============ ========= ========= ========= ========= = 
THE WAHANA DHARMA NUSA CENTER [WDN_Center] 
Seri : "Membangun spirit, demokrasi, konservasi sumber daya, 
           nasionalisme, kebangsaan dan pluralisme Indonesia."  
============ ========= ========= ========= ========= = 
[Spiritualism, Nationalism, Resources, Democration & Pluralism Indonesia 
Quotient] 
Menyambut TAHUN BARU 2010 dengan semangat produktifitas energi lestari. 
"Belajar menyelamatkan sumberdaya negara untuk kebaikan rakyat Indonesia." 
Soelaiman, Inovator "Bocah Ndeso"
Senin, 18 Januari 2010 | 02:27 WIB
Oleh : NAWA TUNGGAL
Di desa ia merasa menemukan segalanya. Dia adalah Soelaiman Budi Sunarto, 
penggiat produksi energi alternatif berupa produk bioetanol. Produk itu dia 
sebut sebagai barang lama karena lebih dari 700 tahun silam sudah dikenalkan 
para prajurit Kubilai Khan tatkala menyerang Kerajaan Singosari di Jawa Timur. 
Masyarakat Jawa kemudian mengenalnya sebagai ciu. 
Budi sedikitnya menggarap 20 teknik rekayasa untuk berbagai keperluan di Desa 
Doplang, Karangpandan, Karanganyar, Jawa Tengah. Di daerah lereng Gunung Lawu 
itu ia meraih obsesi: di desa turut membangun bangsa, mengolah apa pun menjadi 
apa saja yang bermanfaat.
Sejak 1998, Budi, panggilannya, memutuskan tidak lagi menjadi karyawan di 
Jakarta ataupun di Kota Semarang. Ia mendirikan Koperasi Serba Usaha Agro 
Makmur di Desa Doplang. Salah satunya memproduksi bioetanol dari singkong dan 
dipasarkan sebagai pengganti bensin.
Tidak hanya bahan baku bioetanol, Budi juga merancang teknologi kompor 
sederhana berbahan bakar hemat etanol. Kompor yang banyak diminati masyarakat 
itu disingkatnya menjadi kompor ”bahenol”. Kompor berapi biru yang lebih cepat 
panas, tidak berasap, dan tidak membakar medianya.
Budi pun mengembangkan produksi bahan bakar gas metana dari biogas. Dia 
merancang albakos, singkatan dari alat biogas konsumsi sampah. Ukuran tinggi 
albakos 95 sentimeter, bagian tabung berdiameter 50 sentimeter, dan berbobot 60 
kilogram. Alat ini mampu menampung enam kilogram sampah organik kering, seperti 
ranting, dedaunan, limbah pertanian, dan limbah perkebunan.
Dengan albakos, sampah diubah menjadi gas metana untuk menyalakan kompor atau 
generator listrik berkapasitas 1.000 watt atau bisa digunakan selama sekitar 
dua jam.
Budi juga mengembangkan teknologi budidaya jamur. Suatu ketika ia dijuluki 
”Raja Polibag” karena keberhasilannya membuat komposisi isi polybag yang mampu 
meningkatkan produksi jamur tiram dan kuping secara drastis. Pesanan ribuan 
polybag siap pakai pun berdatangan setiap hari. 
Pria ini juga memproduksi cairan mikroorganisme katalis atau pemercepat proses 
pelapukan sampah organik. Ia juga mengembangkan pupuk cair organik. Tetapi, 
energi alternatif paling menarik baginya.
Alasan Budi, itu sangat relevan dengan isu perubahan iklim. Hingga yang terbaru 
atau paling akhir, pada pengujung tahun 2009 ia berhasil menginovasi elpiji 
untuk mengganti bensin sebagai bahan bakar sepeda motor.
”Entah di desa atau di kota, hampir setiap keluarga memiliki sepeda motor. 
Elpiji lebih murah dan bisa menggantikan bensin sebagai bahan bakar motor,” 
kata Budi.
Sepeda motor berbahan bakar elpiji itu sudah diuji coba di hadapan warga dan 
perangkat Desa Doplang. Elpiji terbukti mampu menjalankan mesin sepeda motor 
hingga jarak tempuh yang relatif cukup jauh. Untuk jarak sekitar 200 kilometer, 
dengan beban penumpang 60 kilogram, digunakan satu kilogram elpiji.
Tabung elpiji dengan ukuran tiga kilogram itu diikatkan pada bagian belakang 
jok motor. ”Nantinya akan lebih rapi kalau tabung itu disimpan pada boks di 
belakang jok,” ujar Budi.
Kepala Balai Besar Teknologi Energi Badan Pengkajian dan Penerapan teknologi 
(BPPT) Mohammad Oktaufik, ketika dimintai pendapat tentang temuan Budi itu, 
mengatakan, ”Secara teori itu bisa. Teknologi bahan bakar gas ini tidak 
dikembangkan sebelumnya karena kendala pada distribusi yang lebih rumit 
dibandingkan pada distribusi bahan bakar cair.”
Tak pedulikan paten
Layaknya inovator lainnya, karya Budi di Desa Doplang mendapatkan beberapa 
penghargaan. Anehnya, Budi seolah tidak peduli untuk mendapatkan hak paten bagi 
setiap karyanya. Ia menyebut dirinya sebagai inovator bocah ndeso yang tak 
mampu membiayai paten dari setiap inovasinya. 
Biaya resmi paten mungkin tidak mahal. Tetapi, untuk proses mengurusnya, 
biayanya bisa berkali-kali lipat mahalnya. Selain itu, sudah menjadi rahasia 
umum bahwa pemerintah selama ini juga relatif belum beres mengurus paten dengan 
baik dan cepat.
Maka, ia memilih berusaha menemukan hal-hal baru. Di Koperasi Serba Usaha Agro 
Makmur Desa Doplang, Budi juga mengumpulkan anak-anak muda untuk dididik usaha 
kemandirian dengan sumber daya alam dari desa. Para peserta didik setiap pagi 
diwajibkan menampung air seninya untuk pembuatan pupuk ion tersebut.
Istilah ”200 watt” dimaksudkan cairan pupuk itu mampu menjadi penghantar 
listrik yang baik. Uji cobanya dengan mengalirkan listrik melalui penghantar 
cairan pupuk ion organik itu telah berhasil menyalakan empat bola lampu yang 
jumlah keseluruhan dayanya mencapai 200 watt.
”Makin besar daya kemampuan menghantarkan listrik, pupuk ion organik makin baik 
untuk tumbuhan,” ujar Budi.
Mengapa dipilih air seni manusia? Budi berujar, manusia itu pemakan segalanya. 
Maka, nutrisi yang dikandung pasti tergolong lengkap dan paling baik. Sisa 
kandungan nutrisi terbaik itu masih bisa diperoleh melalui air seni.
Beberapa waktu lalu, sejumlah peserta didik Koperasi Serba Usaha Agro Makmur di 
Karanganyar mempraktikkan dan menunjukkan kepada Kompas keandalan Pupuk Ion 
Organik 200 Watt disertai tiga sampel pupuk cair organik bermerek lainnya. 
Pupuk Ion Organik 200 Watt dengan sempurna menyalakan empat bola lampu dengan 
kapasitas 200 watt. Adapun pupuk cair organik lainnya hanya meredupkan 
bola-bola lampu tersebut.
”Saya ini orang keturunan Tionghoa yang terbiasa hidup di kota. Tetapi, saya 
telah merasakan betul kelimpahan sumber daya di desa,” kata Budi tentang 
keputusannya berkarya di desa.
Di desa dia menemukan segalanya. ”Kalau saja pembangunan bangsa ini dimulai 
dari desa, negara ini pasti maju,” ujarnya.  [Kompas]
---------- 

Foto: Soelaiman
Butiran langkah nyata para mutiara-mutiara hitam, putih, coklat, hingga sawo 
matang masih banyak terbungkus oleh tanah pedalaman dan lumpur pedesaan. Banyak 
potensi inovasi dan inovator sebagai penggerak tenaga pembangunan lestari dan 
berkelanjutan di pedesaan, yang bisa terus digali, dipoles dan didorong untuk 
mempercepat proses kemajuan masyarakat Indonesia ke depan.
Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat. 
Best Regards, 
Retno Kintoko 
  
Alarm Gempa [ERDBEBEN Alarm] 
Sedia Bibit Ikan Patin 




 
SONETA INDONESIA <www.soneta.org>
Retno Kintoko Hp. 0818-942644
Aminta Plaza Lt. 10
Jl. TB. Simatupang Kav. 10, Jakarta Selatan
Ph. 62 21-7511402-3 
 


      

Kirim email ke