salam kenal,
klo saran sy lakukan general check up,
mungkin aja klo udah dilakukan secara keseluruhan mungkin akan ditemukan 
sesuatu,
karena menurut pengalaman sy,banyak orang sakit kepala dan ketika dicek 
menggunakan ronsen skalipun tidak ditemukan apapun, ternyata setelah dilakukan 
general cek up, ada suatu organ yang kurang baik sehingga menyebabkan sakit 
tersebut.
smoga saran saya ini bisa berguna bagi teman2 skalian,, jika ada yg kurang 
tepat atau salah saya  mohon koreksinya
terima kasih
salam 
johanson

--- Pada Kam, 25/3/10, melly liando <melly_lia...@yahoo.com> menulis:

Dari: melly liando <melly_lia...@yahoo.com>
Judul: Re: [Dokter Umum] Sakit Ini, Sakit Itu Tapi Tak Ketemu Penyakitnya
Kepada: dokter_umum@yahoogroups.com
Tanggal: Kamis, 25 Maret, 2010, 11:28 AM







 



  


    
      
      
      Dear TS,



   Untuk kasus pasien dengan kejang, sebaiknya harus disingkirkan kemungkinan 
epilepsi dengan pemeriksaan EEG, bahkan video-EEG.

Karena gejala epilepsi yang muncul pada pasien bisa sangat bervariasi.



Ada 1 pasien yang epilepsi tetapi tidak ada kejang, keluhannya hanya berupa 
rasa mual pada saat timbulnya seizure. setelah di cek dengan EEG, maka 
confirm epilepsi.



Trims.



salam,

 Melyanti

0818 0868 1974 



____________ _________ _________ __

From: "Lia Brasali Ariefano, Dr" <l...@donadivina. com>

Sent: Thu, March 25, 2010 6:18:02 AM

Subject: [Dokter Umum] Sakit Ini, Sakit Itu Tapi Tak Ketemu Penyakitnya



  

Kamis, 25/02/2010 09:32 WIB



Sakit Ini, Sakit Itu Tapi Tak Ketemu Penyakitnya



Rizaldy Pinzon : detikHealth



detikcom - Jakarta, Seringkali pasien mengeluh ke dokter ada yang tidak beres 
pada tubuhnya. Tapi setelah dilakukan berbagai pemeriksaan mulai dari 
laboratorium hingga pemeriksaan canggih CT Scan tetap tidak ditemukan gangguan. 
Apa yang terjadi pada pasien? 



Seperti yang dialami Nona E, 19 tahun yang datang beberapa kali ke rumah sakit 
dengan berbagai keluhan. Sekali waktu ia datang dengan keluhan nyeri kepala, 
lain waktu dengan keluhan sakit perut, nyeri punggung bawah, bahkan kejang. Ia 
telah menjalani berbagai macam pemeriksaan, mulai dari laboratorium sampai 
dengan pencitraan, mulai dari yang sederhana sampai dengan canggih (MRI atau CT 
Scan Kepala).



Semua pemeriksaan menunjukkan hasil yang normal. Keluhan yang muncul, datang 
dan pergi dengan sendirinya. Sekali waktu ia mengeluh kejang yang aneh, semua 
pemeriksaan menunjukkan hasil yang normal. Kejang pada akhirnya hilang sendiri 
tanpa pemberian obat apa-apa, dan digantikan oleh sesak nafas yang sifatnya 
juga 'aneh'.



Ia menolak untuk dikonsultasikan ke psikolog atau psikiater untuk evaluasi 
lebih lanjut. Ia selalu mengatakan "Dok saya ini benar-benar sakit".



Pertanyaan kritis yang muncul adalah "Apa yang sebenarnya terjadi pada Nona 
E?", "Mengapa ia menjalani berbagai pemeriksaan dengan hasil akhir yang 
normal?", "Apa yang dapat dilakukan untuk menolong Nona E?"



Pada akhirnya evaluasi bersama tim dokter (spesialis penyakit dalam, spesialis 
saraf dan psikiater) yang memeriksa Nona E sampai pada kesimpulan gangguan 
somatisasi.



