sudah dilarang mempostingkan oot masih berani juga... On 09/03/06, Ikra <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Rabu, 08 Maret 2006 > Opini > > 'RUU Porno': Arab atau Indonesia? > > Goenawan Mohamad > > Seorang teman saya, seorang Indonesia, ibu dari tiga anak dewasa, pernah > berkunjung ke Arab Saudi. Ia tinggal di sebuah keluarga di Riyadh. Pada > suatu hari ia ingin berjalan ke luar rumah. Sebagaimana adat di sana, ia > bersama saudaranya yang tinggal di kota itu melangkah di jalan dengan purdah > hitam lengkap. Hanya sepasang matanya yang tampak. > > Tapi ia terkejut. Di perjalanan beberapa puluh meter itu, tiba-tiba dua > mobil, penuh lelaki, mengikuti mereka, mengitari mereka. Mata para > penumpangnya nyalang memandangi dua perempuan yang seluruh tubuhnya tertutup > itu. > > "Apa ini?" tanya perempuan Indonesia itu kesal. > > Cerita ini nyata--dan bisa jadi bahan ketika DPR membahas RUU "Anti > Pornografi dan Pornoaksi" (kita singkat saja: "RUU Porno"). Cerita ini > menunjukkan bahwa dengan pakaian apa pun, perempuan dapat dianggap > merangsang berahi lelaki. Tapi siapa yang salah? > > "Yang dapat membangkitkan nafsu berahi adalah haram," kata Fatwa MUI Nomor > 287 Tahun 2001. Bagi MUI, yang dianggap sebagai sumber "nafsu berahi" adalah > yang dilihat, bukan yang melihat. Yang dilihat bagi MUI adalah benda-benda > (majalah, film, buku--dan perempuan!), sedang yang melihat adalah orang, > subyek, yaitu > laki-laki. > > "RUU Porno" itu, seperti fatwa MUI, jelas membawa semangat laki-laki, dengan > catatan khusus: semangat itu mengingatkan saya akan para pria yang berada di > dua mobil dalam cerita di atas. Mereka melihat "rangsangan" di mana saja. > > Di Tanah Arab (khususnya di Arab Saudi yang dikuasai kaum Wahabi yang > keras), sikap mudah terangsang dan takut terangsang cukup merata, > berjalinan, mungkin karena sejarah sosial, keadaan iklim, dan lain-lain. > Saya tak hendak mengecam itu. > > Soalnya lain jika semangat "takut terangsang" itu diimpor (dengan didandani > di sana-sini) ke Indonesia, atas nama "Islam" atau "moralitas". > > Masalah yang ditimbulkan "RUU Porno" lebih serius ketimbang soal bagaimana > merumuskan pengertian "merangsang" itu. RUU ini sebuah ujian bagi masa depan > Indonesia: apakah Republik 17 ribu pulau ini--yang dihuni umat beragam agama > dan adat ini--akan dikuasai oleh satu nilai seperti di Arab Saudi? Adilkah > bila nilai-nilai satu golongan (apalagi yang belum tentu merupakan > mayoritas)dipaksakan ke golongan lain? > > Saya katakan nilai-nilai di balik "RUU Porno" datang dari satu golongan > "yang belum tentu merupakan mayoritas", sebab tak semua orang muslim sepakat > menerima nilai-nilai yang diilhami paham Wababbi itu. Tak semua orang muslim > Indonesia bersedia tanah airnya dijadikan sebuah varian Arab Saudi. > > Ini pokok kebangsaan yang mendasar. "Kebangsaan" ini bukan nasionalisme > sempit yang menolak nilai-nilai asing. Bangsa ini boleh menerima nilai-nilai > Wahabi, sebagaimana juga kita menerima Konfusianisme, loncat indah, dan > musik rock. Maksud saya dengan persoalan kebangsaan adalah kesediaan kita > untuk menerima pluralisme, kebinekaan, dan juga menerima hak untuk berbeda > dalam mencipta dan berekspresi. > > Mari kita baca sepotong kalimat dalam "RUU Porno" itu: > > Dalam penjelasan pasal 25 disebutkan bahwa larangan buat "pornoaksi" (sic!) > dikecualikan bagi "cara berbusana dan/atau tingkah laku yang menjadi > kebiasaan menurut adat istiadat dan/atau budaya kesukuan". Tapi ditambahkan > segera: "sepanjang berkaitan dengan pelaksanaan ritus keagamaan atau > kepercayaan". > > Artinya, orang Indonesia hanya bebas berbusana jika pakaiannya terkait > dengan "adat istiadat" dan "budaya kesukuan". Bagaimana dengan rok dan > celana pendek yang tak ada dalam "adat istiadat" dan "budaya kesukuan"? > > Tak kalah merisaukan: orang Jawa, Bali, Papua, dan lain-lain, yang berjualan > di pasar atau lari pagi di jalan, harus "berbusana" menurut selera dan > nilai-nilai "RUU Porno". Kalau tidak, mereka akan dihukum karena berjualan > di pasar dan lari pagi tidak "berkaitan dengan pelaksanaan ritus keagamaan > atau kepercayaan". > > Ada lagi ketentuan: "Setiap orang dilarang membuat tulisan, suara atau > rekaman suara, film atau yang dapat disamakan dengan film, syair lagu, > puisi, gambar, foto, dan/atau lukisan yang mengeksploitasi daya tarik bagian > tubuh tertentu yang sensual dari orang dewasa". > > Jika ini diterima, saya pastikan kesenian Indonesia akan macet. Para pelukis > akan waswas, sastra Indonesia akan kehilangan puisi macam Chairil, Rendra, > dan Sutardji serta novel macam Belenggu atau Saman. Koreografi Gusmiati Suid > atau Maruti akan terbungkam, dan film kita, yang pernah melahirkan karya > Teguh Karya, Arifin C. Noer, Garin Nugroho, sampai dengan Riri Riza dan Rudi > Sujarwo akan > menciut ketakutan. Juga dunia periklanan, dunia busana, dan media. > > Walhasil, silakan memilih: > > Indonesia yang kita kenal, republik dengan keragaman tak terduga-duga, atau > sebuah negeri baru, hasil "RUU Porno", yang mirip gurun pasir: kering dan > monoton, kering dari kreativitas. > > > 7 Maret 2006 > > > > Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? > Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] > > > ________________________________ > YAHOO! GROUPS LINKS > > Visit your group "ekonomi-nasional" on the web. > > To unsubscribe from this group, send an email to: > [EMAIL PROTECTED] > > Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service. > To unsubscribe from this group, send an email to: > [EMAIL PROTECTED] > > Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service. > Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service. > ________________________________ >
-- OK TAUFIK Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/