==================================================== 
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
           nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme bangsa Indonesia."  
==================================================== 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia 
Quotient] 
Mensyukuri Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009.  
"Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." 
Tantangan Yudhoyono ke Depan
Senin, 13 Juli 2009 | 03:14 WIB
Oleh: Syamsuddin Haris
Harapan sebagian masyarakat agar pemilu presiden berlangsung satu putaran 
terkabul. Hasil penghitungan cepat sejumlah lembaga survei mengindikasikan 
kemenangan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Bagaimana kita membaca 
kemenangan itu, apa saja tantangan ke depan?
Terlepas dari pro-kontra hiruk pikuk kampanye dan perdebatan calon presiden 
(capres) yang kurang bermutu, juga kinerja KPU yang amat mengecewakan, bangsa 
Indonesia telah menentukan pilihannya. Sebagian besar rakyat masih memberi 
kepercayaan kepada Yudhoyono untuk memegang kemudi negeri besar, luas, dan 
merentang dari Sabang di ujung barat hingga Merauke ini di timur.
Gumpalan kekecewaan boleh teranyam, protes dan unjuk rasa bisa digalang, tetapi 
semua itu tak boleh mendelegitimasi keputusan mayoritas rakyat. Apabila kita 
sepakat bahwa pilpres sekadar metode untuk menerjemahkan suara rakyat menjadi 
kursi RI-1, sikap sportif dan ksatria diperlukan agar roda negeri ini tidak 
berhenti berputar dengan usainya pemilu. Pekerjaan rumah kolektif yang tidak 
kalah besar adalah mengawal kerja presiden dan wakil presiden terpilih, menagih 
janji dan komitmen mereka untuk perubahan yang lebih baik bagi bangsa ini.
Politik figur
Kemenangan Yudhoyono-Boediono dalam Pilpres 2009 menegaskan kembali terjadinya 
pergeseran preferensi dan orientasi rakyat dalam memilih. Jika pada Pemilu 1955 
cenderung berkembang format politik aliran, dan pada awal reformasi (1999) 
muncul partai-partai baru dengan basis aliran serupa, Pemilu 2004 dan 2009 
menandai mengentalnya politik figur. Artinya, pilihan rakyat tidak lagi 
didasarkan pada preferensi kultural atau ideologis yang diperjuangkan parpol, 
tetapi pada ketokohan kandidat.
Kemenangan Partai Demokrat dalam Pemilu Legislatif 9 April lalu sudah 
mengindikasikan terjadinya pergeseran itu. Partai berlambang bintang segitiga 
yang dibentuk tahun 2001 itu sebenarnya belum solid dan efektif secara 
organisasi. Namun, ketokohan Yudhoyono memorakporandakan kedigdayaan parpol 
mapan seperti Partai Golkar dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang 
telah malang melintang dalam kehidupan politik nasional.
Begitu kuatnya identifikasi para pemilih terhadap figur para capres, momentum 
kampanye akhirnya hanya menjadi aksesori demokrasi karena tak bisa mendongkrak 
dukungan. Begitu pula tawaran perubahan dalam debat terbuka para capres, 
ternyata belum bermakna signifikan dalam memengaruhi perubahan pilihan sebagian 
rakyat kita.
Keberhasilan pencitraan
Faktor penting lain di balik kemenangan Yudhoyono adalah klaim-klaim 
keberhasilan yang dikemas begitu rupa sehingga tidak penting, apakah pemerintah 
benar- benar bekerja untuk itu. Salah satu di antaranya adalah penurunan harga 
BBM tiga kali berturut-turut. Rakyat kita jelas tidak menyimak bahwa kebijakan 
penurunan harga BBM hanya konsekuensi logis merosotnya harga minyak dunia. Hal 
itu berlaku di balik sukses perdamaian Aceh, meningkatnya produksi pertanian, 
atau bantuan langsung tunai meski semua itu belum tentu sebagai prestasi 
Yudhoyono.
Terlepas dari fakta bahwa Yudhoyono adalah peragu yang lamban mengambil 
keputusan, tetapi sulit dibantah bahwa pencitraan keberhasilan pemerintah dalam 
ekonomi, politik, hukum, dan keamanan telah terbentuk di benak masyarakat. Hal 
ini diindikasikan oleh konsistensi hasil sejumlah survei, baik sebelum maupun 
sesudah pemilu legislatif, yang memperlihatkan tingginya elektabilitas 
Yudhoyono dibandingkan dengan kandidat lain, termasuk Megawati dan Kalla.
Karena itu, kalaupun terjadi pergeseran pilihan akibat kampanye dan debat 
capres, kecenderungan itu berlangsung terbatas di kalangan kelas menengah 
perkotaan yang memiliki akses informasi dan media alternatif melimpah. 
Sementara bagi rakyat, tampaknya tak menjadi penting, apakah para capres 
menawarkan solusi alternatif bagi bangsa ini atau tidak. Apalagi seribu 
komitmen politisi cenderung berhenti hanya sebagai janji pemilu yang acap kali 
terlupakan dengan usainya pemilu.
Tantangan Yudhoyono
Keberhasilan Yudhoyono meraih dukungan signifikan dalam satu putaran pilpres 
adalah modal politik amat besar guna membentuk pemerintahan yang lebih efektif 
ketimbang periode sebelumnya.
Pembentukan kabinet merupakan tantangan terbesar Yudhoyono. Masalahnya, dia tak 
hanya dihadapkan pada tuntutan balas jasa politik dari 24 parpol koalisi dan 
aneka tim sukses yang mengantar kemenangannya, tetapi juga pada konsistensi 
komitmen untuk membentuk kabinet presidensial yang efektif. Pengalaman 2004- 
2009 menunjukkan, kabinet koalisi partai-partai justru menjadi ”penjara” bagi 
Yudhoyono karena sering ditelikung partai-partai pendukungnya di parlemen.
Soal lain yang dihadapi Yudhoyono adalah memaksimalkan peran Boediono sebagai 
pendamping yang lebih efektif dibandingkan dengan Kalla. Problemnya, jika 
Boediono lebih tampil sebagai priayi ketimbang komplementer bagi kekurangan 
Yudhoyono, sulit dibayangkan bahwa pemerintahan hasil Pemilu 2009 bisa lebih 
baik dari sebelumnya.
Namun, tantangan Yudhoyono mungkin lebih ringan jika tiba-tiba Partai Golkar 
berubah haluan dari ”lawan” menjadi ”kawan” seperti watak dasarnya. Itu 
artinya, kita harus bersiap-siap mengelus dada kembali dan merajut harapan akan 
perubahan pada pemilu berikut. [Syamsuddin Haris Profesor Riset Ilmu Politik 
LIPI]
-------
Proficiat Pilpres!
Selamat untuk pasangan pilpres 2009; SBY-Boediono 
Setelah dihitung, menurut pendapat rakyat Indonesia ternyata pasangan inilah 
yang dipilih untuk memimpin Indonesia 2009-2014. Saya mengucapkan: “Proficiat, 
Congratulation dan Selamat mengemban amanah Rakyat Indonesia …….!” Dan untuk 
ketiga pasangan kandidat luar biasa yang telah berlaga di pilpres, kita 
mengucapkan banyak terima kasih, banyak dibantu dan disupport dalam 
memajukan demokrasi Indonesia, dengan berjiwa ksatria dan terbuka, sehingga 
seperti masyarakat kebanyakan, sangat mensyukuri pilpres berjalan aman, 
lancar dan damai, sehingga pantas kita ucapkan selamat dan sukses! Atau "I love 
you full!", kata mbah Surip!
Selanjutnya kita menunggu hasil KPU untuk mengumumkan dan menetapkannya. Siapa 
tahu nanti KPU berpendapat lain…..tho? Ya enggak mungkinlaaah, emangnya KPU 
Godot?! Nah, kalau untuk soal DPT kemarin memang benar; KPU is Godot!  
Kepada yang kalah tidak menjadi masalah, karena sesungguhnya keberhasilan 
menjaga jalannya demokrasi dengan baik dan benar adalah sebuah kemenangan yang 
besar bagi seorang yang berjiwa besar, dan bagi kebesaran bangsa Indonesia ke 
depan.  
Kini, jalan demokrasi Indonesia telah kita daki dan lewati bersama, 
jalan2 ekonomi, hukum, birokrasi perlu terus diperbaiki, 
dan jalan prestasi selalu menjadi orientasi, 
hingga jalan kehidupan rakyat sejahtera pun jangan hanya 
tinggal dalam mimpi dan ilusi…..
namun hendaknya segera menjadi reality!
Maka teladan dan harapan rakyat pun kiranya menjadi pijakan dan tumpuan.” 
Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat! 
Best Regards, 
Retno Kintoko 
 
The Flag 
Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! 
ERDBEBEN Alarm
Mau mencoba? 



 
SONETA INDONESIA <www.soneta.org>
Retno Kintoko Hp. 0818-942644
Aminta Plaza Lt. 10
Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
Ph. 62 21-7511402-3 
 


      

Kirim email ke