http://www.indonesiamedia.com/2010/08/22/sby-diam-diam-menghancurkan-%E2%80%A6/

SBY, Diam-diam Menghancurkan ..
Posted on August 22 2010 by Daniel H.T./IM 
     
     


Kritikan kepada Presiden SBY yang doyan berkeluh-kesah kepada rakyatnya, 
seperti yang terakhir berkeluh-kesah, curhat kepada rakyat karena dirinya 
direncanakan sebagai sasaran teroris, ditanggapi oleh Wakil Ketua Dewan 
Pembinaan Partai Demokrat Marzuki Alie, seusai rapat pimpinan di Gedung DPR, 
Selasa, 10/08/2010. Kata Marzuki, keluh-kesah Presiden SBY tidak ada salahnya. 
Sah-sah saja, karena keluh-kesah SBY itu tidak meyakiti orang lain.Kata dia, 
sikap Presiden SBY ini jauh lebih baik, daripada diam-diam menghanyutkan.

Ada presiden terdahulu, yang kelihatannya diam, senyum-senyum, tetapi di balik 
itu dia memerintahkan untuk menangkap, menghilangkan, dan bahkan membunuh. "Ada 
orang yang emosional begitu diancam dia balik membunuh, apa kita mau punya 
presiden begitu. Begitu dia diancam dia membunuh. Yang jelas apa yang 
disampaikan presiden itu terkait ancaman keamanan, dan (kalau menyangkut 
keamanan) semua harus tahu, harus sadar," demikian Marzuki seperti diberitakan 
detik.com, 10/08/2010.

Tanggapan saya:

Siapa bilang, keluh-kesah Presiden SBY tidak menyakiti? Menyakiti secara 
langsung fisik memang tidak. Apalagi sampai berpikir terlalu jauh dengan 
mengibaratkan apakah mau punya presiden pembunuh para pengkritiknya. Pikiran 
yang terlalu jauh melenceng dari substansi kritikan. Kalau punya presiden 
seperti itu, bukan lagi kritikan yang harus diterimanya, tetapi mutlak harus 
diturunkan secara paksa dan diadili secara hukum dengan hukuman 
seberat-beratnya.

Keluh-kesah presiden tidak ada salahnya, kalau seandainya nasib rakyatnya 
terlebih dahulu telah benar-benar diperhatikan sepenuhnya.

Faktanya? Sudah lebih dari empat tahun berlalu, puluhan ribu korban lumpur 
Lapindo yang masih terus menderita tanpa kepastian, dan musnah/rusaknya 
infrastruktur-infrastruktur vital negara, anggaran negara yang tersedot sampai 
triliunan rupiah, kerugian ekonomi khususnya Jawa Timur yang mencapai ratusan 
miliar per hari, dan seterusnya  akibat dari lumpur Lapindo.

Hanya di awal-awalnya saja SBY kelihatan seolah-olah menaruh perhatian, bahkan 
menyumbang air matanya di depan korban lumpur Lapindo, dan sempat melontarkan 
gertakan sambalnya dengan dua kali ultimatum yang sama sekali tidak digubris 
kubu Bakrie, setelah itu diam seribu bahasa. Bahkan di dalam diamnya itu justru 
demi kepentingan politiknya berkoloborasi dengan kubu Bakrie, dan membebankan 
negara atas kerugian yang ditimbulkan yang seharusnya ditanggung oleh kubu 
Bakrie.

Setelah itu SBY tidak pernah lagi bersuara, diam sejuta bahasa. Tidak ada lagi 
aksinya sama sekali, seperti sedang di bawah kontrol kubu Bakrie.. Diamnya SBY 
jelas sangat menyakiti hati para korban lumpur Lapindo. Juga rakyat Jawa Timur 
pada umumnya.

Gas elpiji meledak di mana-mana,  hampir tak ada bedanya dengan bom teroris. 
Menghancurkan puluhan rumah, menewaskan beberapa orang, berbulan-bulan sudah. 
Di manakah suara, apalagi tindakan nyata dari SBY? SBY "hanya" diancam teroris. 
Tetapi rakyat sudah diserang "teroris" dengan ledakan-ledakan elpiji itu.

Umat agama minoritas SUDAH   ratusan kali diteror dengan cara yang begitu 
brutal dan terang-terangan. Sudah ratusan rumah ibadahnya ditutup paksa dan 
dirusak. Bahkan mereka yang sedang menjalani ibadahpun bisa dengan leluasa di 
depan hidung aparat kepolisian dibubarkan dan dianiaya secara fisik sampai 
terluka. Di manakah suara, apalagi tindakan nyata dari SBY? (Lebih jauh tentang 
ini, silakan baca tulisan saya di: 
http://hankam.kompasiana.com/2010/08/09/simpatisan-fpi-di-pemerintahan/

Persoalan byar-pet listrik, dan harga barang-barang terus mendaki, terutama 
sembako, sampai tingkat yang melebihi kemampuan daya beli rakyat kecil. Tetapi 
dengan entengnya Presiden SBY berkomentar: "Kenaikan harga itu wajar." 
Seolah-olah, kalau harganya tetap, atau malah turun, maka itu adalah seuatuyang 
tidak wajar. Rakyat kecil menjerit dengan kenaikan tersebut. Tetapi presidennya 
malah seperti mengejek berkata, kenaikan harga itu masih wajar.

Korupsi yang semakin merajalela, mulai dari Pusat sampai ke daerah-daerah. 
Bahkan korupsi di daerah-daerah semakin menukik tajam sebagai akibat dari 
kebijakan pemekaran wilayah yang ambur-adul, dan seterusnya. Di manakah suara, 
apalagi tindakan nyata dari SBY? Di tengah-tengah tekanan yang bertubi-tubi 
itu, kita hampir tidak pernah mendengar rakyat yang menjadi korban itu sampai 
berkeluh-kesah seperti SBY yang rajin curhat tersebut kepada rakyatnya yang 
sedang susah karena dia terlalu banyak diam.

Siapa rakyat yang tidak sakit hati, melihat fenomena ini? Rakyat tersakit-sakit 
didera dengan beraneka persoalan seperti yang saya sebutkan di atas yang 
seharusnya SBY sebagai presiden menjadi orang pertama yang bertindak tegas, 
sebagai penyagom rakyat, malah diam seribu bahasa. Seolah-olah membiarkan dan 
merestui semua itu terjadi. Namun begitu dirinya sendiri terdengar hendak 
dijadikan sasaran, entah itu sasaran kritik, atau sasaran serangan fisik 
(teroris), SBY langsung seperti spontan curhat, berkeluh-kesah kepada rakyatnya 
yang sudah entah berapa kali dan berapa lama menjadi korban ketidakadiland dari 
pemerintahannya.

Kalau presidennya tidak perduli dengan nasib rakyatnya, jangan salahkan 
rakyatnya kalau tidak perduli juga dengan keluh-kesahnya. Kalau sudah begini, 
masih adakah eksistensi NKRI? Benar, kata Marzuki, bahwa SBY, bukan presiden 
yang diam-diam menghanyutkan, tetapi presiden yang diam-diam menghancurkan. 
Menghancurkan tatanan kehidupan berbudaya, kehidupan beragama, kehidupan sosial 
dan ekonomi rakyat, dan seterusnya.

This post was submitted by Daniel H.T./IM.




Kirim email ke