saya tukar subjectnya

2009/5/14 Taufik Dwidjowinarto <taufik_dwidjowina...@yahoo.co.id>

>
>
> Para politikus meributkan pilihan pak SBY menggandeng
> pak Boediono sebagai Cawapresnya itu, bermacam-macam alasan argumentasinya.
> Namun hal itu ditengarai oleh beberapa kalangan hanya disebabkan rasa ‘iri
> hati’
> saja, mengapa bukan dirinya yang dipilih oleh pak SBY.
>
>
>
> Mengapa demikian ?. Karena semua kalangan merasa
> haqqul yakin bahwa pak SBY berpasangan dengan siapapun juga (bahkan
> seandainya
> dipasangkan dengan sandal jepit sekalipun) akan mampu mengalahkan siapa pun
> juga kombinasi pasangan capres cawapres yang akan menjadi rivalnya di
> Pilpres.
>
>
>
> Memang ada segelintir kalangan yang
> mengkhawatirkan pasangan SBY-Boediono mempunyai 5 titik kelemahan yang
> dapat diserang
> oleh kombinasi pasangan capres cawapres yang akan menjadi rivalnya di
> Pilpres.
>
>
>
> Namun sepertinya kekhawatiran itu mengada-ada
> dan berlebihan, mengingat  kharisma figur
> pak SBY akan mampu menutupi semua kelemahan dari pasangan Cawapresnya.
>
>
>
> Maka sangat dimengerti jika pak SBY sangat percaya diri
> dengan pilihan Cawapresnya. Oleh sebab maka wajar jika ada yang memprediksi
> bahwa slogan  ’ Lanjutkan...!’  akan segera diteruskan dengan slogan  ’
> Dengan Siapa Saja Bisa...’ .
>
>
>
> Wallahualambishshawab.
>
>
>
> *****
>
>
>
> Pak Beye diprediksi ‘memenangi’ pemilu
> presiden dengan perolehan suara 60,3 persen.
>
>
>
> Angka itu terpaut jauh dari pesaing beratnya
> Megawati (21,9 persen), Jusuf Kalla (6,4 persen) dan Prabowo Subianto yang
> hanya sekitar 5,6 persen. Demikianlah hasil survei dilakukan oleh
> Lembaga Survei Indonesia secara cepat dari tanggal 31 Maret sampai 1 April
> 2009. Jumlah sampel mencapai 2.486 orang dengan wawancara
> langsung di 33 provinsi. Metode yang dipilih dalam survei ini menggunakan
> multistage random sampling dengan tingkat kesalahan 2,3 persen.
>
>
>
> Jadi sekiranya SBY ‘kesulitan’ mendapatkan Cawapres
> dan pada akhirnya harus berpasangan dengan ‘Sendal Jepit’ sekalipun, dapat
> ‘dipastikan’
> akan mampu ‘mengalahkan’ Megawati Soembako Murih walaupun didampingi
> Prabowo + Kalla
> sekaligus sebagai cawapresnya…
>
>
>
> SBY+Sendal
> jepit…mengalahkan MEGA+PRABOWO+KALLA.
>
>
> http://public.kompasiana.com/2009/04/06/sbysendal-jepitmengalahkan-megaprabowokalla/
>
>
>
> *****
>
>
>
> Setelah menyatakan bersedia menjadi calon presiden, Jusuf
> Kalla langsung menggebrak dunia perpolitikan Indonesia dengan berbagai
> jurus,
> salah satunya adalah ’slogan iklan’ kampanyenya, ”Lebih cepat, lebih baik”.
>  Sebuah pilihan slogan yang cukup cerdas,
> terutama bagi saya yang hanya berstatus penikmat berita dan iklan politik
> di
> televisi dan sama sekali bukan seorang praktisi iklan politik, apalagi
> konsultan politik yang sedang menikmati masa panen seperti saat ini.
>
>
>
> Slogan kampanye memang terbukti ikut berperan dalam
> sebuah kampanye politik, setidaknya ini yang dibuktikan Barack Obama dengan
> ”Change we can belive in” atau ”Yes We Can”. Kontekstual, pas dengan apa
> yang
> menjadi kebutuhan rakyat Amerika Serikat setelah sepuluh tahun di bawah
> kepemimpinan Presiden Bush.
