Assalamu'alaikum wr wb,

Rasakan bedanya... :)
Sikap Nabi Terhadap Munafiq, Khawarij, dan Orang Kafir
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik 
dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…” (QS An-Nahl: 125).

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap 
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka 
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah 
ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu…” [Ali 
'Imran 159]

Inilah sikap Nabi terhadap orang-orang munafiq, Khawarij, dan orang2 Kafir:

Terhadap Abdullah bin Ubay bin Salul, Nabi tidak memeranginya. Tidak juga 
membunuhnya. Bahkan Nabi mensholati jenazahnya meski dihalang-halangi oleh Umar 
bin Khoththob ra. Meski kemudian Allah menegur Nabi untuk tidak mensholati 
jenazah orang2 yang munafik:

Umar ibnul Khaththab r.a. berkata, “Ketika Abdullah bin Ubay bin Salul 
meninggal, Rasulullah diminta datang untuk menshalati jenazahnya. Ketika 
Rasulullah berdiri untuk shalat, aku melompat kepada beliau dan berkata, ‘Wahai 
Rasulullah, mengapa engkau shalat untuk anak si Ubay itu, padahal pada hari ini 
dan hari ini dia mengatakan begini dan begitu?’ Lalu aku sebutkan kepada beliau 
semua perkara nya itu. Rasulullah tersenyum dan bersabda, ‘Hai Umar, biarkanlah 
aku.’ Setelah berulang-ulang aku mengatakan, maka beliau bersabda, 
‘Sesungguhnya aku boleh memilih, maka aku telah memilih. Sekiranya aku tahu, 
kalau aku mohonkan ampunan baginya lebih dari tujuh kali, niscaya dia akan 
diampuni, tentu aku akan menambahnya.’” Umar berkata, “Kemudian Rasulullah 
menshalati jenazah Abdullah bin Ubay, lalu salam. Tetapi, tidak beberapa lama 
sesudah itu, turunlah ayat 84 surah at-Taubah (Bara’ah), ‘walaa tushalli  
E2��alaa ahadin minhum maata abadan
 walaa taqum ‘alaa qabrihi innahum kafaruu billaahi warasuulihi wamaatuu wahum 
faasiquun’ ‘janganlah kamu sekali-kali menshalati (jenazah) orang yang mati di 
antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya 
mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan 
fasik.’ Umar berkata, “Maka, aku merasa heran sesudah turunnya ayat itu, 
mengapa aku begitu berani kepada Rasulullah pada hari itu. Allah lebih 
mengetahui.” [HR Bukhari]

Terhadap tokoh Munafiq terbesar yang sebetulnya tidak beriman kepada Allah, Al 
Qur’an, dan Nabi saja, Nabi tidak mau membunuhnya atau mengusirnya. Begitulah 
sikap Nabi. Begitu pula terhadap orang-orang Khawarij yang memfitnah Nabi 
sebagai tidak adil. Nabi tak mau membunuhnya. Nabi tidak mau kalau nanti orang2 
kafir berkata bahwa Nabi membunuh sesama Muslim:

Hadis riwayat Jabir bin Abdullah ra., ia berkata: Seseorang datang kepada 
Rasulullah saw. di Ji`ranah sepulang dari perang Hunain. Pada pakaian Bilal 
terdapat perak. Dan Rasulullah saw. mengambilnya untuk diberikan kepada 
manusia. Orang yang datang itu berkata: Hai Muhammad, berlaku adillah! Beliau 
bersabda: Celaka engkau! Siapa lagi yang bertindak adil, bila aku tidak adil? 
Engkau pasti akan rugi, jika aku tidak adil. Umar bin Khathab ra. berkata: 
Biarkan aku membunuh orang munafik ini, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Aku 
berlindung kepada Allah dari pembicaraan orang bahwa aku membunuh sahabatku 
sendiri. Sesungguhnya orang ini dan teman-temannya memang membaca Alquran, 
tetapi tidak melampaui tenggorokan mereka. Mereka keluar dari Islam secepat 
anak panah melesat dari busurnya. (Shahih Muslim No.1761)

Baca selengkapnya di: 
http://media-islam.or.id/2012/01/19/ciri-khawarij-tak-mengamalkan-al-quran-dan-membunuh-muslim/

Terhadap orang2 kafir seperti Yahudi:

Anas r.a. berkata, “Ada seorang Yahudi melayani Nabi, kemudian ia jatuh sakit. 
Maka, Nabi datang menjenguknya, duduk di dekat kepalanya seraya bersabda 
kepadanya, ‘Masuk Islamlah.’ Lalu, ia melihat ayahnya yang ada di sisinya. 
Ayahnya berkata kepadanya, ‘Taatilah Abul Qasim saw.’ Lalu ia masuk Islam, 
kemudian Nabi keluar seraya mengucapkan, ‘Segala puji bagi Allah yang telah 
menyelamatkan ia dari neraka.’” [HR Bukhari]

Terhadap paman beliau Abu Thalib:

Sa’id bin Musayyib dari ayah berkata, “Ketika Abu Thalib hampir meninggal 
dunia, Rasulullah berkunjung kepadanya. Disitu beliau berjumpa dengan Abu Jahal 
bin Hisyam dan Abdullah bin Abi Umayyah bin Mughirah. Rasulullah bersabda 
kepada Abu Thalib, ‘Wahai pamanku, ucapkanlah, ‘Laa ilaaha illallaah.’ Suatu 
kalimat yang dengannya aku bersaksi (dalam satu riwayat: berargumentasi 5/208) 
untukmu di sisi Allah.’ Abu Jahal dan Abdullah bin Umayyah berkata, ‘Wahai Abu 
Thalib, apakah kamu benci terhadap agama Abdul Muthalib?’ Rasulullah senantiasa 
menawarkan kalimat itu kepada Abu Thalib, namun kedua orang itu mengulangi 
kata-katanya itu. Sehingga, Abu Thalib mengucapkan kalimat yang terakhir bahwa 
ia tetap mengikuti agama Abdul Muthalib dan enggan untuk mengucapkan laa ilaaha 
illallaah. Lalu Rasulullah bersabda, ‘Demi Allah, aku akan memohonkan ampunan 
untukmu, selama aku tidak dilarang.’ Maka, Allah Ta’ala
  menurunkan ayat 112 surah
 at-Taubah, ‘maa kaana linnabiyyi wal-ladziina aamanuu an yastaghfiruu 
lil-musyrikiina walau kaanuu ulii qurbaa min ba’di maa tabayyana lahum annamun 
ashhaabul jahiim’ ‘Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman 
memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang 
musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka bahwa 
orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahannam.’ Allah menurunkan ayat 
itu mengenai Abu Thalib, seraya berfirman kepada Rasul-Nya, ‘innaka laa tahdii 
man ahbabta walaakinnallaaha yahdii man yasyaa’ ‘Sesungguhnya engkau tidak akan 
dapat memberikan petunjuk (hidayah/taufik untuk menjadikan hati mau menerima 
ajaran) kepada orang yang engkau cintai. Tetapi, Allahlah yang memberi petunjuk 
kepada siapa yang dikehendaki Nya’.”(6/18).” [HR Bukhari]


Kirim email ke