Ana pernah bertanya dengan seorang ustad, 
 
ana tanyakan adalah bagaimana apabila kita berusaha menghajikan orang tua yang 
belum mampu berhaji dan kita sendiri belum berhaji, bukankah itu termasuk birr 
(berbakti) dengan mereka?
Dengan asumsi bahwa kesempatan anak-anak berhaji lebih besar dari kesempatan 
orang tua (di lihat dari faktor usia), dan juga ingin berbakti terhadap 
mereka..meski dengan harus berberat-berat diri mengumpulkan ongkosnya..
 
Beliau mengatakan singkat bahwa pergi haji itu untuk yang mampu dan paham 
terhadap dien (termasuk pengamalannya) itu lebih penting..
 
Jawaban yang singkat namun mendalam..
 
Kemudian ana ingat ada orang pergi haji dari hasil perdukunan,korupsi,psk 
dsb..juga ada yg pergi haji hanya untuk dipanggil pak haji dan gila untuk 
dihormati,
Dan lebih gila lagi sedang tawaf,namun memikirkan strategi-strategi korupsi 
lainnya (sungguh ekstrim), dsb
 
Kemudian teringat dengan kebanyakan penduduk syurga adalah kaum lemah (dhuafa), 
yang mereka mungkin tidak (akan) pergi haji..
 
Agama itu mudah dan tidak berat, tidaklah mungkin orang yang tidak mampu 
diwajibkan berhaji,dsb
Dan bukan lah ini suatu yang menjadi aib, justru bila berhaji jadi ujub, maka 
sia –sialah semuanya..
 
Namun bila sudah mampu tidak berhaji, maka tunggulah peringatan dari Nya..
 
===
Dan kita memang selau ingin yang terbaik keduanya di dunia dan juga 
akherat..serta dijauhkan dari api..dan berdoalah serta berusahalah..
 
semoga kita dimampukan segeraserta utamanya telah berilmu insya Allah, serta 
menunaikan ibadah yang Agung ini dengan sebaik-baiknya..juga bareng bersama 
orang2 yang kita sayangi..Aamin Ya Rabbal A’lamin
 
Ana mengajak diri ini dan juga ikhwah fillah fiddien..mari pahami dien ini 
dengan lebih baik, ambillah dari sumber yang jelas,di dalam hal dunia pun kita 
berhati-hati, apalagi di dalam hal Akherat ini ..ini sangat penting ya Ikhwah..
 
 
============
 
Berbicara tentang paham dengan agama,
 
Ini satu yang ana dapat dari kajian hadits ustad Luthfi dari TVRI ahad kemarin 
30 Oct 2011,
 
Abdullah bin Umar yang saat itu masih kecil (kurang dari 14 tahun) diam saja 
padahal tahu jawabannya akan pertanyaan nabi tentang perumpamaan pohon bagi 
orang muslim,
Kemudian Abdullah bin Umar pun cerita ke ayahnya umar Bin Khatab bahwa tadi 
sebenarnya dia tahu jawabannya (yaitu pohon kurma), namun karena ia adalah yang 
paling kecil pada majelis tsb maka ia diam saja,
 
Lalu Umar Ra pun berkata, kalau kamu menjawabnya maka hal itu akan lebih 
membanggakan saya (sebagai ayahmu) (dibandingkan dengan kamu menjawabnya 
sekarang).
 
Bunyi hadits;
 
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya ada diantara pepohonan, satu pohon yang 
tidak gugur daunnya. Pohon ini seperti seorang muslim, maka sebutkanlah 
kepadaku apa pohon tersebut?” Lalu orang menerka-nerka pepohonan wadhi. Berkata 
Abdullah: “Lalu terbesit dalam diriku, pohon itu adalah pohon kurma, namun aku 
malu mengungkapkannya”. Kemudian mereka berkata: “Wahai Rasululloh beritahulah 
kami pohon apa itu?” Lalu beliau menjawab: “Ia adalah pohon kurma”.”….
 
Ustad Lufti mengatakan dari kedua peristiwa itu yang bisa kita lakukan adalah; 
jawablah (bagi yang kecil) namun apabila yang besar telah melakukannya (atau 
sudah diberi kesempatan namun diam atau salah jawabnya)
Faedah yang diambil dari Hadits.
Di antara faedah yang diambil dari hadits ini adalah:
        1. Orang yang diberi teka-teki hendaknya memperhatikan indicator yang 
menunjukkan jawabannya.
        2. Ujian seorang alim terhadap santrinya tentang sesuatu yang belum 
jelas dan menjelakannya jika mereka belum faham.
        3. Motivasi untuk memamahami ilmu. Imam Bukhori membuat bab untuk 
hadits ini bab Fahm fil Ilmu (memahami ilmu)
        4. Dhorbul Amtsal(membuat permisalan) dan asybah (contoh) untuk 
menambah faham
        5. Tanya jawab.
        6. Penggambaran makna untuk mengokohkan pemahaman
        7. Tasybih(menyamakan) sesuatu dengan sesuatu tidak mesti harus sama 
dalam setiap sisi
        8. Imam memberikan permasalahan kepada anak buahnya untuk menguji ilmu 
yang dimiliki mereka. (Bukhori)
        9. Ulama besar terkadang tidak tahu sesuatu yang diketahui orang yang 
dibawahnya, karena ilmu itu pemberian Allah.
        10. Malu dianggap baik selama tidak melepas maslahat yang ada.
        11. Tauqiir(menghormati) orang yang lebih tua
 
Wallahu A’lam bishawab   

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke