Dari:        "Herik Sugeru" <[EMAIL PROTECTED]>
Tanggal:     Kam, 14 Pebruari 2008, 16:12

Memang, di saat situasi dan kondisi yang serba sulit seperti sekarang ini,
terkadang kita sulit untuk berbuat bijak, lebih bersabar dan menahan diri.
Semua ingin serba cepat, segera sukses, ingin agar ide-idenya/kemauannya
diterima oleh orang lain. Semua merasa benar dan yang lain salah. Di
sinilah seseorang akan menjadi sangat sensitif.

Tapi di sisi lain, bahwa manusia juga tak luput dari salah. Manusia tetap
jauh dari kesempurnaan. Sehingga wajar jika terkadang mereka menjadi
sensitif dan mudah tersinggung. Terlebih di saat mereka terbelit dengan
masalah yang bertubi-tubi dan tak kunjung selesai. Maka di sinilah manfaat
dari saling menasehati dan mengingatkan. Menasehati dan mengingatkan untuk
saling bersabar, tidak mudah tersinggung, dan saling membantu satu sama
lain, berbagi satu dengan yang lainnya.

Terkadang bibir dan lidahpun harus dibelenggu agar tidak "Nrocos"
sembarangan. Karena lidah bisa lebih tajam dari sebilah pedang. Kalau
pedang melukai tubuh, maka lidah dapat melukai hati seseorang. Maka sudah
seharusnyalah bagi kita untuk berhati-hati dalam berbicara dan bersikap
agar tidak menyinggung orang lain.

Terima kasih, Mbak Frederika. Ini menjadi pelajaran berharga buat saya.
Semoga saya bisa menjadi orang yang tidak mudah tersinggung tetapi juga
tidak senang menyinggung orang lain.  ^_^

----- Original Message ----
From: Frederika <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Tuesday, February 12, 2008 6:52:03 PM
Subject: BELAJARLAH Meredam Rasa Tersinggung

Jika Anda Mudah Tersinggung - BELAJARLAH Meredam Rasa Tersinggung

Salah satu hal yang sering membuat energi kita terkuras adalah timbulnya
rasa ketersinggungan diri. Munculnya perasaan ini sering disebabkan oleh
ketidaktahanan kita terhadap sikap orang lain.

Ketika tersinggung, minimal kita akan sibuk membela diri dan selanjutnya
akan memikirkan kejelekan orang lain. Hal yang paling membahayakan dari
ketersinggungan adalah habisnya waktu kita menjadi buah roh.

Efek yang biasa ditimbulkan oleh rasa tersinggung adalah kemarahan. Jika
kita marah, kata-kata jadi tidak terkendali, stress meningkat, dan
lainnya.
Karena itu, kegigihan kita untuk tidak tersinggung menjadi suatu
keharusan.

Apa yang menyebabkan orang tersinggung? Ketersinggungan seseorang timbul
karena menilai dirinya lebih dari kenyataan, merasa pintar, berjasa,
baik,
tampan, dan merasa sukses.

Setiap kali kita menilai diri lebih dari kenyataan bila ada yang menilai
kita kurang sedikit saja akan langsung tersinggung. Peluang tersinggung
akan terbuka jika kita salah dalam menilai diri sendiri. Karena itu, ada
sesuatu yang harus kita perbaiki, yaitu proporsional menilai diri.

Teknik pertama agar kita tidak mudah tersinggung adalah tidak menilai
lebih
kepada diri kita. Misalnya, jangan banyak mengingat-ingat bahwa saya
telah
berjasa, saya seorang guru, saya seorang pemimpin, saya ini orang yang
sudah berbuat. Semakin banyak kita mengaku-ngaku tentang diri kita, akan
membuat kita makin tersinggung.

Ada beberapa cara yang cukup efektif untuk meredam ketersinggungan

Pertama, belajar melupakan.

Jika kita seorang sarjana maka lupakanlah kesarjanaan kita. Jika kita
seorang direktur lupakanlah jabatan itu. Jika kita pemuka agama lupakan
kepemuka agamaan kita. Jika kita seorang pimpinan lupakanlah hal itu,
dan
seterusnya. Anggap semuanya ini berkat dari Allah agar kita tidak tamak
terhadap penghargaan. Kita harus melatih diri untuk merasa sekadar hamba
Allah yang tidak memiliki apa-apa kecuali berkat ilmu yang dipercikkan
oleh
Allah sedikit. Kita lebih banyak tidak tahu. Kita tidak mempunyai harta
sedikit pun kecuali sepercik titipan berkat dari Allah. Kita tidak
mempunyai jabatan ataupun kedudukan sedikit pun kecuali sepercik yang
Allah
telah berikan dan dipertanggung jawabkan. Dengan sikap seperti ini hidup
kita akan lebih ringan. Semakin kita ingin dihargai, dipuji, dan
dihormati,
akan kian sering kita sakit hati.