>
>
>
> Perang slogan kampanye personal –bukan partai- setidaknya
> dimulai oleh Sutrisno Bachir, dengan berondongan slogan ”Hidup adalah
> Perbuatan” yang saking banyaknya diplesetkan orang menjadi ”Hidup adalah
> Beriklan”.
> Belakangan, SB menggantinya dengan ”Kita Mampu untuk Indonesia Baru”.
> Prabowo
> Subianto yang iklannya berderet-deret di televisi atau Megawati yang sudah
> pernah jadi presiden malah belum terlalu jelas slogan kampanyenya.
>
>
>
> Lalu bagaimana dengan sang incumbent ?.   Setelah sebelumnya bersama JK
> sukses dengan
> mantra ”Bersama Kita Bisa”, kini sepertinya SBY masih menyimpan rahasia.
>
>
>
> Slogan ”Lanjutkan !”  yang sering muncul lebih merupakan slogan
> kampanye Partai Demokrat ketimbang mewakili SBY secara personal. Tebakan
> saya
> slogan ”Lanjutkan !”  tidak akan dipakai
> dalam kampanye pilpres 2009 nanti, karena tidak mencerminkan karakter SBY
> dan
> juga tidak terlalu jelas apanya yang akan dilanjutkan.
>
>
>
> Bisa jadi tim SBY sudah punya segudang pilihan slogan
> yang pasti lebih ’ampuh’, lebih menarik dan lebih ’sakti’ dari mantra para
> pesaingnya.
>
>
>
> Saya malah curiga kalau ”Yes We Can”-nya Obama mencontek
> slogan ”Bersama Kita Bisa”-nya tim kampanye SBY-JK tahun 2004 lalu,
> buktinya
> adalah karena pilpres 2004 di Indonesia yang lebih dulu daripada pilpres di
> Amerika.
>
>
>
> Atau bahkan mungkin tim kampanye SBY tidak terlalu
> memikirkan slogan. Apalah arti slogan, lha wong tingkat popularitas SBY
> yang
> masih lebih tinggi dibanding capres manapun, bahkan ketika banyak lembaga
> survei yang canggih-canggih dan jago quick count itu mengotak-atik dan
> menyandingkannya dengan cawapres siapapun.
>
>
>
> Jadi saya yang rakyat biasa hanya bisa menebak kalau
> slogan kampanye SBY untuk pilpres nanti adalah ” Dengan Siapa Saja Bisa...”
>
>
>
> Dengan Siapa Saja
> Bisa…slogan kampanye pilpres SBY ?.
>
>
> http://public.kompasiana.com/2009/04/07/dengan-siapa-saja-bisaslogan-kampanye-pilpres-sby/
>
>
>
> *****
>
>
>
> Nama Boediono
> sudah dipilih oleh SBY untuk mendampinginya dalam pilpres mendatang.
>
>
>
> Walau SBY melihat
> banyak ‘kelebihan’ yang dimiliki oleh Boediono, tapi SBY harus waspada
> karena
> setidaknya ada  5  ‘titik lemah’  yang bisa ‘diserang’  oleh musuh SBY jika
> tetap bersikukuh
> menggandeng Boediono.
>
>
>
> " Pertama, sentimen geografis, Boediono
> dan SBY sama-sama dari Jawa.  Kedua, sentimen ideologis yaitu
> masyarakat masih memiliki mainstream Boediono adalah antek neoliberal ",
> ujar pengamat politik Universitas Paramadina Bima Arya Sugiarto saat
> berbincang
> dengan detikcom, Kamis (14/5/2009) pagi.
>  Ketiga, lanjut Arya, adanya sentimen Islam-Nasionalis, Boediono dan
> SBY dianggap sama-sama beraliran nasionalis sehingga tidak mempunyai
> keterwakilan golongan dari Islam.
>
> " Keempat, sentimen partai dan non partai,
>  dan kelima
> gaya kepemimpinan Boediono ", jelasnya.
> Menurut Arya, gaya kepemimpinan Boediono yang kalem dinilai tidak
> melengkapi gaya kepemimpinan SBY yang cenderung lambat. "Kalau JK selama
> ini kan menyempurnakan SBY ", tandas Direktur Eksekutif Charta Politika
> ini.
>
>
>
> 5 Kelemahan
> SBY-Boediono .
>
>
> http://pemilu.detiknews.com/read/2009/05/14/093854/1131203/700/5-kelemahan-sby-boediono
>
>
>
> *****
>
>
>
> Pusat Kajian
> Strategi Pembangunan Sosial Politik (PKSPSP) FISIP UI pada tanggal 5 Mei
> 2009
> merilis hasil surveinya yang dilakukan dari tanggal 27 April - 2 Mei 2009
>  secara simultan.  Hasil survei tersebut adalah berupa temuan
> hasil studi kuantitatif dan kualitatif.  Judul survei adalah persepsi
> dan preferensi masyarakat terhadap tokoh politik menjelang Pilpres
> 2009.  Survei
>  dilaksanakan di 20 propinsi di Indonesia terhadap 2000 responden.  Metode
> pengambilan sampling adalah ‘multi-stage random sampling’ ,  tingkat
> kepercayaan 95%, margin of error 4%.
>
>
>
> Temuan studi
> kuantitatif.  Sebanyak 79,9% responden menilai pemerintah sekarang
> kurang mampu terutama dalam menyelesaikan masalah ‘ekonomi’, yang meliputi
> tingginya harga-harga kebutuhan pokok, kurangnya lapangan kerja dan tingkat
> kemiskinan masyarakat yang semakin meningkat. Yang menilai cukup mampu 8,9%
> dan
> menyatakan baik hanya 1,3%. Sebanyak 52,7% menyatakan pemerintah kurang
> mampu
> menangani permasalahan politik, kekurang mampuan bidang hukum 47,8% .
> Nilai negatif juga terjadi dibidang lainnya seperti keamanan, sosial dan
> budaya.
>
>
>
> Hasil survei
> menyebutkan secara nasional, ‘Capres’ Prabowo Subianto merupakan ‘pesaing
> terberat’  SBY, dimana
> 31,15% responden menyatakan hal tersebut.
>
>
>
> Tingkat
> kebersaingan Mega 25,2%,  JK 21,05% dan Wiranto 12,7%. Sebagai cawapres
> terunggul diraih  Hidayat Nur Wahid yang mendapat dukungan 34%, Sri Sultan
> HB-X 17,3% dan Sutrisno Bachir 12%.  Untuk tokoh-tokoh yang dinilai
> layak menjabat presiden RI 2009-214, elektabilitas SBY 31%, Prabowo 23,95%,
> Mega 15,85%,  JK 13,85%, Wiranto 8,1%.  Untuk elektabilitas cawapres,
> Hidayat NW 34%, Sultan 17,3%, Sutrisno Bachir 12%, Tifatul Sembiring 6,2%,
> Puan
> Maharani 5,8%, Akbar Tanjung 5%, Hatta Rajasa 3%.
>
>
>
>
>
> Temuan Studi
> Kualitatif.
>
>
>
> Wawancara mendalam
> dilakukan di 20 propinsi, dengan masing-masing 5 wawancara, dengan total
> kegiatan 100, dilakukan  secara simultan. Informan dipilih secara acak
> dengan metode ‘Snowball’ dengan kriteria informan yang ‘mengikuti situasi
> politik nasional’ khususnya mengenai pilpres 2009.
>
>
>
> Mengenai figur ‘capres
> pilihan’, sebagian besar tokoh-tokoh tersebut menginginkan Prabowo Subianto
> sebagai presiden (32%).
>
>
>
> Sementara SBY
> menempati posisi kedua dengan nilai 30% informan.  Megawati 16% dan
> Jusuf Kalla 14%.
>
>
>
> Berdasarkan
> wawancara, kriteria figur capres 2009 yang diharapkan oleh masyarakat
> adalah  :   Berani,  tangguh dan tegas dalam mengambil
> keputusan, mampu melakukan perubahan demi kesejahteraan rakyat,  berpihak
> pada rakyat kecil/banyak/mayoritas (buruh, tani, nelayan),   Jujur
> dan tidak KKN.  Mampu melanjutkan pemberantasan korupsi, kolusi dan
> nepotisme.   Mampu menjaga ideologi Pancasila dan Integrasi bangsa
> Indonesia,  memiliki rasa nasionalisme yang tinggi,  menjaga
> martabat bangsa Indonesia bila berhadapan dengan negara asing.  Melindungi
> produksi/Industri dalam negeri, cerdas dan bijaksana.
>
>
>
> Dari hasil survei
> tersebut, terlihat bahwa secara perlahan elektabilitas Prabowo sebagai
> capres
> telah meningkat dengan cepat, dan bahkan mulai mendekati elektabilitas SBY
> yang
> berada pada posisi 31%, Prabowo hanya berada sekitar 7% dibawahnya.
>
>
>
> Elektabilitas Mega
> jauh dibawah SBY, berbeda sekitar 15%, JK lebih jauh lagi dibawah SBY
> dengan
> selisih sekitar 17%. Nampaknya kegigihan dan kemauan serta manuver Prabowo
> ke
> PDIP, Golkar serta bersatunya dengan Wiranto mendapat apresiasi
> responden.  Pada
> posisi cawapres, Hidayat NW masih yang terunggul dengan nilai 34%, yang
> layak
> dihitung adalah Sultan dengan elektabilitas 17,3%.
>
>
>
> Hasil studi
> kualitatif terhadap 100 tokoh terasa ‘mengejutkan’, karena para informan
> (tokoh) yang faham dengan pilpres memberikan dukungan lebih besar kepada
> Prabowo (32%) dibandingkan dukungan kepada SBY (30%).
>
>
>
> Dengan demikian,
> dari hasil survei tersebut, nampak bahwa  ‘titik lemah dan rawan’  dari SBY
> yang incumbent adalah justru dibidang
>  ‘ekonomi’ ,  hampir 80%
> responden menganggapnya tidak mampu menghadapi permasalahan bangsa dibidang
> ekonomi.  Yang menganggap penanganan ekonomi baik hanya 1,3%.
>
>
>
> Inilah ‘titik
> lemah’ yang selama ini didengungkan oleh kedua pesaingnya baik Mega maupun
> Prabowo.
>
>
>
> Ketidak percayaan
> responden terhadap pemerintah nampak juga dibidang politik, 52,7% responden
> menyatakan pemerintahan SBY tidak mampu menghadapi permasalahan politik,
> hanya
> 2,4% yang menilai mampu, sedang 21,3% menilai cukup.  Besar
> kemungkinan kekacauan masalah DPT yang dinilai merugikan masyarakat
> berpengaruh
> terhadap penilaian kemampuan incumbent.
>
>
>
> Menjelang pilpres
> yang tersisa sekitar 62 hari lagi, terjadi pergeseran peta kekuatan capres
> dan
> cawapres.  Nampaknya masyarakat memberikan penilaian positif terhadap
> Prabowo, elektabilitasnya naik secara signifikan, mulai mengancam posisi
> SBY. Kini
> yang menjadi masalah adalah belum adanya titik temu antara Mega dengan
> Prabowo,
> tentang masalah capres.
>
>
>
> Apabila Mega mau ‘mengalah’
> dan memberi dukungan serta gerbong PDIP kepada Prabowo, maka Prabowo akan
> menjadi lawan ‘tangguh dan berbahaya’ bagi SBY.
>
>
>
> Peluang lainnya
> apabila terjadi ‘dead lock’ dengan Mega, Prabowo maju sendiri, masih
> memungkinkan menarik PPP dan PAN sebagai teman berkoalisi.  Posisi Prabowo
> akan lebih kuat apabila disandingkan dengan Sultan yang memiliki
> elektabilitas
> 17,3%.
>
>
>
> Mau tidak mau SBY
> harus berfikir ulang siapa cawapresnya, kini cawapres SBY harus dihitung
> elektabilitasnya, dengan ‘mengukur kemungkinan majunya’  Prabowo.
> Dari sisi SBY, sangat berbahaya apabila terlalu ‘confident’ dengan
> posisinya selama ini. Titik rawan mulai muncul setelah JK mengutarakan
> bahwa
> beberapa program ekonomi pemerintah adalah hasil pemikiran Golkar.
>
>
>
> Kesimpulannya,
> Prabowo apabila mendapat kesempatan maju menjadi capres akan menjadi lawan
> yang
> ‘berbahaya dan memiliki peluang menang’ dari SBY, beberapa kriteria figur
> capres yang didapat dari hasil survei nampaknya justru menggambarkan
> keberpihakan kearah Prabowo yang terus menyuarakan ‘perubahan’.
