Rasanya masih mending jika jadi BOEROEH Broer! Jika diliat dari ayat-ayat dibawah ini..
*Ar Ruum 30:28* Dia membuat perumpamaan untuk kamu dari dirimu sendiri. Apakah ada diantara *hamba-sahaya* yang dimiliki oleh tangan kananmu, *sekutu bagimu dalam (memiliki) rezeki* yang telah Kami berikan kepadamu; maka *kamu sama dengan mereka* *dalam* *rezeki* *itu*, kamu takut kepada mereka sebagaimana kamu takut kepada dirimu sendiri? Demikianlah Kami jelaskan ayat-ayat bagi kaum yang berakal. *An Nahl 16:71* Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebahagian yang lain dalam hal rezeki, tetapi *orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau memberikan rezeki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki*, *agar mereka sama (merasakan) rezeki* itu. Maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah? Jangan-jangan sudah jadi budak, atau lebih rendah lagi... Kacian deh...! 2009/5/27 rifky pradana <rifkyp...@yahoo.com> > > Slogan > tentang een natie van koelias > en een koelie onder de naties atau negara kuli dan kulinya bangsa lain, apakah masih > relevan untuk kondisi hari ini ?. Ataukah hanya relevan dengan situasi zaman > kolonial pra Proklamsi Kemerdekaan tahun 1945 saja ?. > > Jika bangsa kita, kaum bumiputera hanya > menjadi buruh di negeri sendiri sedangkan sang majikan tetaplah bangsa > asing, maka itu masih sangat relevan sampai hari ini. > > Koeli > Ordonantie nomor 78, barangkali dapat menjadi referensi tentang relevansi > tentang suratan takdir bumiputera negeri ini yang di zaman kolonial hanyalah > sebagai koeli -Proklamasi Kemerdekaan 1945 tidaklah merubah > nasibnya- di hari ini tetap saja hanya > sebagai boeroeh. > > Dulu > hanya KOELI sekarang pun tetap hanya BOEROEH !. > > Overview : > > Inilah > cerita dari zaman Koeli Ordonantie yang pada awalnya peraturan nomor 138 yang > dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda bermaksud baik dan mulia > untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif seraya membuka lapangan kerja > bagi para penganggur yang miskin. > > Demikian > perhatiannya pemerintah kolonial Hindia Belanda dalam regulasi ketenagakerjaan > ini untuk mendorong maraknya laju investasi sektor perkebunan tembakau di Deli, > sehingga dalam perkembangannya setelah 10 tahun kemudian dilakukan revisi > peraturan Koeli Ordonantie dengan surat keputusan Gubernur Jenderal pemerintah > kolonial Hindia Belanda nomor 78. > > Akan tetapi kenyataannya sejarah mencatat lain, > peraturan Koeli Ordonantie nomor 138 dan revisinya Koeli Ordonantie nomor 78 > itu ternyata lebih mengikat dan merugikan kepentingan para koeli. > > Posisi > tawar yang lemah dari para koeli dibandingkan posisi tawar yang dimiliki oleh > para tuan atau ondernemer, ditambah dengan lemahnya fungsi pengawasan dari para > aparat pegawai pemerintah kolonial Hindia Belanda dalam segala tingkatan dan > segala jenjang eselon telah membuat cerita bagaikan horor dalam khayalan saja. > > Aparat > yang bermental koruptor dan memeras serta lebih suka berpihak kepada para > ondernemer yang memberinya amplop uang suap itu, telah membuat cerita yang > layaknya hanya ada dalam cerita horor pada dongeng khayalan saja itu, kemudian > menjelma menjadi cerita nyata yang tercatat dengan tinta warna darah dalam > sejarah. > > Sebuah > cerita tentang kepedihan pada suatu waktu di masa lampau yang pernah menimpa warganegara > bumiputera yang menjadi para koeli. > > Namun sepedih dan seperih apapun cerita > kehidupannya, toh tak menjadikan para koeli bumiputera itu mati dan musnah > seperti layaknya genoside. > > Mereka para koeli itu ternyata masih bertahan > hidup dan dapat hidup seperti manusia bernyawa pada umumnya seperti > beranak-pinak hingga turun temurun