Setelah merdeka selama 65 tahun, Indonesia dinilai masih belum memiliki 
prestasi signifikan yang bisa ditorehkan. Ekonom Rizal Ramli mempertanyakan, 
mengapa rakyat Indonesia masih terpuruk dan hanya dijadikan pasar bagi 
produk-produk asing.

Rizal yakin, Indonesia mampu keluar dari keterpurukan ini. "Dari perjalanan 
sejarah negeri ini, kita tahu bangsa Indonesia adalah bangsa petarung, bukan 
bangsa tempe yang hanya hidup dengan uang segobang sehari," kata Rizal pada 
acara Renungan Kemerdekaan ke-65 RI, Jumat (13/8/2010) di Jakarta.

Kuncinya, Indonesia membutuhkan pemimpin yang pro rakyat, bukan elite politisi 
yang hanya sibuk memikirkan dirinya sendiri dan sibuk mencari untung. Dia 
mengatakan, ketika bangsa-bangsa lain berusaha keras mengambil alih 
aset-asetnya, para pemimpin bangsa malah sebaliknya.

"Di negeri ini seakan-akan sedang berlangsung perlombaan menggadaikan kekayaan 
bangsa sendiri. Sementara, apa yang didapatkan rakyat hanyalah setetes dari 
berjuta-juta kekayaan di negeri ini. Inilah negeri ironi yang dipimpin oleh 
pemimpin yang tak mampu menjawab tantangan zaman," kata Rizal.

Menurut Rizal, cita-cita perjuangan Indonesia masih jauh panggang dari api. 
Rakyat Indonesia menghadapi berbagai macam persoalan, mulai dari rendahnya 
kesejahteraan hingga rasa keadilan yang banyak tercederai. Menurutnya, 
angka-angka mengenai penurunan jumlah kemiskinan hanya manipulasi.

Ada pemimpin yang mencoba menghilangkan realita kemiskinan yang masih 
merongrong bangsa. "Oleh karenanya, rakyat membutuhkan pemimpin yang kuat, 
otentik, bukan pemimpin pesolek yang sibuk berdandan selagi rakyat berteriak 
karena kompor di dapurnya meleduk dan perutnya keroncongan kelaparan," katanya.
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

-----Original Message-----
From: "sunny" <am...@tele2.se>
Sender: CIKEAS@yahoogroups.com
Date: Sun, 15 Aug 2010 21:56:39 
To: <Undisclosed-Recipient:;><Invalid address>
Reply-To: CIKEAS@yahoogroups.com
Subject: CiKEAS> Pengamat: Teroris Incar Istana pada 17 Agustus

Refleksi  Apakah propagandista bertopeng pengamat yang menyatan teroris incar 
Istana?  Dikira umum tidak tahu bahwa yang disebut teroris adalah tidak lain 
anak-anak  panti asuhan kaum rezim berkuasa, mana mau mereka mengigit tangan 
yang memberi makan. Hanya anak kecil yang belum sekolah akan percaya kepada  
sendiwara fantasi  berdramakan bumbu teroris tabung gas. Hehehehe
     
     

http://www.lampungpost.com/aktual/berita.php?id=19283

      Minggu, 15 Agustus 2010 
     
      UTAMA 
     
     
     
Pengamat: Teroris Incar Istana pada 17 Agustus



      JAKARTA (LampostOnline): Dugaan aksi gerakan terorisme di Indonesia akan 
melancarkan serangan pada Peringatan Kemerdekaan 17 Agustus mendatang, terutama 
dengan tertangkapnya para pelaku termasuk Abu Bakar Ba'asyir perlu dibuktikan. 

      Namun, menurut pengamat intelijen Wawan H Purwanto, data soal terget 
ancaman itu sudah ada sejak tahun 2003 hingga 2007 silam.

      "Ancaman pada 17 Agustus dari data-data memang ada. Sejak peristiwa 
penggerebekan teroris di Jatiasih, Bekasi tahun lalu itu sudah ada. Terutama 
dari keterangan para pelaku yang tertangkap. Saya sendiri pernah bilang pada 
tahun 2003-2004, nantinya mereka akan melakukan ancaman terhadap aparat 
keamanan dan pejabat di Indonesia," kata Wawan kepada wartawan di RM Handayani, 
Jl Matraman Raya, Jakarta Timur, Minggu (15-8).

      Bahkan, lanjut Wawan, pada tahun 2007 silam Syamsir Siregar saat menjabat 
sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (KaBIN) pernah menyatakan ancaman teroris 
akan bergeser dengan target para pejabat negara. 

      "Tapi saat itu banyak orang mencibirkannya. Tapi, setelah ini semua 
terbukti dan ada data- data ancaman ke arah sana, orang baru ngeh itu benar. 
Tentunya itu bukan mendadak, itu melalui proses yang panjang," ungkapnya.

      Wawan menilai wajar bila teror mengincar Istana Negara, karena memang 
tempat berkumpul pejabat dan tamu negara penting. 

      "Tentunya pengamanan akan dilakukan secara berlapis untuk menjamin 
keamanan para tamu. Keamanan akan menjaga kredibilitas agar citra Indonesia tak 
merosot di mata dunia," tegasnya.

      Wawan juga mengatakan, sudah lama kalau RI Satu atau Presiden selalu 
menjadi target operasi para teroris. "Kalau jadi target, RI Satu sudah lama 
jadi target. Tapi kalau dahulu disebutkan ada incaran di pipinya, itu merupakan 
salah satu ancaman yang dibuka, tapi ada ancaman lainnya yang tidak dibuka," 
imbuhnya.

      Wawan juga menambahkan, dalam penanganan terorisme di Indonesia harus 
melibatkan semua pihak, seperti masyarakat, Kementerian Agama, Kementerian 
Sosial, Kementerian Koordinasi Kesra, Majelis Ulama Indonesia (MUI) selain 
aparat keamanan dan intelijen. 

      "Kita ingin ini semakin aktif melakukan upaya-upaya meredakan ketegangan 
ini. Kalau hanya penindakan itu hanya parsial saja, prosesnya tak segampang 
yang dipikirkan," ujarnya.

      Apalagi, lanjut Wawan, banyak eks teroris yang menjalani hukuman di 
penjara bebas tapi tak jelas rimbanya. "Kalau yang tua-tua masih bisa diajak 
kumpul dan berbisnis. Tapi yang muda sulit, jadi perlu langkah yang lebih 
instens, karena sifatnya lebih eklusif, mereka harus dirangkul dan mendapatkan 
kepercayaan dari masyarakat. Jadi penanganannya jangan seperti pemadam 
kebakaran," tegasnya.DTC/L
     





Kirim email ke