Zikir adalah Kewajiban Terbesar Manusia 
dan Merupakan Perintah Ilahi
Mawlana Syaikh Hisyam kabbani ar-Rabbani


Bismillah hirRohman nirRohim

Zikir adalah tindakan seorang hamba yang paling
sempurna, dan ditekankan ratusan kali di dalam
al-Quran.  Itu merupakan praktik penyembahan untuk
mendapatkan ridha Allah, senjata yang paling ampuh
untuk mengatasi musuh, dan perbuatan yang patut
mendapat ganjaran.  Zikir merupakan bendera Islam,
semir hati, inti dari ilmu tentang Iman, imunisasi
terhadap kemunafikan, ibadah terpenting, dan kunci
dari segala kesuksesan.

Tidak ada batasan yang menyangkut metode, frekwensi
atau waktu untuk berzikir atau apapun mengenainya. 
Beberapa batasan dalam metode berzikir menyinggung
kewajiban khusus tertentu yang tidak dibicarakan di
sini, misalnya dalam shalat yang telah ditentukan.
Syari’ah sangat jelas dan setiap orang telah
mengetahui kewajiban ini.  Rasulullah saw bersabda
bahwa penghuni Surga hanya akan menyesali satu hal,
tidak cukup mengingat Allah swt di dunia ini!  

Allah berfirman dalam al-Quran, “Wahai orang-orang
yang beriman, perbanyaklah zikir!”  (33:41).  Dia
berfirman bahwa hamba-Nya adalah, “Mereka yang
mengingat Tuhannya dalam keadaan berdiri, duduk dan
berbaring,” (3:191); dengan kata lain, mereka yang
mengingat Allah setiap saat baik siang maupun malam. 
Allah berfirman, Penciptaan langit dan bumi dan
pergantian malam dan siang adalah tanda-tanda bagi
orang yang mengerti, mereka yang mengingat (dan
mengucapkan dan menyebut) Allah dalam keadaan berdiri,
duduk, dan berbaring (3:190-191)

Aisyah  ra berkata, sebagaimana yang diceritakan oleh
Muslim, bahwa Rasulullah saw mengingat Allah setiap
saat baik siang maupun malam. Rasulullah bersabda,
“Jika hati kalian selalu dalam keadaan mengingat
Allah, para Malaikat akan mendatangi kalian sampai ke
titik di mana mereka akan memberi salam kepada kalian
di tengah perjalanannya.” (riwayat Muslim). 

Imam Nawawi mengomentari hadits ini dengan mengatakan,
“Panorama semacam ini akan terlihat pada orang yang
terus-menerus melakukan meditasi (muraqaba), refleksi
(fikr), dan antisipasi (iqbal) terhadap alam
berikutnya.” (Nawawi, Syarh sahih Muslim)

Muadz bin Jabal berkata bahwa Rasulullah juga
bersabda, “Para penghuni surga tidak akan menyesal
kecuali satu hal, waktu yang telah dilewati mereka
tanpa mengingat Allah.”  (diriwayatkan oleh Bayhaqi
dalam Syuab al-iman (1:392 #512-513) dan oleh
Tabarani). Haythami dalam Majma al-zawaid (110:74)
berkata bahwa semua naratornya dapat dipercaya
(thiqat), sementara Sayuti dalam Jami al-saghir
(#7701) menyatakan bahwa hadits itu (hasan).

Allah menempatkan zikir mempunyai nilai yang lebih
dari pada shalat dengan menjadikan shalat sebagai cara
atau alat dan zikir sebagai sasarannya.  Dia
berfirman, Perhatikanlah!  Shalat itu mencegah
perbuatan keji dan munkar, tetapi sesungguhnya,
mengingat Allah lebih besar manfaatnya, dan lebih
penting (29:45). Beruntunglah orang yang mensucikan
dirinya, dan mengingat nama Tuhannya, dan mengerjakan
shalat (87:14-15)

Maka dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku (20:14)

Qadi Abu Bakar bin al-Arabi menerangkan bahwa tidak
ada amal yang sah tanpa mengingat Allah (zikir). 
Siapapun yang tidak mengingat Allah dalam hatinya
ketika memberi shadaqa atau berpuasa, contohnya,
berarti amalnya tidak lengkap. Oleh sebab itu zikir
bisa dipandang sebagai amal yang paling baik
(dinyatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fath al-bari (1989
ed. 11:251).

Zikir adalah sesuatu yang sangat penting. Abu Hurayra
ra berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Bumi dan
segala isinya dikutuk kecuali mereka yang melakukan
zikir, guru-guru dan semua muridnya.” (Tirmidzi
menyatakan hadits ini hasan, begitu pula Ibnu Majah,
Bayhaqi dan lainnya.  Suyuti menyebutkannya dalam
al-Jami al-saghir dari pernyataan al-Bazzar yang
serupa dengan narasi Ibnu Masud dan beliau mengatakan
sahih.  Tabarani juga menyatakannya dalam al-Awsat
dari Abu al-Darda).  

Dengan menyebut kata “bumi dan segala isinya,”
Rasulullah merujuk pada semua yang menyatakan status
atau eksistensinya terpisah dengan Allah, bukannya
menyatu dengan-Nya. Kenyataannya seluruh makhluk
berzikir kepada Allah, karena Allah berfirman bahwa
semua ciptaan-Nya bertasbih kepada-Nya, dan tasbih
adalah salah satu jenis zikir. Allah berfirman
mengenai Nabi Yunus as, ketika seekor ikan paus
menelannya, “Jika dia bukan termasuk orang-orang yang
bertasbih kepada-Ku (musabbihin), dia akan tinggal
dalam perut paus itu hingga Hari Pembalasan
(37:143-144).

Hadits Rasulullah yang baru saja disebutkan juga
menekankan pentingnya mengikuti seorang guru yang
mempunyai pengetahuan, karena tidak ada yang bisa
mencegah datangnya kutukan selain berkah. Inilah yang
dimaksud oleh Abu Yazid al-Bistami ketika beliau
berkata, “Siapapun yang tidak memiliki Syaikh,
Syaikhnya adalah setan.”  Hal ini diperkuat dengan dua
hadits Rasulullah saw.

Abu Bakar ra berkata, “Aku mendengar Rasulullah saw
bersabda, ‘Jadilah orang yang terpelajar (alim) atau
murid (mutaallim), atau pendengar (mustami) atau
seorang pecinta (muhibb), tetapi jangan menjadi orang
kelima karena kalian akan binasa.  (al-Haythami
berkata dalam Majma al-zawaid (1:22), “Tabarani
menyatakan dalam al-Mujam al-saghir (2:9), al-Mujam
al-awsat, dan al-Mujam al-kabir, juga al-Bazzar [dalam
Musnad-nya], dan semua naratornya dianggap dapat
dipercaya.”  Hal itu juga dinyatakan oleh Abu Nuaym
dalam Hilyat al-awliya (7:237) dan al-Khatib dalam
Tarikh baghdad (12:295)).

Sakhawi berkata, “Ibnu Abd al-Barr berkata, ‘orang
kelima adalah orang yang memperlihatkan permusuhan
kepada para ulama dan meremehkan mereka, dan siapapun
yang tidak mencintai mereka menunjukkan penghinaan
kepada mereka atau dalam tahap ingin menghina mereka,
dan di sana terletak kehancuran.’ (Sakhawi, al-Maqasid
al-hasana (hal.88#134). Lihat buku Ibnu Abd al-Barr
yang berjudul Jami bayan al-ilm wa fadlih (1:30)).

Rasulullah bersabda, “Al-baraqa ma akabirikum,’ Berkah
bersama yang lebih tua’  (riwayat Ibnu Hibban dalam
sahih-nya, al-Hakim yang menyatakan bahwa hadits itu
sahih, dan Ibnu Daqiq al-Id juga memperkuatnya).

Riwayat lain menyatakan, “Ketika yang muda mengajar
yang tua, maka berkah telah dicabut.”  (Lihat buku
Sakhawi, al-Maqasid al-hasana hal. 155-159#290).

Orang yang melaksanakan zikir memiliki peringkat
tertinggi di hadapan Allah.  Orang-orang yang menyebut
nama Allah dengan konsentrasi telah disebutkan dalam
al-Quran. Efek terhadap hatinya juga telah dijelaskan
dalam al-Quran, 

Di dalam rumah yang Allah telah izinkan supaya
dimuliakan dan untuk mengingat Nama-Nya di rumah itu,
Dia dipujikan siang dan malam oleh orang orang-orang
yang perniagaan dan jual-beli tidak dapat mengalihkan
perhatiannya dari mengingat nama-Nya (24:36-37).  