yang keturunannya masih eksis berlanjut > sampai dengan hari ini. > > Dan hari ini kita mendapatkan berkah warisan dari > peraturan Koeli Ordonantie berupa hasil banjir investasi pada waktu itu yang > hari ini berupa aset produktif dalam bentuk tanah-tanah perkebunan tembakau di Deli > yang mutu tembakaunya sangatlah terkenal diseluruh dunia sebagai yang terbaik > untuk bahan cerutu. > > Tentunya > aset produktif penghasil devisa bagi negara yang merupakan aset bangsa itu akan > meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat Indonesia yang sebagian diantaranya > merupakan anak keturunan dari para koeli orang > Jawa zaman Koeli Ordonantie. > > Walau agak berbeda dengan yang terjadi pada zaman > ini, namun esensinya sama mekanisme secara tak langsung bagi pemaksaan kontrak kerja > dengan upah yang rendah dengan klausul kontrak yang hanya memberikan > perlindungan yang minim bagi para buruh. > > Pada > masa lalu, kondisi dan situasi dimana para koeli terhimpit oleh tumpukan hutang > piutangnya kepada para tuan juragan perkebunan > yang tak terbayarkan oleh para koeli itu dijadikan senjata pemaksa oleh para > administratur perkebunan untuk menekan para koeli agar menerima kontrak kerja > dengan upah rendah untuk jangka waktu yang relatif lama. > Sedangkan > hari ini, kondisi dan situasi dimana kesempatan kerja yang terbatas dan > menumpuknya hutang piutang kepada pihak lain > akibat biaya hidup sehari-hari dan tungakan angsuran kredit barang konsumtif > yang dijadikan senjata pemaksa oleh para administratur perusahaan untuk menekan > para buruh agar menerima kontrak kerja dengan upah rendah untuk jangka waktu yang > relatif pendek dengan klausul kontrak yang hanya memberikan perlindungan yang > tak memadai bagi para buruh.. > > Apakah hanya karena faktor pengawasan dalam > praktiknya saja maka Koeli Ordonantie mendatangkan kesengsaraan bagi para koeli > ?. > > Sesungguhnya > tak hanya karena itu. Pemerintah kolonial Hindia Belanda sendiri sebagai sebuah > pemerintahan penjajah pada hakikatnya tak pernah memikirkan nasibnya para koeli > bumiputera. > > Pemerintah > kolonial Hindia Belanda pada hakikatnya hanya memikirkan bagaimana investasi > pada sektor produktif lancar sehingga ekspor komoditi andalannya menjadi lancar > dan semakin meningkat serta pada giliran akhirnya akan mengalirkan keuntungan > finansial bagi kas pemerintah kolonial serta menggendutkan kantung para > pejabatnya, sehingga Koeli Ordonantie nomor 138 dan nomor 78 sesungguhnya > mempunyai banyak celah yang sengaja dibuat untuk memihak kepada kepentingan > para investor ondernemernya saja. > > Ada sebuah pepatah yang mengatakan berakit-rakit ke hulu berenang-renang > ke tepian, bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian. > > Tentunya tak berlebihan jika para > warganegara bumiputera bangsa Indonesia menginginkan walaupun > pada masa dahulu hanya menjadi Koeli saja, namun setelah kemerdekaan pada masa > kini inginlah menjadi tuan majikan di negerinya sendiri. > > Apakah > pantas jika pada masa lampau di zaman Kolonial para warganegara bumiputera > ditakdirkan hanya sebagai koeli yang terjajah > dan menderita, kemudian pada masa kini di zaman Kemerdekaan pun para > warganegara bumiputera tetap saja ditakdirkan hanya > sebagai buruh yang masih tetap tertindas dan masih tetap > menderita ?. > > Apakah dengan demikian itu maka slogan peringatan > bagi kita yang mengatakan bahwa een natie van > koelias en een koelie onder de naties atau negara kuli dan kulinya bangsa lain itu sesungguhnya > telah menjadi suratan takdir dari nasib bagi sepanjang > kehidupannya > orang-orang bumiputera di negerinya sendiri ini ?. > > Apakah > cukup dengan mengatakan bahwa itu adalah kesalahannya