yg beginian dibilang sederhana???..bullshit! ---------- Forwarded message ---------- From: Syaiful Muslim <syaiful_mus...@yahoo.com> Date: 2009/5/22 Subject: [Sabili] SBY Tidak Berbudi Lagi; Kesederhanaan Boediono Dipertanyakan To: Sabili <sab...@yahoogroups.com>
SBY Tidak Berbudi Lagi; Kesederhanaan Boediono Dipertanyakan Oleh ichwan kalimasada 22 Mei 2009 SBY Tidak Berbudi Lagi; Kesederhanaan Boediono dipertanyakan. JAKARTA, KOMPAS.com - Setelah dua jam melakukan klarifikasi terhadap kekayaan milik calon wakil presiden Boediono, tim verifikasi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) KPK, menemukan dalam satu tahun, harta kekayaan milik Boediono meningkat sebesar Rp 3,4 miliar. Dari 31 Mei 2008 , harta kekayaan Boediono meningkat dari Rp 18,6 miliar jadi Rp 22,06 miliar atau setara dengan 18,3 persen, terang Eko S Tjiptadi, Deputi Bidang Pencegahan KPK, setelah melakukan klarifikasi harta kekayaan di rumah Boediono, Rabu (20/5). Lebih lanjut, Eko menerangkan kenaikan tersebut berasal dari Kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebesar Rp. 560 juta, kenaikan tabungan sebesar Rp 2 miliar, dan kenaikan surat berharga Rp 600 juta. Masih segar ingatan kita bagaimana Bung Fasial mengagung-agungkan kesederhanaan Boediono yang dikenalnya yang di posting di blog ini. Sungguh miris mendengarnya, karena kesederhanaan seperti terasa dipaksakan karena sebenarnya masih menumpuk harta 22, 06 Milyar sampai rental mobil sedan Camry segala. Dibawah ini saya kutip sekilas postingan Bung Faisal Basri yang dulu getol mengkritik beliau, Kalau mau tahu rumah pribadi Pak Boed di Jakarta, datang saja ke kawasan Mampang Prapatan, dekat Hotel Citra II. Kebetulan kantor kami, Pergerakan Indonesia, persis berbelakangan dengan rumah Pak Boed. Rumah itu tergolong sederhana. Bung Ikhsan pernah bercerita pada saya, ia menyaksikan sendiri kursi di rumah itu sudah banyak yang bolong dan lusuh. (Sisi Lain Pak Boed yang Saya Kenal Oleh Faisal Basri - 14 Mei 2009 - Dibaca 20657 Kali - ). Peran Boedino Dalam BLBI Lalu di mana peran Boediono? Saya tidak tahu persis. Dalam kesaksiannya pada sidang Paul Sutopo itu, kepada hakim Boediono mengaku, dia ikut memberikan disposisi persetujuan pemberian fasilitas kliring terhadap bank bersaldo debit. Itu terjadi dalam rapat tanggal 15 Agustus 1997 tapi kata dia, dalam rapat direksi BI tanggal 20 Agustus 1997, dirinya tidak ikut memberikan disposisi. Temuan BPK menyebutkan, bersama-sama dengan Aulia Pohan, Dono Iskandar, Hendro Budianto, Heru Supraptomo, Iwan Ridwan Prawiranata, Miranda Swaray Goeltom dan Paul Sutopo, Boediono ikut memutuskan aliran dana BLBI kepada sejumlah bank, yaitu Bank Pelita dan Bank Umum Nasional. Seperti dikutip Bisnis Indonesia, penyaluran dana BLBI kepada Bank Pelita, menurut laporan BPK, bukan saja hanya aneh melainkan juga ada unsur tindak pidana korupsi. Lembaga itu mencatat setidaknya ada empat hal yang menjadi tanda tanya. Pertama, pemberian saldo debet sebelum 31 Desember 1997, dilakukan tanpa persetujuan direksi BI sebesar Rp 1,07 triliun. Kedua, pemberian SBPUK tidak sesuai dengan permohonan dari bank sebesar Rp 873,14 miliar. Ketiga, bank masih bersaldo debit setelah 12 Januari 1998 dan terjadi terus menerus sampai bank dibekukan 4 April 1998 sebesar Rp 48,72 miliar. Keempat, dana talangan valas hanya dijamin dengan warkat koreksi jumlah pembukuan rekening BPPN bukan surat berharga sebesar Rp 921,85 miliar. Masih menurut Bisnis Indonesia, hasil audit atas penggunaan BLBI pada Bank Pelita itu juga menunjukkan ada penyimpangan yang berindikasi pidana korupsi. Indikasi pertama, dana BLBI digunakan untuk menutup kerugian transaksi valas antara bank dan PT TC, sebesar Rp 99,100 miliar. Kedua, dana BLBI digunakan untuk pembayaran/pelunasan dana pihak ketiga terkait dan yang diduga terkait melalui rekening giro (rupiah) PT PAT, sebesar Rp 2,29 miliar. Ketiga, penggunaan dana BLBI untuk pelunasan kewajiban yang timbul dari penarikan dana (taking) yang melanggar ketentuan sebesar Rp 487,98 miliar. Keempat, pembayaran/pelunasan dana pihak ketiga terkait a.n. PT TC, sebesar Rp 38,44 miliar. Kelima, dana BLBI digunakan untuk menutup kerugian transaksi valas sebesar Rp 394,42 miliar. Keenam, ekspansi kredit yang dibiayai dengan short term interborrowing yang akhirnya menggunakan dana BLBI, sebesar Rp 43,25 miliar. Harian yang sama juga menyebutkan, untuk kasus BLBI Bank Umum Nasional, hasil audit BPK menunjukkan ada penyimpangan yang berpotensi merugikan negara sebesar Rp 4,02 triliun. Antara lain dana BLBI yang digunakan untuk membayar kewajiban bank kepada nasabah pihak terkait sebesar Rp 23,60 miliar. Dana BLBI juga digunakan untuk membiayai placement baru dalam pasar uang antar bank (PUAB) sebesar Rp 1,40 miliar termasuk nilai dalam valas sebesar US$ 202,2 juta. Itu belum termasuk, BLBI yang digunakan untuk pemberian fasilitas kredit/tagihan lainnya sebesar Rp 485,63 miliar dan merealisasikan kelonggaran tarik dari komitmen kredit yang sudah ada sebesar Rp 4,81 miliar. Ada juga dana BLBI yang digunakan untuk membayar kewajiban bank kepada nasabah pihak terkait sebesar Rp 23,60 miliar dan BLBI yang digunakan untuk membiayai lain-lain pengeluaran bank sebesar Rp 3,24 triliun. Tanggal 28 November 2007, Komisi IX pernah meminta Boediono untuk menjelaskan soal BLBI itu. Dia hadir bersama mantan Menkeu Bambang Subianto, mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli, mantan Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjorojakti, Boediono (waktu itu Menko Perekonomian), mantan Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita, mantan Menko Ekuin Hartarto, mantan Menkeu Bambang Sudibyo, dan mantan Kepala Bappenas Kwik Kian Gie. Waktu itu antara lain Boedino menjelaskan, dirinya mendukung digunakannya angka-angka BPK tapi dia meminta kasus itu tidak dibuka kembali karena akan menghabiskan banyak energi dan waktu. Sebagai masukan untuk bapak-bapak dan ibu-ibu, sesuai Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004, Dewan mempunyai hak sepenuhnya untuk mengoordinasikan, apalagi didukung oleh angka-angka BPK, kata Boediono (lihat BLBI: DPR Pertanyakan Perbedaan Depkeu dan BPK, Suara Karya, 29 November 2009). Dalam rapat itu, Boediono juga mengaku sebagai warga negara dan rakyat, dia sangat ingin membantu menyelesaikan masalah BLBI. Sebagai mantan menkeu dan warga negara, saya sangat ingin membantu masalah yang ada di depan mata, yang dihadapi bapak-bapak dan ibu-ibu. Karena itu, saya komentari masalah ini, kata Boediono. Pernyataan Boediono itu menurut Suara Karya mendapat reaksi dari anggota DPR dan mantan menko dan menkeu yang hadir dalam rapat. Boediono dinilai terlalu mudah menyatakan sebagai warga negara atau rakyat, karena dia seharusnya juga ikut bertanggung jawab dalam kasus BLBI. Kalau sudah soal tanggung jawab, cepat sekali mengaku jadi rakyat. Padahal dia jadi pejabat di BI dan Departemen Keuangan sejak awal krisis, sehingga harus bertanggung jawab, kata seorang mantan menteri yang hadir. Mengomentari kasus Syafrudin (mantan Ketua BPPN) yang