Kedua, kita harus melihat bahwa apa pun yang dilakukan orang kepada kita
akan bermanfaat jika kita dapat menyikapinya dengan tepat.

Kita tidak akan pernah rugi dengan perilaku orang kepada kita, jika bisa
menyikapinya dengan tepat. Kita akan merugi apabila salah menyikapi
kejadian dan sebenarnya kita tidak bisa memaksa orang lain berbuat
sesuai
dengan keinginan kita. Yang bisa kita lakukan adalah memaksa diri
sendiri
menyikapi orang lain dengan sikap terbaik kita. Apa pun perkataan orang
lain kepada kita, tentu itu terjadi dengan izin Allah. Anggap saja ini
episode atau ujian yang harus kita alami untuk menguji keimanan kita.

Ketiga, kita harus berempati.

Yaitu, mulai melihat sesuatu tidak dari sisi kita. Perhatikan kisah
seseorang yang tengah menu ntun gajah dari depan dan seorang lagi
mengikutinya di belakang Gajah tersebut.

Yang di depan berkata, "Oh indah nian pemandangan sepanjang hari".
Kontan
ia didorong dan dilempar dari belakang karena dianggap menyindir. Sebab,
sepanjang perjalanan, orang yang di belakang hanya melihat pantat gajah.

Karena itu, kita harus belajar berempati. Jika tidak ingin mudah
tersinggung cari seribu satu alasan untuk bisa memaklumi orang lain.
Namun
yang harus diingat, berbagai alasan yang kita buat semata-mata untuk
memaklumi, bukan untuk membenarkan kesalahan, sehingga kita dapat
mengendalikan diri.

Keempat, jadikan penghinaan orang lain kepada kita sebagai ladang
peningkatan kwalitas diri dan kesempatan untuk mempraktekkan buah - buah
roh Yaitu, dengan memaafkan orang yang menyakiti dan membalasnya dengan
kebaikan.

Memang, di saat situasi dan kondisi yang serba sulit seperti sekarang ini, terkadang kita sulit untuk berbuat bijak, lebih bersabar dan menahan diri. Semua ingin serba cepat, segera sukses, ingin agar ide-idenya/kemauannya diterima oleh orang lain. Semua merasa benar dan yang lain salah. Di sinilah seseorang akan menjadi sangat sensitif.

Tapi di sisi lain, bahwa manusia juga tak luput dari salah. Manusia tetap jauh dari kesempurnaan. Sehingga wajar jika terkadang mereka menjadi sensitif dan mudah tersinggung. Terlebih di saat mereka terbelit dengan masalah yang bertubi-tubi dan tak kunjung selesai. Maka di sinilah manfaat dari saling menasehati dan mengingatkan. Menasehati dan mengingatkan untuk saling bersabar, tidak mudah tersinggung, dan saling membantu satu sama lain, berbagi satu dengan yang lainnya.

Terkadang bibir dan lidahpun harus dibelenggu agar tidak "Nrocos" sembarangan. Karena lidah bisa lebih tajam dari sebilah pedang. Kalau pedang melukai tubuh, maka lidah dapat melukai hati seseorang. Maka sudah seharusnyalah bagi kita untuk berhati-hati dalam berbicara dan bersikap agar tidak menyinggung orang lain.

Terima kasih, Mbak Frederika. Ini menjadi pelajaran berharga buat saya. Semoga saya bisa menjadi orang yang tidak mudah tersinggung tetapi juga tidak senang menyinggung orang lain. ^_^

Buat Pak Richard : Ii desu. Indonesia jin wa sou iu yasashii Richard-San de ganbareba seiko ni naru to omoimasu. Hontou ni arigatou gozaimasu. Ganbaritai to omoimasu.

____________________
Sekolah bahasa Jepang http://PandanCollege.com/ 0361-255-225

----- Original Message ----
From: Frederika <[EMAIL PROTECTED].co.id>
To: Kerja-Di-Jepang@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, February 12, 2008 6:52:03 PM
Subject: [Kerja-Di-Jepang] OOT : BELAJARLAH Meredam Rasa Tersinggung

Jika Anda Mudah Tersinggung - BELAJARLAH Meredam Rasa Tersinggung

Salah satu hal yang sering membuat energi kita terkuras adalah timbulnya
rasa ketersinggungan diri. Munculnya perasaan ini sering disebabkan oleh
ketidaktahanan kita terhadap sikap orang lain.

Ketika tersinggung, minimal kita akan sibuk membela diri dan selanjutnya
akan memikirkan kejelekan orang lain. Hal yang paling membahayakan dari
ketersinggungan adalah habisnya waktu kita menjadi buah roh.

