Ketika Rasa Aman Hilang Yoppy OL Warga Jakarta kehilangan barang paling berharga dalam hidup mereka, yakni rasa aman! Di kantor, di pusat perbelanjaan, di restoran cepat saji, di dalam bus kota, bahkan di dalam taksi dan di rumah sendiri sekalipun.
Kaum kriminal golongan copet sudah berkamuflase dengan fisik wanita cantik, halus, dan rupawan di plaza dan mal. Bus-bus kota kumuh dan jorok disusupi geng pelajar yang menyimpan celurit di balik baju dan siap merampas paksa harta benda terakhir masyarakat kelas pinggiran. Sopir taksi sudah merangkap penodong sadis yang akan menjelma jadi algojo pembunuh jika permintaannya tidak dipenuhi. Adapun pencuri dan perampok nekat siap menguras isi rumah rakyat sipil, jenderal, ataupun mantan duta besar meski hari sedang siang bolong. Yang paling mengerikan, bom yang dibawa teroris profesional ataupun kelas teri siap meledakkan gedung kantor dan restoran waralaba yang sesak pengunjung, kapan saja mereka mau. Setiap ayunan langkah di belantara polusi Jakarta menyembunyikan kekhawatiran yang beralasan. Penodong dengan pisau lipat di tangan dapat saja muncul mendadak dari balik rerimbunan pohon sepanjang jalur pedestrian yang mestinya menjanjikan kenyamanan bagi pejalan kaki. Pemerkosa berbekal golok panjang bersembunyi di hutan kota di belakang kampus seraya menyeringai menunggu mahasiswi yang pulang kuliah kemalaman. Atau, ketika tertahan lampu merah di simpang jalan nan super-ramai, tiba-tiba sebuah kepala kapak berwarna merah menempel di kaca jendela mobil. Wajah pemilik kapak lantas muncul dengan senyumnya yang tengik. Jakarta memang payah, bo! Polisi yang melayani dan melindungi masyarakat nyaris sekadar stiker keren yang menempel di mobil-mobil patroli. Ada juga oknum TNI yang mendalangi perampokan kelas kakap. Masyarakat Jakarta kesehariannya ibarat berjalan di atas bara api, penuh risiko. Masalah rampok, kita memang sudah kehabisan kata. Dari yang kualitas kampungan dengan bekal badik sampai yang canggih dengan pistol sungguhan kompak meramaikan pesta kriminalitas di kota kebanggaan Bang Yos ini. Kalau Jakarta (kini Jabodetabek) bisa kejadian sampai enam kasus perampokan dalam sehari, apakah itu artinya tidak ada yang mengurusi keamanan ibu kota republik ini? Kasihan dong masyarakat yang tidak mampu melindungi diri sendiri. Boleh jadi para perampok sudah berada di depan beranda rumah mereka. Jakarta yang keras? Jakarta adalah kota yang "super-keras". Tingkat pengangguran yang luar biasa dan kerasnya persaingan memperebutkan peluang kerja mengubah karakteristik warga Jakarta jadi kumpulan manusia super-egois yang tidak toleran kepada sesama. Yang kalah dalam persaingan nasib di Jakarta terbanting dalam keputusasaan yang menyakitkan dan berubah jadi kelompok manusia nekat dan penuh antipati. Mereka menyiapkan "balas dendam" dengan jalan pintas tanpa memikirkan risikonya. Apalagi jika "balas dendam" itu bisa memenuhi tuntutan perut mereka dan sederet kebutuhan hidup lainnya. Sebagian lagi merupakan kelompok "tidak sadar diri" yang kalah dalam meraih cita-cita dan ambisinya. Boleh jadi juga lantaran kaum pengangguran sudah tidak memperoleh harapan dari orang-orang "pilihan" mereka yang dahulu pernah jadi tempat menggantungkan pengharapan dan angan indah. Bagaimana dengan polisi? Agaknya kepolisian tidak lagi jadi institusi yang menarik simpati. Bahkan, dapat dikatakan bahwa sebagian masyarakat begitu sinis dengan institusi penegak hukum yang sangat giat ini. Polisi kehilangan wibawa sehingga kaum kriminal tak punya rasa takut lagi kepada mereka. Selain itu, jumlah personel polisi masih minim dibandingkan dengan membeludaknya penduduk Jakarta yang bertambah dari tahun ke tahun oleh kaum urban dadakan. Fenomena minimnya jumlah polisi memang menyimpan seribu pertanyaan. Sedemikian sulitkah menerima dan membina calon polisi di republik ini di tengah melimpahnya pelamar di akademi kepolisian? Mestinya kepala Polri punya rasa malu, sudah membiarkan perampok "lalu-lalang" di depan hidung Mr President selama bertahun-tahun ini. Mereka bergentayangan di ibu kota ini. Kasihan Presiden, kasihan warga Jakarta. Yoppy OL, Pemerhati Masalah Perkotaan Nyanabhadra Tibetan Language & Buddhist Philosophy Library of Tibetan Works & Archives Centre for Tibetan Studies & Researches Gangchen Kyishong Dharamsala - 176215 Himachal Pradesh - I n d i a "May I become at all times, both now and forever; a protector for those without protection; a guide for those who have lost their way; a ship for those with oceans to cross; a bridge for those with rivers to cross; a sanctuary for those in danger; a lamp for those without light; a place of refuge for those who lack of shelter; and a servant to all in need"-- H.H. The 14th Dalai Lama, Tenzin Gyatso -- Bodhicharyavatara [Tib. J'ang.chub.sem.pa'i.c'od.pa.nyid.jug.pa.zhug.so; Ing. Guide to the Bodhisattva's Way of Life, Chapter III, Verse 18-19]~ Shantideva --------------------------------- Bored stiff? Loosen up... Download and play hundreds of games for free on Yahoo! Games.