>
>
>
> Pihak Partai
> Demokrat sebaiknya lebih berhati-hati dalam menangani isu ‘ekonomi dan
> politik’..
> Jangan terlalu percaya diri dan lengah, walau hasil survei ini hanya
> persepsi
> masyarakat, tetapi pelaku survei adalah sebuah universitas yang memiliki
> kemampuan dan keilmuan yang dapat dipertanggung jawabkan.  Semoga
> bermanfaat.
>
>
>
> Survei
> FISIP UI, Prabowo Pesaing Ketat SBY.
>
> Prayitno
> Ramelan
>
>
> http://prayitnoramelan.kompasiana.com/2009/05/05/survei-fisip-ui-prabowo-pesaing-ketat-sby/
>
>
>
> *****
>
>
>
> Naiknya
> popularitas Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam survei Lembaga
> Survei Indonesia (LSI) sebanyak 61 persen, tidak berarti SBY dengan ‘mudah’
> memenangkan pemilu presiden 8 Juli mendatang.
>
>
>
> “ Masih ada pelung
> SBY kalah dalam pilpres mendatang ”, ungkap peneliti senior LSI Burhanudin
> Muhtadi saat berbincang dengan okezone di Jakarta, Rabu (29/4/2009).
> Dari hasil analisanya, Prabowo Subianto
> memiliki ‘peluang’ untuk mengalahkan SBY di putaran kedua.
>
> Pertama, Prabowo memiliki  ‘contras
> image’  dengan SBY.  Dia tegas,
> sedangkan SBY dikenal peragu.  Dia juga dikenal ‘anti kapitalis
> global’.  Sedangkan SBY ‘pro kapitalis global’.
>
>
>
> Kedua, saat ini
> sedang terjadi krisis global. Menteri Keuangan Sri Mulyani dikabarkan akan
> meminjam uang kembali kepada negara donor. Jika hal ini terjadi, maka
> Prabowo
> akan diuntungkan dengan image dia yang  ‘anti intervensi asing’,  ‘anti
> kapitalis global’ .
>
>
>
> Ketiga, jika
> Prabowo lolos ke putaran kedua, maka dia punya peluang besar untuk kalahkan
> SBY. Karena, jika lolos maka dia seperti mendapatkan durian runtuh,
> pasalnya  ‘seluruh elit akan merapat ke sana’ .
>
>
>
> Soal poin ketiga,
> Burhan menampik hal ini akan sama seperti pemilu 2004. Di mana saat itu,
> SBY ‘dikeroyok’
> Koalisi Kebangsaan.  “Saat itu incumbentnya adalah Mega. Sedangkan
> saat ini incumbentnya adalah SBY. Itu lah yang membedakan”, pungkasnya.
>
>
>
> Popularitas Naik, SBY Masih Berpotensi Kalah.
>
>
> http://www.pemiluindonesia.com/opini-pemilu/popularitas-naik-sby-masih-berpotensi-kalah.html
>
>
>
> *****
>
>
>
> Dunia perpolitikan di Indonesia minggu
> terakhir ini disesaki dengan berita koalisi yang belum juga jelas. Partai
> Demokrat yang akan mengantongi kira-kira 20,6 % suara kini menjadi
> ‘leader’,
> parpol terbesar, menaklukkan dua partai papan atas PDIP dan Golkar.