Efek yang biasa ditimbulkan oleh rasa tersinggung adalah kemarahan. Jika
kita marah, kata-kata jadi tidak terkendali, stress meningkat, dan
lainnya.
Karena itu, kegigihan kita untuk tidak tersinggung menjadi suatu
keharusan.

Apa yang menyebabkan orang tersinggung? Ketersinggungan seseorang timbul
karena menilai dirinya lebih dari kenyataan, merasa pintar, berjasa,
baik,
tampan, dan merasa sukses.

Setiap kali kita menilai diri lebih dari kenyataan bila ada yang menilai
kita kurang sedikit saja akan langsung tersinggung. Peluang tersinggung
akan terbuka jika kita salah dalam menilai diri sendiri. Karena itu, ada
sesuatu yang harus kita perbaiki, yaitu proporsional menilai diri.

Teknik pertama agar kita tidak mudah tersinggung adalah tidak menilai
lebih
kepada diri kita. Misalnya, jangan banyak mengingat-ingat bahwa saya
telah
berjasa, saya seorang guru, saya seorang pemimpin, saya ini orang yang
sudah berbuat. Semakin banyak kita mengaku-ngaku tentang diri kita, akan
membuat kita makin tersinggung.

Ada beberapa cara yang cukup efektif untuk meredam ketersinggungan

Pertama, belajar melupakan.

Jika kita seorang sarjana maka lupakanlah kesarjanaan kita. Jika kita
seorang direktur lupakanlah jabatan itu. Jika kita pemuka agama lupakan
kepemuka agamaan kita. Jika kita seorang pimpinan lupakanlah hal itu,
dan
seterusnya. Anggap semuanya ini berkat dari Allah agar kita tidak tamak
terhadap penghargaan. Kita harus melatih diri untuk merasa sekadar hamba
Allah yang tidak memiliki apa-apa kecuali berkat ilmu yang dipercikkan
oleh
Allah sedikit. Kita lebih banyak tidak tahu. Kita tidak mempunyai harta
sedikit pun kecuali sepercik titipan berkat dari Allah. Kita tidak
mempunyai jabatan ataupun kedudukan sedikit pun kecuali sepercik yang
Allah
telah berikan dan dipertanggung jawabkan. Dengan sikap seperti ini hidup
kita akan lebih ringan. Semakin kita ingin dihargai, dipuji, dan
dihormati,
akan kian sering kita sakit hati.

Kedua, kita harus melihat bahwa apa pun yang dilakukan orang kepada kita
akan bermanfaat jika kita dapat menyikapinya dengan tepat.

Kita tidak akan pernah rugi dengan perilaku orang kepada kita, jika bisa
menyikapinya dengan tepat. Kita akan merugi apabila salah menyikapi
kejadian dan sebenarnya kita tidak bisa memaksa orang lain berbuat
sesuai
dengan keinginan kita. Yang bisa kita lakukan adalah memaksa diri
sendiri
menyikapi orang lain dengan sikap terbaik kita. Apa pun perkataan orang
lain kepada kita, tentu itu terjadi dengan izin Allah. Anggap saja ini
episode atau ujian yang harus kita alami untuk menguji keimanan kita.

Ketiga, kita harus berempati.

Yaitu, mulai melihat sesuatu tidak dari sisi kita. Perhatikan kisah
seseorang yang tengah menu ntun gajah dari depan dan seorang lagi
mengikutinya di belakang Gajah tersebut.

Yang di depan berkata, "Oh indah nian pemandangan sepanjang hari".
Kontan
ia didorong dan dilempar dari belakang karena dianggap menyindir. Sebab,
sepanjang perjalanan, orang yang di belakang hanya melihat pantat gajah.

Karena itu, kita harus belajar berempati. Jika tidak ingin mudah
tersinggung cari seribu satu alasan untuk bisa memaklumi orang lain.
Namun
yang harus diingat, berbagai alasan yang kita buat semata-mata untuk
memaklumi, bukan untuk membenarkan kesalahan, sehingga kita dapat
mengendalikan diri.

Keempat, jadikan penghinaan orang lain kepada kita sebagai ladang
peningkatan kwalitas diri dan kesempatan untuk mempraktekkan buah - buah
roh Yaitu, dengan memaafkan orang yang menyakiti dan membalasnya dengan
kebaikan

------------ --------- --
Sekolah bahasa Jepang http://pandancolleg e.com/ 0361-255-225

__________________________________________________________
Be a better friend, newshound, and
know-it-all with Yahoo! Mobile. Try it now. http://mobile.yahoo.com/;_ylt=Ahu06i62sR8HDtDypao8Wcj9tAcJ

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke