MEMILIKI SIFAT TAWADHU

Tawadhu’* adalah
sifat yang amat mulia, namun sedikit orang yang memilikinya. Ketika orang
sudah memiliki gelar yang mentereng, berilmu tinggi, memiliki harta yang
mulia, sedikit yang memiliki sifat kerendahan hati, alias tawadhu’. Padahal
kita seharusnya seperti ilmu padi, yaitu “*kian berisi, kian merunduk*”.

*Memahami Tawadhu’*

*Tawadhu’* adalah ridho jika dianggap mempunyai kedudukan lebih rendah dari
yang sepantasnya. Tawadhu’ merupakan sikap pertengahan antara sombong dan
melecehkan diri. Sombong berarti mengangkat diri terlalu tinggi hingga
lebih dari yang semestinya. Sedangkan melecehkan yang dimaksud adalah
menempatkan diri terlalu rendah sehingga sampai pada pelecehan hak (Lihat *Adz
Dzari’ah ila Makarim Asy Syari’ah*, Ar Roghib Al Ash-fahani, 299). Ibnu
Hajar berkata, “*Tawadhu’ adalah menampakkan diri lebih rendah pada orang
yang ingin mengagungkannya. Ada pula yang mengatakan bahwa tawadhu’ adalah
memuliakan orang yang lebih mulia darinya*.” (*Fathul Bari*, 11: 341)

*Keutamaan Sifat Tawadhu’*

*Pertama: Sebab mendapatkan kemuliaan di dunia dan akhirat.*

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasul *shallallahu ‘alaihi wa sallam *
bersabda,

ãóÇ äóÞóÕóÊú ÕóÏóÞóÉñ ãöäú ãóÇáò æóãóÇ ÒóÇÏó Çááøóåõ ÚóÈúÏðÇ ÈöÚóÝúæò
ÅöáÇøó ÚöÒøðÇ æóãóÇ ÊóæóÇÖóÚó ÃóÍóÏñ áöáøóåö ÅöáÇøó ÑóÝóÚóåõ Çááøóåõ

“*Sedekah tidaklah mengurangi harta. Tidaklah Allah menambahkan kepada
seorang hamba sifat pemaaf melainkan akan semakin memuliakan dirinya. Dan
juga tidaklah seseorang memiliki sifat tawadhu’ (rendah diri) karena Allah
melainkan Allah akan meninggikannya*.” (HR. Muslim no. 2588). Yang
dimaksudkan di sini, Allah akan meninggikan derajatnya di dunia maupun di
akhirat. Di dunia, orang akan menganggapnya mulia, Allah pun akan
memuliakan dirinya di tengah-tengah manusia, dan kedudukannya akhirnya
semakin mulia. Sedangkan di akhirat, Allah akan memberinya pahala dan
meninggikan derajatnya karena sifat tawadhu’nya di dunia (Lihat *Al Minhaj
Syarh Shahih Muslim*,  16: 142)

*Tawadhu’* juga merupakan akhlak mulia dari para nabi *‘alaihimush sholaatu
wa salaam*. Lihatlah Nabi Musa *‘alaihis salam *melakukan pekerjaan
rendahan, memantu memberi minum pada hewan ternak dalam rangka menolong dua
orang wanita yang ayahnya sudah tua renta. Lihat pula Nabi Daud ‘*alaihis
salam* makan dari hasil kerja keras tangannya sendiri. Nabi Zakariya
dulunya seorang tukang kayu. Sifat tawadhu’ Nabi Isa ditunjukkan dalam
perkataannya,

æóÈóÑøðÇ ÈöæóÇáöÏóÊöí æóáóãú íóÌúÚóáúäöí ÌóÈøóÇÑðÇ ÔóÞöíøðÇ

“*Dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang
sombong lagi celaka*.” (QS. Maryam: 32). Lihatlah sifat mulia para nabi
tersebut. Karena sifat tawadhu’, mereka menjadi mulia di dunia dan di
akhirat.