> Elektabilitas SBY sebagai Capres juga duduk pada peringkat teratas
> dibandingkan
> para pesaingnya Mega, Prabowo, Sri Sultan, Wiranto, Jusuf Kalla.. Dengan
> kedudukan ini maka Partai Demokrat, khususnya SBY telah menjelma menjadi
> Raksasa Politik yang mampu mengatur parpol lainnya. Tak kurang Golkar-pun
> tak
> berdaya saat datang dan menawarkan opsi koalisi dan cawapres. Partai
> Demokrat ‘keukeuh’
> meminta tiga calon, yang tidak cocok dengan keinginan Golkar. Maka tim lobi
> Golkar yang hebat, Prof. Muladi (Gubernur Lemhannas) , Andi Matalata
> (Menkumham) serta Letjen Purn Sumarsono (Sekjen Golkar) menghentikan
> pembicaraan, menyatakan pembicaraan ‘dead lock’. DPP Golkar akhirnya
> menyimpulkan  bahwa mengemis menjadi cawapresnya SBY adalah jalan menuju
> bunuh diri. Memaksakan
> merapat  kepada yang berkuasa  akan menghilangkan
>  kehormatan dan harga diri. Memilih pragmatisme akan membuat kader
> dan sipatisannya  semakin tidak percaya dan itu akan membawa kehancuran
> bagi Golkar pada 2014. Pengurus DPP Golkar karena dijepit waktu, keesokan
> harinya harus melaksanakan Rapimnasus, memutuskan menarik diri dari
> koalisi dengan Demokrat. Akhirnya Rapimnasus sepakat memutuskan mencalonkan
> JK
> menjadi capres dan memberi mandat kepada JK untuk melakukan pembicaraan
> dengan
> partai lainnya untuk berkoalisi. JK kemudian melakukan pertemuan dengan
> elit
> PDIP dan  Megawati. Keduanya sepakat akan membentuk pemerintahan yang
> kuat. Rencana koalisi kedua parpol besar masih terganjal dengan pengaturan
> posisi capres. Dilain sisi PDIP telah melakukan pembicaraan koalisi dengan
> Gerindra dan Hanura.
>
>
>
> Sebelum JK ‘merapat’, kediaman Megawati di
> Teuku Umar menjadi posko dari beberapa tokoh dan parpol nasionalis dalam
> menuntut amburadulnya pemilu legislatif khususnya DPT.
>
>
>
> Tidak kurang muncul tokoh nasional Prabowo, Wiranto,
> Gus Dur, Rizal Ramli, Sutiyoso serta 14 Ketua partai yang tidak lolos
> parliamentary threshold.
>
>
>
> Posko tambah semarak dengan datangnya 20
> orang ‘Purnawirawan Jenderal’ yang mendukung tuntutan pembenahan DPT.
>
>
>
> Publik kemudian mempertanyakan, ada apa ini ?.
> Apakah sedemikian besarnya kelompok yang berseberangan dengan SBY ?.  SBY
> kemungkinan hanya akan didukung PKB, PKS dan mungkin PAN. Sementara PPP
> kemungkinan akan mengikuti arah Prabowo.
>
>
>
> Kekuatan blok Teuku Umar dinilai merupakan ‘kekuatan
> luar biasa’ dari sebuah koalisi besar apabila pada akhirnya nanti Golkar
> bersatu dengan PDIP, Gerindra, Hanura dan kemungkinan PPP.
>
>
>
> Bagaimana kira-kira nanti peta pilpres ?.
> Banyak beredar pandangan komposisi koalisi, JK tetap maju sebagai capres,
> Mega maju sebagai capres, Prabowo dan Wiranto sebagai cawapres. Kedua
> purnawirawan Jenderal tersebut penting ditampilkan mendampingi kedua capres
> untuk mengimbangi SBY yang juga Jenderal. Apabila salah satu kubu kalah dan
> kubu lainnya maju ke putaran kedua, kubu yang kalah akan merapatkan
> barisan,
> menyatukan diri. Skenario yang sulit adalah bagaimana apabila sejak awal
> keempat partai nasionalis tersebut bersatu. Apakah presidennya Mega atau JK
> ?.
> Ada sebuah skenario mengejutkan, capresnya Prabowo, cawapresnya JK,
> Megawati
> mundur dan meyerahkan gerbong PDIP kepada pasangan ini. Hingga saat ini
> nampaknya belum ditentukan formulasi terbaik dari koalisi tersebut.
>
>
>
> Apabila target PDIP dan Golkar akan
> memenangkan persaingan dengan SBY, maka peluang terbesar dengan melakukan
> langkah ‘berani’ yang tidak diduga lawan, disebut dengan teori ‘daya
> kejut’.
>
>
>
> Bagaimana peluang kemenangan antara kubu SBY
> apabila dihadapkan dengan kubu Prabowo plus kubu Teuku Umar ?.
>
>
>
> Kalau kita meneliti pelaksanaan pemilu
> presiden 2004, kemenangan pilpres banyak ditentukan oleh ‘figur’. Saat itu
> konstituen membutuhkan pemimpin, yang muncul adalah Megawati, SBY, Wiranto,
> Hamzah Haz dan Amin Rais. Ternyata yang maju keputaran kedua adalah Mega
> sebagai incumbent dan SBY. Amin Rais sebagai tokoh besar reformasipun tidak
> berdaya, Wiranto berada pada posisi ketiga, figurnya dikalahkan oleh SBY.
> Pada
> putaran kedua SBY dinilai sebagai figur pemimpin yang tepat, jenderal,
> performance sempurna, kemudian terpilih sebagai presiden. Kini kembali
> ‘figur’
> SBY nampaknya mampu membius lebih dari  50% konstituen. Bahkan
> simpatisan beberapa partai lawan politiknya menurut survei juga berpaling
> padanya.
>
>
>
> Apabila Mega atau JK yang maju melawan SBY,
> kemungkinan besar akan dikalahkan oleh SBY. Keduanya adalah tokoh lama
> dibawah
> SBY.
>
>
>
> Peluangnya mungkin hanya dimiliki oleh
> Prabowo, tokoh baru, lebih netral ke Golkar dan PDIP, memiliki konsep
> perbaikan
> perekonomian rakyat dan mempunyai kemampuan memotivasi rasa nasionalisme
> kebangsaan. Prabowo memiliki konsep ‘perubahan’ yang lebih jelas. Disamping
> itu
> juga dukungan dananya sangat besar.  Apabila
> PDIP, Golkar, dan Hanura bersatu dan secara penuh mendukungnya, maka sosok
> Prabowo harus diwaspadai oleh SBY. Direktur LSI Denny JA mengatakan bahwa
>  “ Demokrat lebih unggul di citra partai dan
> BLT. Tapi, PDI Perjuangan dan Golkar unggul di mesin lokal dan mampu
> meminimalkan golput di basisnya ”.
>
>
>
> Memang apabila diukur dari elektabilitas, SBY
> akan sulit dikalahkan oleh siapapun.  Akan
> tetapi kini nampaknya pertarungan dalam pilpres akan sangat tergantung
> kepada
> tiga hal,  yaitu elektabilitas ‘figur’,  ‘konsep’ dari koalisi tentang masa
> depan
> negara,  serta kemampuan meraih ‘swing
> voter’ atau meminimalkan ‘golput’ dibasisnya masing-masing.
>
>
>
> Walaupun kini elektabilitas SBY tertinggi,
> apabila konsepnya kalah oleh ‘konsep ekonomi’ Blok Teuku Umar serta
> kemampuan
> menarik hati swing voters-nya lemah, SBY masih ‘berpeluang’ untuk
> ‘dikalahkan’.
>
>
>
> Kebesaran nama SBY yang berubah dari ‘anak
> kecil’ menjadi raksasa politik, harus dijaga secara hati-hati oleh elit
> Demokrat yang kadang suka salah omong. Jangan sampai nanti SBY dinilai
> besar
> seperti ‘Rahwana’ yang akan ‘diantipati’ oleh konstituen.  Biarkanlah dia
> tetap menjadi figur Batara
> Wisnu, tokoh kebaikan, santun, tetapi yang bisa berubah menjadi Raksasa
> sakti
> apabila dibutuhkan untuk membela kebenaran. Inilah tugas berat dari para
> elit
> Partai Demokrat.
>
>
>
> Terakhir, manusia harus berusaha tetapi Tuhan
> yang akan menentukan, karena itu jangan lupa kita harus banyak berdoa.
> Demikian
> sedikit sumbang pendapat dari  ‘Old Indie Blogger’,  semoga ada manfaatnya.
>  Maaf kalau ada kekurangan.
>
>
>
> Masih Mungkinkah SBY
> Kalah ?.
>
>
> http://prayitnoramelan.kompasiana.com/2009/04/25/masih-mungkinkah-sby-kalah/
>
>
>
> *****
>
>
>
>   Tarekat Qodiriyah Wa Naqsyabandiyah klik
> http://www.SyaikhAchmadSyaechudin.org
>
> Lebih bersih, Lebih baik, Lebih cepat - Yahoo! Mail: Kini tanpa iklan.
> Rasakan bedanya! http://id.mail.yahoo..com
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
>  
>


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com
http://capresindonesia.wordpress.com
http://infoindonesia.wordpress.comYahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:ekonomi-nasional-dig...@yahoogroups.com 
    mailto:ekonomi-nasional-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ekonomi-nasional-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke