kreatif dalam cara. Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad, Wali Kota Solo 
Joko Widodo, Wali Kota Blitar Djarot Syaiful Hidayat, Sri Mulyani Indrawati di 
Departemen Keuangan adalah contoh figur yang mampu melakukan terobosan dalam 
perbaikan birokrasi. Selain kreatif dalam cara, modernisasi birokrasi 
pemerintah juga harus menciptakan mekanisme perekrutan meritokrasi, kestabilan 
karier, promosi internal yang terbuka, dan gaji yang kompetitif. Selanjutnya, 
apa yang sudah diubah hendaknya segera diinstitusikan agar menjadi otoritas 
impersonal yang tidak bergantung pada figur pemimpin. Ia harus menjadi sistem 
nilai baru yang hidup dan dihidupi oleh birokrasi.
Reformasi birokrasi adalah sebuah keharusan karena lewat birokrasi negara 
hadir. Birokrasi merupakan representasi negara dalam melayani warganya. 
Pelayanan publik merupakan instrumen yang memfasilitasi kapabilitas warga 
negara untuk meningkatkan kesejahteraan dirinya. Performa ekonomi suatu negara 
juga sangat dipengaruhi oleh fungsi birokrasi yang baik. Dengan demikian, 
mereformasi birokrasi serta-merta meraih legitimasi dari warga negara. Beberapa 
kepala daerah sudah membuktikannya dengan terpilih dua periode tanpa perlu 
melakukan berbagai rekayasa politik demi kemenangan.
Tidak ada kata terlambat untuk berubah, tak peduli sejauh apa kita salah 
berjalan, balik arah sekarang juga. [Chris Panggabean Asisten Peneliti di 
Universitas Indonesia, Aktif di LMI – Kompas 2/7/09]
-------
Pilpres
Kepada ketiga kandidat capres/cawapres silakan berpacu pada putaran terakhir 
kampanye, sebelum minggu depan hari Rabu, 8 April 2009 rakyat menentukan 
pilihannya. Mau berlangsung sekali atau duakali putaran tidak masalah, 
tergantung dari besarnya perolehan suara – kecuali ada yang langsung menembus 
angka 50% + 1 suara… maka selesailah sudah. Akan tetapi seperti halnya 
birokrasi, bahwa demokrasi itu yang penting adalah prosesnya, DPT tuntas dan 
pemilu harus dijamin negara berlangsung jujur, adil. bebas dan rahasia. Tentu 
tertib, aman, damai dan lancar adalah bagian bentuk kesuksesan pemilu yang 
didamba setiap unsur masyarakat di seluruh penjuru tanah air Indonesia. Karena 
inilah wujud pesta demokrasi rakyat dalam memilih pemimpin Indonesia lima untuk 
tahun ke depan. 
“Selamat berjuang menggapai bintang, 
banyak yang terpanggil, 
hanya tiga pasang yang terpilih.
pun hanya sepasang yang akan ditetapkan 
sebagai pengemban amanah rakyat, tuk memimpin Indonesia“
Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat! 
Best Regards, 
Retno Kintoko 
 
The Flag 
Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! 
ERDBEBEN Alarm



 
SONETA INDONESIA <www.soneta.org>
Retno Kintoko Hp. 0818-942644
Aminta Plaza Lt. 10
Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
Ph. 62 21-7511402-3 
 


      

Kirim email ke