menjadi tersangka dugaan korupsi penjualan aset PT Pabrik Gula Rajawali III, Gorontalo Kwik mengungkapkan, Boediono sebagai anggota ex officio KKSK sebetulnya punya andil besar dan mengetahui semua penjualan aset-aset BPPN. Sejak menjadi bagian dari orang-orang yang bisa menentukan merah biru perekonomian Indonesia, catatan penting tentang Boediono mulai semakin banyak. Salah satunya menyangkut penjualan 51 persen saham BCA kepada Farallon Capital Partners, 14 Maret 2002. Kwik Kian Gie kolega Boediono di Kabinet Gotong Royong bercerita, sehari sebelum bank itu dijual, rapat kabinet yang dipimpin oleh Megawati sebetulnya tak mengagendakan soal penjualan BCA. Agenda rapat penjualan BCA baru muncul siang harinya usai rapat kabinet, ketika para menteri ekonomi berinisiatif mengadakan rapat terbatas di Gedung Departemen Kesehatan di Jalan Haji Rangkayo Rasuna Said, Jakarta. Di rapat itu Kwik yang menjadi Kepala Bappenas mengaku berdebat dengan Menko Ekonomi Dorodjatun Kuntjorojakti, Menteri BUMN Laksamana Sukardi dan Boediono sebagai Menteri Keuangan. Tiga menteri itu menyetujui agar BCA segera dijual sementara Kwik tidak setuju. Alasan Kwik kalau BCA harus dijual, maka obligasi rekap pemerintah di BCA harus terlebih dulu dikeluarkan. Hal itu penting, karena dalam pandangan Kwik, semua obligasi itu hanya digunakan sebagai instrumen bukan obligasi yang sebenarnya. Obligasi rekap adalah salah satu klausul letter of intent yang disodorkan oleh Dana Moneter Internasional, IMF kepada Indonesia. Dengan kata lain, bila kelak banknya sudah sehat, obligasi pemerintah bisa ditarik kembali. Namun rupanya setelah bank-bank itu sudah sehat dan bebas dari kredit macet, IMF mendesak bank-bank yang sudah sehat itu termasuk BCA harus dijual bersama obligasinya. Hari itu rapat di Depkes juga menemui kebuntuan. Setelah dilanjutkan dengan rapat menteri-menteri bidang ekonomi, yang juga tidak bisa mencapai kata putus, soal penjualan BCA lalu diserahkan kepada menko ekonomi dan beberapa menteri lain. Kwik tidak masuk dalam daftar menteri itu. Dia baru tahu keesokan harinya, mayoritas saham BCA telah dijual kepada Farallon seharga Rp 1.775 per lembar saham atau total Rp 5,3 triliun meski di dalamnya terdapat tagihan pemerintah Rp 60 trilun. (lihat Penjualan BCA, Lentera Merah, 21 Juni 2008). Bersama dengan 22 bank lain, BCA adalah penerima BLBI. Semula nilainya hanya Rp 26,59 triliun tapi setelah masuk ke BPPN dan menjadi tanggungan pemerintah, aliran dana BLBI yang masuk ke BCA meningkat menjadi lebih dua kali lipat atau mendekati Rp 60 triliun. Hingga dijual kepada Farallon itu, obligasi rekap yang harus ditanggung pemerintah di BCA sudah mencapai Rp 58,2 triliun. Ada pun Farallon merupakan konsorsium yang dipimpin oleh Sarindo Holding Mauritus. Dalam dokumen BCA yang diterima BI disebutkan, pemegang saham terbesar BCA bukanlah Farallon melainkan Farindo Investment. Anggotanya antara lain Alaerca Invesment Limited yang sahamnya dimiliki pemegang saham PT Djarum. Wallahualam. http://public.kompasiana.com/2009/05/22/sby-tidak-berbudi-lagi-kesederhanaan-boediono-dipertanyakan/ [Non-text portions of this message have been removed] [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com http://capresindonesia.wordpress.com http://infoindonesia.wordpress.comYahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:ekonomi-nasional-dig...@yahoogroups.com mailto:ekonomi-nasional-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ekonomi-nasional-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/