*Kedua: Sebab adil, disayangi, dicintai di tengah-tengah manusia.*

Orang tentu saja akan semakin menyayangi orang yang rendah hati dan tidak
menyombongkan diri. Itulah yang terdapat pada sisi Nabi kita *shallallahu
‘alaihi wa sallam*. Beliau *shallallahu ‘alaihi wa sallam *pernah bersabda,

æóÅöäøó Çááøóåó ÃóæúÍóì Åöáóìøó Ãóäú ÊóæóÇÖóÚõæÇ ÍóÊøóì áÇó íóÝúÎóÑó ÃóÍóÏñ
Úóáóì ÃóÍóÏò æóáÇó íóÈúÛöì ÃóÍóÏñ Úóáóì ÃóÍóÏò

“*Dan sesungguhnya Allah mewahyukan padaku untuk memiliki sifat tawadhu’.
Janganlah seseorang menyombongkan diri (berbangga diri) dan melampaui
batas  pada yang lain.*” (HR. Muslim no. 2865).

*Mencontoh Sifat Tawadhu’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam*

Allah *Ta’ala* berfirman,

áóÞóÏú ßóÇäó áóßõãú Ýöí ÑóÓõæáö Çááøóåö ÃõÓúæóÉñ ÍóÓóäóÉñ áöãóäú ßóÇäó
íóÑúÌõæ Çááøóåó æóÇáúíóæúãó ÇáúÂóÎöÑó æóÐóßóÑó Çááøóåó ßóËöíÑðÇ

“*Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan)
hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.*” (QS. Al Ahzab: 21)

Lihatlah Nabi *shallallahu ‘alaihi wa sallam *masih memberi salam pada anak
kecil dan yang lebih rendah kedudukan di bawah beliau. Anas berkata,

Ãä ÇáäÈí Õáì Çááå Úáíå æ Óáã ßÇä íÒæÑ ÇáÃäÕÇÑ æíÓáã Úáì ÕÈíÇäåã æíãÓÍ ÑÄæÓåã

“*Sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berkunjung ke orang-orang
Anshor. Lantas beliau memberi salam kepada anak kecil mereka dan mengusap
kepala mereka*.” (HR. Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya no. 459. Sanad
hadits ini *shahih* kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth) *Subhanallah* ... Ini
sifat yang sungguh mulia yang jarang kita temukan saat ini. Sangat sedikit
orang yang mau memberi salam kepada orang yang lebih rendah derajatnya dari
dirinya. Boleh jadi orang tersebut lebih mulia di sisi Allah karena takwa
yang ia miliki.

Coba lihat lagi bagaimana keseharian Nabi *shallallahu ‘alaihi wa sallam *di
rumahnya. Beliau membantu istrinya. Bahkan jika sendalnya putus atau
bajunya sobek, beliau menjahit dan memperbaikinya sendiri. Ini beliau
lakukan di balik kesibukan beliau untuk berdakwah dan mengurus umat.

Úóäú ÚõÑúæóÉó ÞóÇáó ÞõáúÊõ áöÚóÇÆöÔóÉó íóÇ Ãõãøó ÇáúãõÄúãöäöíúäó Ãí ÔóíúÁñ
ßóÇäó íóÕúäóÚõ ÑóÓõæúáõ Çááåö  Õáì Çááå Úáíå æÓáã ÅöÐóÇ ßóÇäó ÚöäúÏóßö¿
ÞóÇáóÊú: “ãóÇ íóÝúÚóáõ ÃóÍóÏõßõãú Ýöí ãöåúäóÉö Ãóåúáöåö íóÎúÕöÝõ äóÚúáóåõ
æóíõÎöíúØõ ËóæúÈóåõ æóíóÑúÝóÚõ Ïóáúæóåõ”

Urwah bertanya kepada ‘Aisyah, “*Wahai Ummul Mukminin, apakah yang
dikerjakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala bersamamu (di
rumahmu)?*” Aisyah menjawab, “*Beliau melakukan seperti apa yang dilakukan
salah seorang dari kalian jika sedang membantu istrinya. Beliau mengesol
sandalnya, menjahit bajunya dan mengangkat air di ember.*” (HR. Ahmad 6:
167 dan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya no. 5676. Sanad hadits ini *shahih
* kata Syaikh Syu’aib Al Arnauth). Lihatlah beda dengan kita yang lebih
senang menunggu istri untuk memperbaiki atau memerintahkan pembantu untuk
mengerjakannya.