Gangguan psikosomatik dapat diartikan sebagai reaksi jiwa pada fisik (soma). 
Menurut American Psychosomatic Society (2005), gangguan psikosomatik berasal 
dari bahasa Yunani (Psyche= jiwa dan Soma= fisik), sehingga psikosomatik dapat 
diartikan sebagai hubungan fisik dan jiwa. Ada hubungan yang sangat erat antara 
faktor fisik, faktos psikologis, dan sosial terhadap perjalanan suatu penyakit.



Gangguan psikomatik ini mungkin bisa menjawab, 'Mengapa seseorang bisa terkena 
serangan jantung setelah bertengkar dengan bosnya?, Mengapa penyakit rematik 
jadi jauh lebih sakit ketika penyandangnya stres?, Mengapa kematian penyakit 
jantung dipengaruhi oleh ada tidaknya depresi?'



Sebuah penyakit dapat muncul akibat banyak faktor. Penyakit dapat muncul 
sebagai akibat faktor lingkungan atau sosial. Penyakit dapat muncul juga akibat 
faktor genetik dan keturunan. Berbagai faktor tersebut akan berinteraksi dengan 
kompleks.



Faktor psikologis dapat sebagai pencetus munculnya gangguan fisik, misalnya 
gangguan tidur akibat kecemasan, nyeri otot tengkuk akibat stres atau diare dan 
nyeri ulu hati akibat ketakutan.



Faktor psikologis dapat pula mempengaruhi perjalanan klinis suatu penyakit, 
misalnya pasien stroke dengan depresi akan memiliki status fungsional yang 
relatif lebih buruk dibanding tanpa stres, angka kematian penyakit jantung 
koroner dipengaruhi oleh ada tidaknya depresi.



Faktor psikologis mempengaruhi berbagai organ tubuh melalui mekanisme yang 
kompleks antara faktor saraf, hormonal, dan imunologis. Stres kronik dapat 
mempengaruhi sistem saraf simpatis dan aktivasi sistem hormonal (aksis 
hypothalamus- hipofisis- adrenal).



Pacuan sistem hormon adrenal yang berlangsung lama dihubungkan dengan penekanan 
sistem imun (sistem kekebalan tubuh) karena hormon steroid. Hal ini menerangkan 
mengapa seseorang dengan stres kronik lebih mudah sakit. Pacuan sistem saraf 
simpatis menerangkan munculnya hipertensi, stroke, dan penyakit jantung koroner 
akibat stress emosional.



Pada beberapa kasus, gangguan psikosomatik dapat muncul reaksi konversi yang 
aneh dan tidak dapat dijelaskan oleh ilmu kedokteran. Buta mendadak, lumpuh 
mendadak, atau kesemutan yang sifatnya aneh umum dijumpai. Penderita pada 
umumnya masih berusia muda, sebagian besar wanita dan didahului oleh stressor 
yang jelas. Pasien ini akan menjalani berbagai pemeriksaan dengan hasil yang 
normal. Penulis beberapa kali menjumpai kasus konversi, dan tindakan 
psikoterapi sangat membantu kesembuhan pasien.



Pada umumnya pasien dengan gangguan psikosomatik sangat meyakini bahwa sumber 
sakitnya benar-benar berasal dari organ-organ dalam tubuh. Pada praktik klinik 
sehari-hari, pemberi pelayanan kesehatan seringkali dihadapkan pada permintaan 
pasien dan keluarganya untuk melakukan pemeriksaan laboratorium dan pencitraan 
(rontgen).



Pemeriksaan pencitraan dapat membantu untuk mengurangi kecemasan pada pasien 
dan keluarganya. Bila hasil pemeriksaan normal, maka tidak perlu ada kecemasan 
yang berlebih tentang suatu kondisi penyakit yang serius. Simak contoh pada 
Nona E di atas, ia tidak mau dikonsulkan kepada psikolog atau psikiater karena 
ia sangat yakin bahwa sumber sakitnya adalah fisik dan bukan psikis.



Mengapa ini terjadi? Kajian sosiologis oleh Nettleton (2006) menggambarkan 
bahwa pasien 'lebih suka menderita sakit yang sifatnya nyata'. Sebagian besar 
pasien juga akan sangat resisten bila diberitahu bahwa sakitnya berhubungan 
dengan stressor psikososial.



Sifat manusia tidak akan suka hidup dalam ketidakpastian, sehingga pasien tetap 
akan mencari tahu apa penyebab pasti dari sakitnya. Hal ini membuat pencarian 
penyebab organik akan terus dilakukan. Seorang pasien nyeri kepala primer 
kronik sangat mungkin akan menjalani pemeriksaan MRI, CT Scan kepala, EEG dan 
berbagai pemeriksaan laboratorium untuk mencari jawaban 'ada sesuatu yang salah 
dengan diri saya'.



Penulis pernah melakukan penelitian yang dipresentasikan pada pertemuan 
nasional Indonesian Pain Society (Agustus 2007). Penelitian ingin mengungkap 
harapan pasien nyeri kepala kronik primer (sebagian besar nyeri kepala tipe 
tegang otot). Nyeri kepala tipe tegang otot merupakan suatu bentuk gangguan 
psikosomatik yang umum dijumpai.



Hasil penelitian memperlihatkan bahwa hal utama yang pasien inginkan adalah 
'mencari tahu darimana nyeri kepala berasal'. Proses pencarian ini bisa sangat 
mahal dan menghabiskan sumber daya. Penelitian ini serupa dengan penelitian 
Davies, dkk (2005) pada 52 pasien nyeri kepala di klinik nyeri tersier. Hasil 
penelitian menunjukkan bahwa 77% pasien tetap masih ingin tahu sumber nyeri 
kepalanya dan 33% masih menginginkan pemeriksaan tambahan. 



Bagaimana seorang dengan gangguan psikosomatis dapat diobati?



Seorang petugas kesehatan harus melihat pasien atau klien sebagai makhluk 
fisik, psikis, sosial, dan spiritual yang utuh. Keluhan seorang pasien harus 
ditanggapi dengan serius (betapa pun anehnya keluhan tersebut). 



Penelitian menunjukkan bahwa pasien psikosomatis seringkali tidak puas dengan 
pelayanan medis yang didapatnya akibat tanggapan dokter yang tidak serius 
tentang penyakitnya. Pasien ini akan cenderung berpindah-pindah dokter atau 
rumah sakit tanpa hasil.



Seorang pasien akan lebih nyaman dan puas bila mendapat penjelasan yang jelas 
tentang penyakitnya, informasi dan instruksi yang jelas, dan pemeriksaan yang 
teliti (Verbeck, 2005).



Simak kata-kata Hipocrates, seorang pasien akan merasa lebih nyaman dengan 
sapaan, senyuman dan bila didengar dengan empati. Komunikasi yang baik harus 
dijalin untuk mengeksplorasi adanya stressor, dan seringkali tindakan konseling 
diperlukan. Penelitian menunjukkan bahwa intervensi psikologis klinis sangat 
membantu dalam banyak kasus. Kerjasama multidisiplin sangat diperlukan demi 
kebaikan pasien. 



Jadi jika Anda sering mengalami berbagai keluhan tapi ketika diperiksa tidak 
juga ditemukan masalah penyakit, mungkin jawabnya adalah terjadi gangguan 
psikomatis yang lebih ke arah masalah psikis.





dr Rizaldy Pinzon, Mkes, SpS



Regards, Lia Brasali-Ariefano, Dr 



Reply to sender | Reply to group | Reply via web post | Start a New Topic 
Messages in this topic (1) 

Recent Activity:        * New Members 29 

Visit Your Group 

[ Forum Kesehatan : http://www.medisian a.com ] 

 

Switch to: Text-Only, Daily Digest • Unsubscribe • Terms of Use

.



[Non-text portions of this message have been removed]





    
     

    
    


 



  






      Lebih Bersih, Lebih Baik, Lebih Cepat - Rasakan Yahoo! Mail baru yang 
Lebih Cepat hari ini! http://id.mail.yahoo.com

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke