http://www.suaramerdeka.com/harian/0602/27/nas05.htm
Analisis ekonomi Blok Cepu, Kasus Hukum dan Politik Didik J Rachbini INDONESIA kaya sumber daya alam, tetapi rakyatnya miskin. Kondisi yang kontras justru terjadi pada kawasan-kawasan sekitar pertambangan. Ini menunjukkan bahwa ada yang salah kaprah dalam sistem ekonomi pertambangan selama ini. Salah satu salah kaprah tersebut terjadi karena elite pemerintahan berkolusi dengan pengusaha dan investor asing. Karena itu, benteng kebijakan pertambangan jebol terus-menerus, yang mengorbankan kepentingan negara dan rakyat. Di antara kerapuhan kebijakan sektor pertambangan adalah kisruh dan salah kaprah di Blok Cepu. Hak penguasaan kawasan migas blok ini adalah Pertamina, yang kemudian beralih ke tangan Humpuss Patra Gas dalam kerja sama TAC sampai tahun 2010. Seharusnya Humpuss mengelola secara profesional hak tersebut dan kemudian mengembalikannya kepada Pertamina kembali, jika sudah selesai masa kontrak. Akan tetapi perusahaan pemburu rente yang umumnya adalah kroni kekuasaan hanya modal dengkul dan modal kekuasaan dari kroninya. Lisensi yang diambil dalam perburuan rente tersebut tidak untuk dikembangkan secara profesional, tetapi untuk dijual kembali kepada pihak lain. Jadi, Humpuss dalam hal ini pada dasarnya hanya perusahaan pemburu rente yang menjualbelikan lisensi dari negara. Dari praktik perburuan rente ekonomi seperti inilah kekayaan negara dijual dengan murah sehingga manfaatnya tidak maksimal untuk rakyat. Praktik ini pada dasarnya merupakan praktik korupsi, yang menjual bukan haknya kepada pihak lain. Hak untuk mengelola lapangan minyak tidak dilakukan, karena tidak memiliki modal yang memadai sehingga untuk menutupi kelemahan praktik bisnis dengan modal dengkul tersebut lalu lisensi tersebut dijual secara tidak legal. Lisensi Blok Cepu kemudian hilang menjadi barang tadahan, yang kini diambil oleh Exxon. Jadi, pihak Exxon posisinya sekarang sebagai perusahaan yang menadah hak yang tidak jelas keabsahannya. Humpuss tidak berhak menjual kembali kepada pihak lain, karena kerja sama teknis tersebut adalah untuk mengelola lapangan itu secara maksimal. Praktik jual-beli lisensi dalam rezim yang lama pada dasarnya memang berbau KKN, terutama berjalan dalam ciri alamiah pada perusahaan yang bersifat kroni. Karena itu, biaya transaksi dari praktik kronisme seperti ini menjadi sangat mahal, sebab perusahaan yang terlibat dalam transaksi tersebut mengambil bukan dari usaha yang bernilai tambah, melainkan dari jual beli kekuasaan. Kasus Blok Cepu adalah bentuk praktik kekuasaan yang memperjualbelikan lisensi dengan pengorbanan pendapatan negara yang hilang. Pemerintah secara normatif dalam perundingan dengan pihak Exxon telah mengemukakan untuk mempertimbangkan aspek penerimaan negara secara maksimal. Padahal, dengan masuk ke dalam perundingan government to business, pemerintah sudah merendahkan dirinya sendiri. Hak dasar sebenarnya ada pada negara dan paling awal dimiliki oleh Pertamina. Pertamina melakukan kontrak TAC dengan Humpuss sehingga ketika kontrak berakhir harus kembali kepada Pertamina. Pengembalian kepada pihak lain inilah yang berbau korupsi dan perburuan rente ekonomi sehingga menjadi salah kaprah seperti sekarang. Akibatnya timbul resistensi dan penolakan dari masyarakat. Ada juga alasan permisif pemerintah, karena kenaifan tidak mampu bernegosiasi, yaitu ingin mempertimbangkan iklim investasi. Padahal, sektor perminyakan merupakan sektor yang paling atraktif, karena menyimpan potensi keuntungan yang menjanjikan. Blok Cepu adalah lapangan minyak yang sangat besar cadangan minyaknya setelah Duri di Riau. Cadangan itu bisa mencapai 2 miliar barel, sedangkan cadangan gas mencapai 11 triliun kaki kubik. Dengan kandungan sebesar itu, semua pihak pasti mengerubutinya seperti semut mengelilingi gula. Pada masa KKN dapat dijalankan dengan mudah karena kekuasaan yang otoriter, lisensi untuk mengelola Blok Cepu adalah emas yang berharga sangat mahal. Inilah yang diperjualbelikan secara salah kaprah. Karena itu, kasus ini layak untuk masuk ke dalam pemeriksaan hukum. Secara politik, DPR juga perlu melakukan penyelidikan atas kekayaan negara yang diperjualbelikan dengan mengorbankan kepentingan rakyat. (46t) - Penulis adalah pengamat ekonomi dan anggota DPR RI. [Non-text portions of this message have been removed] Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/