Rasulullah *shallallahu ‘alaihi wa sallam *tanpa rasa malu membantu
pekerjaan istrinya. ‘Aisyah pernah ditanya tentang apa yang dikerjakan Nabi
*shallallahu ‘alaihi wa sallam* ketika berada di rumah. Lalu ‘Aisyah
menjawab,

ßóÇäó íóßõæäõ Ýöí ãöåúäóÉö Ãóåúáöåö ÊóÚúäöí ÎöÏúãóÉó Ãóåúáöåö ÝóÅöÐóÇ
ÍóÖóÑóÊú ÇáÕøóáóÇÉõ ÎóÑóÌó Åöáóì ÇáÕøóáóÇÉö

“*Beliau selalu membantu pekerjaan keluarganya, dan jika datang waktu
shalat maka beliau keluar untuk melaksanakan shalat*.” (HR. Bukhari no.
676). Beda dengan kita yang mungkin agak sungkan membersihkan popok anak,
menemani anak ketika istri sibuk di dapur, atau mungkin membantu mencuci
pakaian.

*Nasehat Para Ulama Tentang Tawadhu’*

ÞÇá ÇáÍÓä ÑÍãå Çááå: åá ÊÏÑæä ãÇ ÇáÊæÇÖÚ¿ ÇáÊæÇÖÚ: Ãä ÊÎÑÌ ãä ãäÒáß ÝáÇ
ÊáÞì ãÓáãÇð ÅáÇ ÑÃíÊ áå Úáíß ÝÖáÇð .

Al Hasan Al Bashri berkata, “Tahukah kalian apa itu *tawadhu’*?
*Tawadhu’*adalah engkau keluar dari kediamanmu lantas engkau bertemu
seorang muslim.
Kemudian engkau merasa bahwa ia lebih mulia darimu.”

íÞæá  ÇáÔÇÝÚí: « ÃÑÝÚ ÇáäÇÓ ÞÏÑÇ : ãä áÇ íÑì ÞÏÑå ¡ æÃßÈÑ ÇáäÇÓ ÝÖáÇ : ãä
áÇ íÑì ÝÖáå »

Imam Asy Syafi’i berkata, “Orang yang paling tinggi kedudukannya adalah
orang yang tidak pernah menampakkan kedudukannya. Dan orang yang paling
mulia adalah orang yang tidak pernah menampakkan kemuliannya.” (Syu’abul
Iman, Al Baihaqi, 6: 304)

íÞæá ÈÔÑ Èä ÇáÍÇÑË: "ãÇ ÑÃíÊõ ÃÍÓäó ãä Ûäíø ÌÇáÓò Èíä íÏóí ÝÞíÑ".

Basyr bin Al Harits berkata, “Aku tidaklah pernah melihat orang kaya yang
duduk di tengah-tengah orang fakir.” *Yang bisa melakukan demikian tentu
yang memiliki sifat tawadhu’.*

ÞÇá ÚÈÏ Çááå Èä ÇáãÈÇÑß: "ÑÃÓõ ÇáÊæÇÖÚö Ãä ÊÖóÚ äÝÓóß ÚäÏ ãä åæ Ïæäß Ýí
äÚãÉö Çááå ÍÊì ÊÚáöãóå Ãä áíÓ áß ÈÏäíÇß Úáíå ÝÖá [ÃÎÑÌå ÇáÈíåÞí Ýí ÇáÔÚÈ
(6/298)].

‘Abdullah bin Al Mubarrok berkata, “Puncak dari tawadhu’ adalah engkau
meletakkan dirimu di bawah orang yang lebih rendah darimu dalam nikmat
Allah, sampai-sampai engkau memberitahukannya bahwa engkau tidaklah semulia
dirinya.” (Syu’abul Iman, Al Baihaqi, 6: 298)

ÞÇá ÓÝíÇä Èä ÚííäÉ: ãä ßÇäÊ ãÚÕíÊå Ýí ÔåæÉ ÝÇÑÌ áå ÇáÊæÈÉ ÝÅä ÂÏã Úáíå
ÇáÓáÇã ÚÕì ãÔÊåíÇð ÝÇÓÊÛÝÑ ÝÛÝÑ áå¡ ÝÅÐÇ ßÇäÊ ãÚÕíÊå ãä ßÈÑ ÝÇÎÔ Úáíå
ÇááÚäÉ. ÝÅä ÅÈáíÓ ÚÕì ãÓÊßÈÑÇð ÝáÚä.

Sufyan bin ‘Uyainah berkata, “Siapa yang maksiatnya karena syahwat, maka
taubat akan membebaskan dirinya. Buktinya saja Nabi Adam ‘alaihis salam
bermaksiat karena nafsu syahwatnya, lalu ia bersitighfar (memohon ampun
pada Allah), Allah pun akhirnya mengampuninya. Namun, jika siapa yang
maksiatnya karena sifat sombong (lawan dari tawadhu’), khawatirlah karena
laknat Allah akan menimpanya. Ingatlah bahwa Iblis itu bermaksiat karena
sombong (takabbur), lantas Allah pun melaknatnya.”

ÞÇá ÃÈæ ÈßÑ ÇáÕÏíÞ: æÌÏäÇ ÇáßÑã Ýí ÇáÊÞæì ¡ æÇáÛäì Ýí ÇáíÞíä ¡ æÇáÔÑÝ Ýí
ÇáÊæÇÖÚ.

Abu Bakr Ash Shiddiq berkata, “Kami dapati kemuliaan itu datang dari sifat *
takwa*, *qona’ah* (merasa cukup) muncul karena *yakin *(pada apa yang ada
di sisi Allah), dan kedudukan mulia didapati dari sifat *tawadhu*’.”

ÞÇá ÚÑæÉ Èä ÇáæÑÏ :ÇáÊæÇÖÚ ÃÍÏ ãÕÇÆÏ ÇáÔÑÝ¡ æßá äÚãÉ ãÍÓæÏ ÚáíåÇ ÅáÇ
ÇáÊæÇÖÚ.

‘Urwah bin Al Warid berkata, “Tawadhu’ adalah salah satu jalan menuju
kemuliaan. Setiap nikmat pasti ada yang merasa iri kecuali pada sifat
tawadhu’.”

ÞÇá íÍíì Èä ãÚíä :ãÇ ÑÃíÊ ãËá ÃÍãÏ Èä ÍäÈá!! ÕÍÈäÇå ÎãÓíä ÓäÉ ãÇ ÇÝÊÎÑ
ÚáíäÇ ÈÔíÁ ããÇ ßÇä Úáíå ãä ÇáÕáÇÍ æÇáÎíÑ

Yahya bin Ma’in berkata, “Aku tidaklah pernah melihat orang semisal Imam
Ahmad! Aku telah bersahabat dengan beliau selama 50 tahun, namun beliau
sama sekali tidak pernah menyombongkan diri terhadap kebaikan yang ia
miliki.”

ÞÇá ÒíÇÏ ÇáäãÑí :ÇáÒÇåÏ ÈÛíÑ ÊæÇÖÚ .. ßÇáÔÌÑÉ ÇáÊí áÇ ÊËãÑ

Ziyad An Numari berkata, “Orang yang zuhud namun tidak memiliki sifat
tawadhu adalah seperti pohon yang tidak
berbuah.”[1]<http://rumaysho.com/belajar-islam/manajemen-qolbu/3602--memiliki-sifat-tawadhu.html#_ftn1>

*Ya Allah, muliakanlah kami dengan sifat tawadhu’ dan jauhkanlah kami dari
sifat sombong.*

Çááøåõãøó ÇåúÏöäöì áÃóÍúÓóäö ÇáÃóÎúáÇóÞö áÇó íóåúÏöì áÃóÍúÓóäöåóÇ ÅöáÇøó
ÃóäúÊó

“*Allahummah-diinii li-ahsanil akhlaaqi, laa yahdi li-ahsaniha illa
anta*(Ya Allah, tunjukilah padaku akhlaq yang baik. Tidak ada yang
dapat
menunjuki pada baiknya akhlaq tersebut kecuali Engkau)” (HR. Muslim no.
771).

*Wallahu waliyyut taufiq.*



@ Ummul Hamam, Riyadh KSA

19 Dzulhijjah 1432 H

www.rumaysho.com


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

====================================================
Pesantren Daarut Tauhiid - Bandung - Jakarta - Batam
====================================================
 Menuju Ahli Dzikir, Ahli Fikir, dan Ahli Ikhtiar 
====================================================
       website:  http://dtjakarta.or.id/
====================================================Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/daarut-tauhiid/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    daarut-tauhiid-dig...@yahoogroups.com 
    daarut-tauhiid-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    daarut-tauhiid-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke