============ ========= ========= ========= ========= ==== THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, nasionalisme, kebangsaan dan pruralisme bangsa Indonesia." ============ ========= ========= ========= ========= ==== [Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pruralism Indonesia Quotient] Mensyukuri Pesta Demokrasi 5 Tahunan - PEMILU 2009. "Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." Socrates tentang Keadilan Jumat, 17 Juli 2009 Oleh : TJIPTA LESMANA Pemilihan presiden sudah berlangsung tertib dan aman. Siapa pemenangnya pun sudah bisa dipastikan. Meski demikian, semua orang tahu bahwa pemilu presiden kali ini dicederai oleh berbagai penyimpangan dan kecurangan. Kecurangan-kecurangan itu antara lain daftar pemilih tetap (DPT) yang karut-marut (satu NIK dipakai banyak nama, surat suara yang sudah dicontreng) sampai kinerja Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang buruk (sosialisasi pemilu yang mengarah kepada pasangan tertentu, misalnya). Ketua KPU sendiri mengakui, ada 11,2 juta nama yang bermasalah dalam DPT. Sayang, pernyataan itu keluar hanya dua hari sebelum pencontrengan. Setelah mendapat tekanan dari Tim Sukses pasangan capres-cawapres Megawati-Prabowo dan Jusuf Kalla-Wiranto, KPU mengizinkan mereka untuk bersama-sama ”menyisir” DPT yang kacau itu. KPU juga mengakui jumlah 11,2 pemilih bermasalah itu baru ditemukan di Pulau Jawa. Di luar Jawa, KPU tidak sempat lagi menyisir karena waktu yang sudah mendesak. Cacat lain dari pemilihan presiden kali ini adalah KPU baru bersedia menyatakan berlakunya KTP bagi mereka yang namanya tidak terdaftar dalam DPT. Pernyataan KPU dilakukan atas perintah Mahkamah Konstitusi, dua hari sebelum pencontrengan. Keputusan ini jelas terlambat. Sosialisasi perubahan kebijakan itu sulit dilaksanakan dalam waktu dua hari! Pihak Megawati-Prabowo dan Jusuf Kalla-Wiranto tidak bisa menerima segala bentuk kecurangan ini. Mereka merasa dizalimi pihak tertentu. Sebuah Tim Investigasi bersama telah dibentuk untuk meneliti apa yang sesungguhnya terjadi dalam proses pilpres itu. Pendapat Socrates Bicara soal keadilan, marilah kita mencermati pendapat Socrates, filsuf ulung dari Yunani kuno yang hidup sekitar 2.400 tahun silam. Saat itu, tahun 400-an SM (Sebelum Masehi) kehidupan politik di Yunani diwarnai segala macam kezaliman. Penguasa kerap bertindak sewenang-wenang, para politisi banyak yang korup. Mereka bekerja lebih untuk kepentingan pribadi. Di tengah suasana kebatinan yang jelek, para filsuf berjuang keras untuk menyebarluaskan kebajikan di kalangan rakyat. Upaya mereka tidak begitu mulus. Pada tahun 399 SM, Socrates diseret ke pengadilan oleh penguasa dengan tudingan meracuni pikiran rakyat dengan khotbah-khotbahnya yang melawan kebijakan penguasa. Selama di dalam tahanan—menunggu pelaksanaan eksekusi mati—Socrates mendapat kunjungan dari banyak kawannya yang merasa simpati dan berupaya keras menyelamatkan nyawanya. Suatu saat terjadilah percakapan di penjara antara Socrates, Glaucon, dan Thrasymachus. Masalah keadilan menjadi salah satu tema sentralnya. Menurut Thrasymachus, kehidupan orang yang menginjak-injak keadilan (the unjust) ternyata lebih bahagia daripada mereka yang menegakkan keadilan (the just). Bukan hanya itu. ”Perfect injustice is more gainful than perfect justice,” kilah Thrasymachus mencoba meyakinkan Socrates. Intinya, the just justru kian tersudut di masyarakat, dikalahkan yang zalim. Dengan gayanya yang khas dan tenang, Socrates berusaha keras mengubah pikiran Thrasymachus. Untuk sementara the unjust memang unggul dalam pertarungan dengan the just. Mereka tampak bahagia dan bebas. Orang yang menegakkan keadilan dan menempuh jalan lurus diakui Socrates sering dilecehkan oleh masyarakat. Namun, kita tidak boleh berhenti sampai di situ. Yang namanya keadilan tidak boleh dikompromikan; sebab keadilan merupakan sebuah kebajikan, sedangkan ketidakadilan merupakan tindak kriminal. Pada saatnya nanti, jawab Socrates, percayalah the unjust akan mendapat hukuman dari alam. Sebaliknya, the just akan memperoleh apa yang menjadi haknya. Yang tidak kalah hebat adalah pendirian Socrates bahwa keadilan tidak selalu dicerminkan oleh penguasa. Keadilan adakalanya justru datang dari rakyat jelata, dari pihak yang dikuasai. Jika penguasa berbicara keadilan, yang sebenarnya terjadi adalah ketidakadilan atau kebatilan. Penguasa lalim Dalam sejarah modern kita menyaksikan sejumlah penguasa lalim yang nasibnya berakhir mengenaskan. Marcos dan Shah Iran mati di pengasingan. Presiden Somoza dari Nikaragua mati diseret-seret di jalan raya. Sejarah pun mencatat bagaimana nasib pemimpin lalim lainnya pada hari-hari terakhirnya. Jika ada pihak-pihak yang bermain curang dalam pemilihan presiden yang baru lalu, biarkan saja. Biarkan mereka untuk berpesta pora, ucap Socrates. Kebenaran pada saatnya pasti akan bertakhta sebab Tuhan tidak buta dan tidak tuli. Itu sebabnya Socrates menghadapi eksekusinya dengan hati damai. [Tjipta Lesmana Guru Besar FISIP Universitas Pelita Harapan, Kompas 16/7/09]. ------- Keadilan Hakiki Keadilan dalam praksis lebih bersifat relatif, tergantung oleh siapa dan kepada siapa dipraktikkan, padahal keadilan adalah nilai dan norma yang mutlak, hakiki, yang selalu memiliki universalitas nilai bagi kehidupan manusia dalam berbangsa. Lembaga tinggi Negara seperti KPK, MA, MK, Presiden, DPR, BPK dan sebagainya merupakan lembaga2 hulu produsen praktik keadilan bagi masyarakat luas. Begitu pentingnya arti praktik keadilan, bagi kehidupan, keadilan dan kemanusiaan masyarakat luas. Karena keadilan selalu menjadi pandu dalam praktik kehidupan dan kemanusiaanya. Maka tidaklah heran bila kita bicara tentang keadilan maka kemudian kita ingat kepada tokoh2 keadilan universal seperti; Socrates, Mahatma Gandhi, Mother Theresa, Nelson Mandela dan lainnya, yang menempatkan keadilan dalam bingkai universalitas keadilan kemanusiaan yang hakiki. Seperti halnya terjadi teror ledakan bom hari ini, yang pasti ini dilakukan oleh orang-orang biadab, yang sudah lama kehilangan rasa keadilan dan kemanusiaannya. Begitu pula bagi yang 'membina dan memeliharanya'. Maka, bagi para pemangku amanah rakyat di berbagai lembaga tinggi Negara, bergumullah, bergulatlah dan berjuanglah melawan ketidakadilan dalam segala aspek kehidupan dan di dalam sistem pemerintahan Indonesia ke depan yang semakin baik. Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat! Best Regards, Retno Kintoko Mau mencoba? The Flag Air minum COLDA - Higienis n Fresh ! ERDBEBEN Alarm Mau mencoba ?
SONETA INDONESIA <www.soneta.org> Retno Kintoko Hp. 0818-942644 Aminta Plaza Lt. 10 Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan Ph. 62 21-7511402-3