http://www.sinarharapan.co.id/cetak/berita/read/dewan-kepausan-bersama-mengatasi-kekerasan/
Selasa, 07 September 2010 13:22 Idul Fitri 1431 H Dewan Kepausan: Bersama Mengatasi Kekerasan OLEH: RM BENNY SUSETYO Setiap tahun, dalam kesempatan-kesempatan penting keagamaan, Dewan Kepausan untuk Dialog Antaragama mengeluarkan pesan khusus. Pada Hari Raya Idul Fitri tahun ini, Dewan Kepausan mengeluarkan pesan yang menyuarakan kerja sama dalam mengatasi kekerasan di antara para penganut agama yang berbeda. Tema tahun ini yang diusulkan oleh Dewan Kepausan adalah "Christians and Muslims: Together in overcoming violence among followers of different religions (Umat Kristen dan Kaum Muslim: Bersama mengatasi kekerasan di kalangan penganut agama yang berbeda)." Sesungguhnya ini merupakan hal yang mendesak, setidaknya di sejumlah kawasan di dunia. Dalam Joint Committee for Dialogue (Komisi Bersama untuk Dialog) yang dibentuk Dewan Kepausan dan al-Azhar Permanent Committee for Dialogue among the Monotheistic Religions (Komisi Tetap al-Azhar untuk Dialog di antara Agama-agama Monoteis) juga sudah memilih pokok ini sebagai bahan studi, refleksi, dan pertukaran dalam pertemuan tahunan terakhir mereka (Kairo, 23-24 Februari 2010). Izinkanlah saya berbagi dengan Anda beberapa kesimpulan yang dikeluarkan pada akhir pertemuan ini. Ada banyak penyebab kekerasan di kalangan penganut agama, antara lain manipulasi agama untuk tujuan politis atau tujuan-tujuan lainnya; diskriminasi berlandaskan etnis atau agama; perpecahan, dan tegangan sosial. Kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan pembangunan juga, langsung maupun tak langsung, turut menyebabkan kekerasan dalam komunitas-komunitas agama. Semoga para pemimpin agama dan penguasa sipil turut membenahi semua situasi ini demi kepentingan bersama seluruh masyarakat! Semoga penguasa sipil menegakkan hukum dengan memastikan adanya keadilan yang sesungguhnya guna menghentikan tindakan para pelaku dan pendukung kekerasan! Dalam bahan yang telah disebut di atas, juga ada rekomendasi-rekomendasi penting: membuka hati untuk saling mengampuni dan berdamai, demi hidup bersama yang damai dan berguna; mengakui apa yang sama dan menghormati apa yang berbeda di antara kita, sebagai landasan untuk dialog budaya. Selain itu, juga diperlukan untuk mengakui dan menghormati martabat, serta hak setiap manusia tanpa bias etnis atau agama apa pun; pentingnya memberlakukan undang-undang yang adil yang menjamin kesetaraan fundamental semua orang; menekankan kembali kepentingan pendidikan demi terciptanya penghormatan, dialog, dan persaudaraan dalam pelbagai ranah pendidikan: baik di rumah, sekolah, gereja, dan masjid. Dengan demikian, kita akan mampu melawan kekerasan di antara para pemeluk agama dan mempromosikan perdamaian dan kerukunan di antara berbagai komunitas agama. Ajaran para pemimpin agama, baik dalam buku-buku pelajaran yang memaparkan agama secara objektif, serta ajaran-ajaran lain pada umumnya, memiliki dampak yang menentukan dalam pendidikan dan pembentukan generasi muda. Kesalehan Sosial Dialog yang menciptakan kebersaman untuk mengatasi kekerasan harus bisa terwujud. Dialog antaragama tidak boleh berhenti sebatas formalitas belaka. Pembumian makna dialog ini berarti menepis hal-hal yang berbau ritual dan formal, tetapi lebih menjunjung tinggi aspek semangat dan rohnya. Lebih jauh lagi, pembumian makna dialog juga berarti bagaimana masyarakat bawah menerima cahaya kedamaian ini guna menjalankan kehidupan dalam suasana yang tenang tanpa ketakutan dan kecemasan. Yang perlu mendapat prioritas adalah bagaimana membangun kesadaran dalam beragama. Keberagamaan kita mestinya tidak sekadar berwajah kesalehan individual, tetapi juga kesalehan sosial. Kesalehan sosial, selain bermakna kepedulian di bidang ekonomi, juga kepedulian untuk tidak menghardik umat agama lain. Jika agama kita berwajah seperti itu, wajah agama kita amat manusiawi, sebab orientasinya tidak egoistik, tetapi mengandung relasi dengan sesama, bahkan altruistik. Jika demikian, tiap ibadat pun lebih dilandasi sikap hati yang tulus untuk memberi penghargaan terhadap martabat kemanusiaan. Mempersembahkan korban bukan hal utama dalam agama, tetapi pemihakan pada nilai-nilai kemanusiaan, itulah yang dipentingkan. Tugas umat beriman adalah menyucikan dunia dengan menegakkan kemanusiaan manusia dan keadilan yang bermoral. Keberagamaannya bukan untuk kepentingan yang egostik, tetapi sebaliknya altruistik. Romo Mangunwijaya (alm) mengatakan, orang yang memiliki religiositas itu tidak memikirkan diri sendiri, tetapi justru memberikan diri untuk keselamatan orang lain. Iman harus menghasilkan buah kebaikan, perdamaian, keadilan, dan kesejahteraan. Intinya, beragama secara benar adalah bila kita mampu mengendalikan organ tubuh kita sendiri untuk tidak memuaskan diri sendiri. Upaya menciptakan toleransi dan kerukunan antarumat beragama sering kali terhalang karena yang ditonjolkan dalam diri setiap agama bukanlah persamaannya, melainkan perbedaannya. Sudah dipahami bahwa agama satu berbeda dengan lainnya, namun jarang dipahami bahwa salah satu cara baik untuk terus-menerus memperbaiki kehidupan beragama dalam bingkai pluralitas adalah memperbesar dan menonjolkan aspek persamaan yang ada. Sikap keberagamaan umat sangat tergantung dari sejauh mana umat dewasa melihat perbedaan sebagai potensi perdamaian, bukan potensi konflik. Perbedaan adalah keniscayaan yang alamiah, dan karena itulah dimengerti sebagai bekal untuk memupuk rasa persaudaraan dan kemanusiaan. Semoga Idul Fitri mempererat persaudaraan antarumat beragama antara umat Islam dan Kristen dalam mewujudkan kesejahteran. Semoga kita semua terpanggil untuk mewujudkan nilai-nilai agama dalam memperjuangkan kemanusian, keadilan, kebersamaan, kejujuran. Demi tegaknya empat pilar ini, saatnya umat beragama terlibat dalam upaya perdamaian sejati. Hanya dengan budaya damai dunia akan lebih memberi harapan terhadap terciptanya keadaban publik yang mengedepankan nilai-nilai tersebut dalam cara berpikir, bertindak, berelasi antarumat berbeda keyakinan tetapi satu iman dalam kemuliaan Tuhan untuk mengasihi sesamanya. Penulis adalah Sekretaris Komisi HAK KWI.