Mereka yang beriman dan hati mereka tentram karena
mengingat Allah  ingatlah sesungguhnya dengan
mengingat Allah hati menjadi tentram (13:28)

Selama peristiwa Isra dan Mi’raj  Rasulullah saw
diangkat hingga ke titik di mana beliau mendengar
guratan Pena, yang menunjukkan tulisan Takdir Ilahi.
Beliau melihat seseorang yang lenyap ke dalam cahaya
Singgasana Allah.  Rasulullah bertanya, “Siapa ini? 
Apakah ini seorang Malaikat?  Dia berkata kepadanya,
“Bukan!”  Rasulullah bertanya lagi, “Apakah ini Nabi?”
 Jawaban yang didapat juga “Bukan!” Kalau begitu siapa
dia?” Jawabannya adalah, “Ini adalah orang yang
lidahnya basah dengan mengingat Allah di dunia,
hatinya terikat kepada masjid, dan dia tidak pernah
mencela Ayah dan Ibunya. ”(Syaikh Muhammad Alawi
al-Maliki menyatakannya dalam kumpulan teksnya yang
berjudul al-Anwar al-bahiyya min isra wa miraj khayr
al-bariyya, yang berisi narasi lisan mengenai topik
tersebut.)

Dalam hadits lain dilaporkan, Seorang pria mendatangi
Rasulullah saw dan berkata, “Wahai Rasulullah, hukum
dan persyaratan dalam Islam terlalu banyak buatku.
Katakanlah sesuatu yang dapat aku jaga selalu (yakni,
khususnya sebagai ganti dari banyaknya aturan dan
persyaratan yang harus dilaksanakan secara umum).”
Dengan membaca hal itu pria tersebut berkata bahwa
terlalu banyak persyaratan yang harus dipenuhi, orang
harus mengerti bahwa dia tidak yakin kalau dia dapat
menjaga semuanya.  Dia menginginkan sesuatu yang dia
yakin dapat dijaganya.  Rasulullah bersabda, “(Aku
menasihatimu untuk melakukan satu hal)  Jagalah
lidahmu agar selalu basah dengan zikir kepada Allah.“
(Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban
menyatakan bahwa hadits ini baik (hasan).

Dalam Islam telah dikenal bahwa pekerjaan terbaik di
jalan Allah adalah berjihad. Tetapi Rasulullah  tetap
menempatkan zikir di atas jihad dalam hadits yang
autentik berikut ini.

Abu al-Darda ra meriwayatkan, “Suatu ketika Rasulullah
saw bertanya kepada sahabatnya, ‘Sudahkah Aku jelaskan
kepada kalian tentang amal yang paling baik, pekerjaan
terbaik di mata Tuhanmu,  yang akan mengangkat status
kalian di Hari Kemudian, dan membawa lebih banyak
kebajikan daripada membelanjakan emas dan perak
sebagai pelayanan kepada  Allah atau ikut serta dalam
jihad dan membunuh atau terbunuh di jalan Allah?  Ia
adalah zikir kepada Allah.’”  (diriwayatkan oleh Malik
dalam Muwatta, juga Musnad-nya Ahmad, Sunan-nya
Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Mustadrak-nya Hakim,
al-Bayhaqi.  Hakim dan yang lain menyatakan hadits itu
sahih).

Abu Saiid  ra berkata, “Rasulullah saw ditanya,
‘Siapakah hamba Allah yang mempunyai peringkat terbaik
di hadapan-Nya pada Hari Kebangkitan?’ Beliau
menjawab, ‘Orang yang paling banyak mengingat Allah.’
Aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana dengan
seseorang yang berperang di jalan Allah?’  Beliau
menjawab, ‘Bahkan jika dia melawan orang-orang kafir
dan musyrikin dengan pedangnya hingga patah, dan
menjadi merah dengan darah mereka, sesungguhnya mereka
yang berzikir lebih baik peringkatnya.’” (diriwayatkan
oleh Ahmad, Tirmidzi dan Bayhaqi).

Abd Allah bin Umar berkata bahwa Rasulullah saw
bersabda, “Segala sesuatu mempunyai semir atau
pengkilap, dan semir untuk hati adalah zikir kepada
Allah.  Tak ada yang lebih diperhitungkan untuk
menyelamatkan diri dari azab Allah selain zikir kepada
Allah.  Beliau pernah ditanya apakah ini juga tidak
diterapkan untuk jihad di jalan Allah, dan beliau
menjawab, “Bahkan tidak untuk seseorang yang harus
menghujani pedangnya hingga patah.”  (Bayhaqi
meriwayatkannya dalam Kitab al-daawat al-kabir begitu
juga dalam Shuab al-iman (1:396#522), juga al-Mundhiri
dalam al-Targhib (2:396) dan Tabrizi menyebutkannya
dalam Mishkat al-masabih, pada bagian terakhir buku
doa).

Wa min Allah at Tawfiq

wasalam, arief hamdani
www.rabbani-sufi.blogspot.com


Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 

Kirim email ke