Refleksi : Udah jangan omong gde, tunjukkanlah bintang-bintangmu nan perkasa. 
     



http://us.detiknews.com/read/2010/09/02/232041/1434017/158/negara-serumpun-sudah-basi-malaysia-perlu-shock-therapy

Kamis, 02/09/2010 23:20 WIB

Pidato SBY Soal Malaysia
Negara Serumpun Sudah Basi, Malaysia Perlu Shock Therapy
Nograhany Widhi K - detikNews




Jakarta - Dalam pidatonya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) membawa 
latar belakang sejarah hubungan antara Indonesia-Malaysia. Hubungan 
persahabatan bak kakak-adik, atau negara serumpun itu dinilai basi. Malaysia 
butuh shock therapy setelah berkali-kali 'ngelunjak'.

"Penekanan saya di sini, kita tidak usah gunakan kata tetangga serumpun karena 
dalam konteks Indonesia-Malaysia tidak menjamin hubungan itu baik-baik saja. 
Adanya apologi ketika ada konflik, hubungan kakak-beradik tapi kadang 
berkelahi, rasanya sudah basi, sebaiknya kita lupakan saja kata itu," ujar 
Kepala Bidang Perkembangan Politik Internasional Lembaga Ilmu Pengetahuan 
Indonesia (LIPI) Dra Awani Irawati, MA.

Malaysia, menurutnya, membutuhkan terapi kejut ketegasan Indonesia atas 
pelanggaran yang dilakukannya.

Berikut petikan wawancara Awani saat berbincang dengan detikcom, Kamis 
(2/9/2010).

Bagaimana tentang pidato SBY kemarin? Apakah kurang menunjukkan adanya 
ketegasan terhadap Malaysia?

Seperti yang telah diduga bahwa pidatonya itu normatif, menghindari adanya 
sikap konfrorntatif terhadap Malaysia. Saya kira secara keseluruhan 
pemerintahan SBY melakukan penyelesaian in accordial manner, penyelesaian 
berdasarkan sesuatu kalau bisa diredam.

Penekanan saya di sini kita tidak usah menggunakan kata tetangga serumpun, 
dalam konteks Indonesia-Malaysia tidak menjamin hubungan itu baik-baik saja. 
Adanya apologi karena ada konflik, hubungan kakak-beradik kadang berkelahi, 
rasanya sudah basi, sebaiknya kita lupakan saja kata itu

Kenapa? Karena ini menggiring Indonesia pada kondisi semuanya bisa diselesaikan 
secara kekeluargaan. Tidak ada ketegasan seperti sikap dari Malaysia yang 
menyulut emosi rakyat Indonesia. Pidato Presiden general, saya yakin tidak 
meredam tingkat emosional masyarakat yang begitu tinggi.

Disebutkan sejarah hubungan kedua negara ini menjadi pilar penting. Masalah ini 
bukan ASEAN, ini bilateral. Kalau dikaitkan ASEAN, sebaiknya dikembalikan 
kepada piagam ASEAN, ASEAN High Council, mekanisme yang dibentuk untuk 
selesaikan masalah anggota ASEAN, tapi nyatanya tidak pernah digunakan. Kembali 
ke konteks pidato Presiden, tidak ada katakanlah sesuatu yang menggigit, 
agresif.

Bagaimana seharusnya ketegasan itu ditunjukkan? Apakah harus dengan perang?

Saya setuju berikan terapi shock kepada Malaysia. Seperti kasus 
Sipadan-Ligitan, itu dulu tingkat Soeharto dengan Mahathir, diselesaikan di ICJ 
(International Court Justice). Flashback sedikit tentang konflik perbatasan 
yang dihadapi Malaysia diselesaikan di tingkat ASEAN sebagian besar 
negara-negara ASEAN memiliki masalah serupa dengan Malaysia, kecuali Laos, 
karena Laos kan landlock state yang tidak memiliki garis pantai.

Padahal kalau di dalam penyelesaian ASEAN High Council minimal 5 negara anggota 
yang berikan penilaian, sementara itu mereka memiliki masalah serupa. Makanya 
kenapa akhirnya diselesaikan di ICJ. Dalam Sipadan-Ligitan hanya minta 
kepastian tentang kepemilikan, bukan penentuan perbatasan.

Ketegasan kan tidak harus perang secara fisik, bisa perang diplomasi. Tidak 
hanya kirimkan nota yang dalam kasus Ambalat lebih 30 nota dikirimkan ke 
Malaysia namun tidak digubris, akhirnya kembali ke meja perundingan dan 
masalahnya ngambang. Oleh karena itu, Malaysia harus diberikan sedikit shock 
therapy di masalah Ambalat itu, dari situ saja sudah kelihatan. Memang wacana 
di grass root ingin perang, tapi kan perang tidak selalu fisik.

Seperti menarik TKI. Ditarik saja, 1,5 juta TKI ambruk perekonomian Malaysia, 
seperti saat ada eksodus TKI tahun 2004. Kita melihat pada waktu itu betapa 
pembangunan ekonomi di Malaysia jadi stag sehingga ada permintaan resmi TKI 
ilegal agar segera memproses perlengkapan dokumen legal dan bisa dikirim 
kembali ke Malaysia. Kita lihat dulu pembangunan perkebunan sawit tidak ada 
pekerjanya, bangunan-bangunan juga, karena penduduk Malaysia itu sedikit. 

Kalau mempersona non grata-kan (mengusir) dan menarik Duta Besar?

Bisa jadi. Kita pernah menarik dubes kita di Australia daripada perang fisik. 
Saya kira perlu diberi therapy shock buat Malaysia. Kita selama ini kesannya 
dipermainkan, kekuatan pertahanan kita masih di bawah mereka, banyak perbatasan 
kita masih terbuka, bisa dimanfaatkan sumber daya alam kita, seperti sawit dan 
illegal logging banyak.

Bagaimana dengan alasan Malaysia yang selalu ulur pembahasan perbatasan dengan 
RI, karena belum selesai dengan Singapura?

Daerah barat perbatasan RI yang berbatasan dengan Malaysia dan Singapura yang 
belum selesai itu di wilayah Natuna. Kalau menurut kita Malaysia sudah berada 
di wilayah kita, ya kita harus yakin dan pertahankan mati-matian.

Bayangkan Malaysia mampu buat peta sepihak tahun 1979 bisa memuat peta 
memasukkan wilayah Ambalat adalah wilayah dia, kenapa tidak bisa meyakinkan 
bahwa Malaysia sudah masuk pada wilayah kita. Kenapa kita tidak bisa 
mengcounter dengan mengirimkan nota protes?

Kenapa diplomasi kita lemah?

Para diplomat kita sebenarnya ulung, namun kembali pada kepemimpinan kita. 
Kepemimpinan normatif, segala sesuatunya bisa diselesaikan secara menghindari 
konflik fisik, tidak tegas, orang akhirnya mengacu pada Soekarno. Padahal 
masalah kedaulatan harus lebih bersifat tegas.

Apakah pengawasan militer kita di perbatasan kurang dan kekuatan militer kita 
kalah dibanding Malaysia sehingga Pemerintah keder dan tidak tegas?

Sangat kurang (pengawasan). Tapi tentara kita di perbatasana dengan 
keterbatasan peralatan mampu hidup survive di hutan, lebih kuat hadapi 
tantangan alam ketimbang Polisi Diraja Malaysia di perbatasan yang logistiknya 
didrop. Tak hanya tentara, kalau misalnya ada perang, rakyat kita juga banyak 
dan nasionalis.

Apakah anggaran pertahanan kita perlu ditingkatkan? Berapa persen idealnya 
anggaran pertahanan dari APBN?

Anggaran pertahanan kita memang harus ditingkatkan. Kalau sudah ada semangat 
tapi peralatan tidak mendukung kan celaka. Dulu dengan bambu runcing aja kita 
bisa menang.

Idealnya, anggaran pertahanan maksimal 20 persen, sama dengan pendidikan. Itu 
untuk membeli peralatan karena sudah tua semua. Kita nggak punya kapal induk, 
kalau lihat di wilayah begitu luas, begitu terbukanya.

(nwk/mok) 



Kirim email ke