sendiri, pemerintah dan > negara tak punya kewajiban untuk melakukan upaya merubah suratan takdir bagi nasibnya > orang-orang bumiputera di negerinya sendiri ini ?. > > Selengkapnya > : > > J Nienhuis, seorang pengusaha Belanda -bersamaan dengan beralih haluannya > pemerintah kolonial Hindia Belanda menjadi berpaham ekonomi liberal dalam > mengelola ekonomi Hindia Belanda- pada tahun 1863 memulai menanamkan investasi > modal dengan membuka perekebunan tembakau di Deli, Sumatera Utara. > > Hasil > ekspor tembakau Deli ini kemudian menguasai pasar Eropa karena mempunyai mutu > yang sangat baik untuk bahan pembuat cerutu. > > Maka > mulailah Deli dibanjiri investasi besar-besaran dari para investor Eropa > terutama dari para pengusaha negeri Belanda dalam investasi disektor perkebunan > tembakau. > > Penduduk Deli dan sekitarnya, pada tahun 1874 > hanya berjumlah sekitar 32.000 orang yang terdiri dari 20.000 orang Batak dan > 12.000 orang Melayu. > > Keadaan > ini tentunya tak menunjang bagi terciptanya iklim investasi yang kondusif untuk > mendukung percepatan dan perkembangan penanaman modal di sektor perkebunan > tembakau. Dikarenakan itu maka para investor mulai mendatangkan tenaga kerja > dari orang Cina asal Malaka. > > Namun rupanya upaya itu belum cukup untuk > mendukung iklim yang kondusif bagi pesatnya investasi di bidang perkebunan > tembakau di deli. Untuk itu pada tahun 1879 dibentuklah organisasi yang diberi > nama Deli Planters Vereeniging dengan tujuan untuk mengordinasikan > perekrutan tenaga kerja yang murah dalam rangka mendukung banjirnya investasi > perkebunan tembakau di Deli. > > Selanjutnya, > Deli Planters Vereeniging ini membuat kontrak dengan sejumlah biro pencari > tenaga kerja untuk mendatangkan buruh buruh murah. Maka mulailah didatangkan > secara besar-besaran kuli-kuli dari orang Jawa asal daerah Jawa Tengah dan Jawa > Timur. > > Dengan perantaraan para Lurah, para Kepala Desa, > para calo tenaga kerja, berduyun-duyun para pemuda yang sebagian besar adalah > para penganggur mulai meninggalkan kampung halamannya menuju tanah harapan > untuk memperbaiki kehidupannya. Mereka kemudian diangkut ke Batavia, dan disini > para pemuda itu menandatangani kontrak kerja yang saat itu disebut sebagai Koeli Ordonantie. > > Koeli Ordonantie ini dibuat berdasarkan peraturan > ketenagakerjaan yang dikeluarkan oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda > melalui Keputusan Gubernur Jenderal Nomor 138. Pada perkembangannya peraturan ketenagakerjaan > ini mengalami revisi melalui Keputusan Gubernur Jenderal Nomor 78. > > Peraturan > ini ini cukup komprehensif untuk ukuran waktu itu. Peraturan yang dikeluarkan > oleh Gubernur Jenderal pemerintah kolonial Hindia Belanda ini juga cukup > berimbang, dalam arti tak hanya memuat ketentuan untuk melindungi kepentingan > para tenaga kerja atau saat itu disebut sebagai koeli, namun juga memberikan kepastian hukum untuk melindungi > kepentingan para investor dan pengusaha demi menjaga iklim yang kondusif bagi > terjaminnya kelancaran penanaman modal dan investasi. > > Beberapa aturan pada beberapa pasalnya bertujuan > untuk melindungi kepentingan para tenaga kerja, seperti hak para koeli untuk > meminta dikirimkan dan diongkosi kepulangannya kembali ke kampung halamannya bila > masa kerja pada kontrak kerjanya telah usai. Juga tentang hak para koeli untuk > mendapatkan tempat tinggal dan MCK serta makan maupun upah yang selayaknya. Tak > lupa juga para koeli diberikan pas keterangan untuk mengadukan perlakuan para > ondernemer yang tak sesuai dengan ketentuan dalam kontrak. > > Hebatnya > lagi, pemerintah kolonial Hindia Belanda dalam peraturan ketenagakerjaan atau > Koeli Ordonantie ini mengharuskan para biro pencari tenaga kerja untuk > memberikan honorarium awal kepada para koeli setelah menanda tangani kontrak > kerja, walaupun belum efektif bekerja karena belum sampai ke tempat tujuan > kerjanya. Uang honorarium awal itu, pada saat itu disebut sebagai uang panjar. > > Pemerintah kolonial Hindia Belanda juga cukup > cerdas dan arif bijaksana. Dalam rangka menjaga stabilitas dan harmonisasi di > daerah tujuan penanaman modal dan investasi itu, maka beberapa pasalnya memuat > aturan yang memastikan para koeli untuk mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku > di daerah itu. Para koeli juga diwajibkan untuk mencatatkan diri di Pemerintah > Daerah setempat. > > Pemerintah kolonial Hindia Belanda yang sangat > berkepentingan menciptakan iklim yang kondusif untuk memajukan dan mendorong > laju pertumbuhan ekspornya juga membuat peraturan yang bertujuan melindungi kepentingan > para investor sebagai penanam modal dan pengusahanya. > > Beberapa aturannya mencakup juga ketentuan jam > kerja selama 10 jam sehari yang harus dipatuhi oleh para koeli. > > Aturan > yang memastikan para koeli akan melaksanakan pekerjaannya selama masa kontrak > kerja, serta tak boleh meninggalkan dan melarikan diri dari tempat bekerjanya. > Untuk itu para koeli akan dihukum jika desersi, melarikan diri, melawan perintah, > melawan dan mengancam atasan, menghasut, mengganggu ketenangan kerja, > bermabuk-mabukan, berkelahi, dan sebagainya yang akan mengganggu kelancaran > proses produksi. > > Selanjutnya, setelah menandatangani kontrak dan > mendapatkan uang panjar, para koeli itu -pada masa itu biasa disebut sebagai koeli kontrak- diangkut dengan kapal laut menuju ke Deli Sumatera.. > > Perjalanan > ini memakan waktu yang cukup lama, mengingat kecepatan kapal laut pada waktu > itu belumlah secepat kapal laut zaman ini. Dan tentunya fasilitas yang ada di > kapal laut pada waktu itu pun belumlah semodern dan senyaman kelengkapan dan > fasilitas kapal laut pada zaman kemerdekaan ini. > > Namun sejarah ternyata mencatat hal yang lain dari > apa yang menjadi maksud semula dari peraturan Koeli Ordonantie yang > dikeluarkannya Gubernur Jenderal Hindia Belanda, bahkan peraturan > ketenagakerjaan ini dalam perkembangannya sempat direvisi untuk menyempurnakannya. > > Maksud > baik dan mulia dari pemerintah kolonial Hindia Belanda agar tercipta iklim > investasi yang kondusif seraya membuka lapangan kerja bagi para penganggur yang > miskin, ternyata lebih mengikat dan merugikan kepentingan para koeli. > > Inilah awal dari zaman cerita yang didalam sejarah > dicatat sebagai zaman penuh penderitaan bagi para koeli orang-orang Jawa. > Begitu mengenaskan sehingga ada catatan dalam sejarah yang mencatat beberapa > penggal kisah para koeli orang Jawa ini bagaikan cerita kehidupan para budak > saja layaknya. > > Posisi > tawar yang lemah dari para koeli dibandingkan posisi tawar yang dimiliki oleh > para tuan atau ondernemer, ditambah dengan lemahnya fungsi pengawasan dari para > aparat pegawai pemerintah kolonial Hindia Belanda dalam segala tingkatan dan > segala jenjang eselon yang bermental koruptor dan memeras serta lebih suka > berpihak kepada para > ondernemer yang memberinya amplop uang suap itu > telah membuat cerita yang layaknya hanya ada dalam cerita pada dongeng khayalan > saja itu kemudian menjelma menjadi cerita nyata tercatat dalam sejarah, bahwa cerita > pedih layaknya khayalan itu pada suatu waktu di masa lampau telah pernah > menimpa warganegara bumiputera yang menjadi para koeli. > > Setelah tiba di onderneming, para koeli orang > Jawa bekerja dibawah pengawasan mandor yang bertanggung-jawab atas disiplin > kerja dari para koeli yang dipimpinnya. > > Para > mandor ini mendapatkan upah sebesar 7,5% dari hasil kelompok upah para koeli > yang dipimpinnya. > > Pada > umumnya para pemilik perkebunan menerapkan suatu bentuk organisasi dengan > hirarki dimana kinerja para mandor ini diawasi oleh mandor kepala, dan selanjutnya > para mandor kepala ini diawasi oleh asisten pengawas. Seterusnya, para asisten > pengawas ini bertanggungjawab kepada administratur perkebunan. Selanjutnya para > administratur ini > bertanggungjawab kepada tuan juragannya yaitu para > investor yang memiliki perkebunan itu. > > Pada > masa itu, yang paling berpengaruh dan paling berkuasa atas para koeli adalah > para atasan langsungnya yaitu para mandor dan mandor kepala, mereka ini yang > paling sering melakukan pemerasan terhadap para koeli. > > Begitu > berkuasanya para mandor ini, sehingga para koeli jika ditanya dimana dia > bekerja, maka jawabannya bukan menyebutkan nama onderneming tempat bekerjanya, > akan tetapi akan menyebutkan siapa nama mandor dan nama mandor kepalanya. > > Namun pemerasan yang dialami oleh para koeli bukan > hanya dari pemerasan langsung yang dilakukan oleh mandor dan mandor kepalanya > saja, para calo dan juga tuan juragan atau ondernemer secara tak langsung juga > melakukan pemerasan. > > Hutang > dan biaya yang diangggap sebagai hutang -seperti biaya transportasi dari Jawa ke > Deli, biaya makan, biaya pengobatan, biaya tempat tinggal- dengan > upahnya yang minim itu seringkali baru dapat terbayarkan lunas setelah para > koeli bekerja selama lebih dari 3 tahun kontrak kerja. > > Hutang piutang ini sengaja dipupuk untuk mengikat > para koeli ini, sengaja diciptakan situasi dan keadaan yang akan membuat para > koeli semakin menumpuk hutang kepada para ondernemer. > > Pada > masa itu, opium adalah barang yang legal, para administratur senagaja memakai > ketagihan mengkonsumsi opium ini sebagai sarana menumpuk hutang bagi para koelinya. > > Tak > cukup hanya itu, pada setiap tahunnya biasanya bertepatan dengan perayaan yang > diadakan pada akhir masa kontrak bagi sebagian koelinya, didatangkan > pertunjukan yang disertai para bandar jugi yang menggelar arena perjudian. > Kemudian para koeli termasuk para koeli yang lagi merayakan berakhirnya masa > kontrak kerjanya oleh para administrtur > melalui para mador kepalanya, dipinjami uang untuk > berjudi.. > > Walau berbeda zaman namun apa yang terjadi pada > zaman lalu dengan yang terjadi pada masa kini mempunyai esensi yang sama, yaitu > mekanisme pemaksaan secara tak langsung bagi kontrak kerja dengan upah yang > rendah. > > Pada > masa lalu, kondisi dan situasi dimana para koeli terhimpit oleh tumpukan hutang > piutangnya kepada para tuan juragan perkebunan yang tak terbayarkan oleh para > koeli itu dijadikan senjata pemaksa oleh para administratur perkebunan untuk > menekan para koeli agar menerima kontrak kerja dengan upah rendah untuk jangka > waktu yang relatif lama. > > Sedangkan > hari ini, kondisi dan situasi dimana kesempatan kerja yang terbatas dan > menumpuknya hutang piutang kepada pihak lain akibat biaya hidup sehari-hari dan > tungakan angsuran kredit barang konsumtif, dijadikan senjata pemaksa oleh para > administratur perusahaan untuk menekan para buruh agar menerima kontrak kerja > dengan > upah rendah untuk jangka waktu yang relatif > pendek. > > Berbeda > namun esensinya sama, upah rendah dengan klausul kontrak yang hanya memberikan perlindungan > yang tidak memadai bagi kepentingan peningkatan kesejahteraan hidup para buruh. > > Keperihan dari konsekuensi kemiskinan yang > dialaminya tak hanya soal jeratan hutang piutang yang berkonsekuensi kontrak > kerja dengan upah rendah untuk jangka waktu yang relatif lama. > > Kondisi > kerja juga menyedihkan, para koeli akan tetap bekerja meskipun kondisi fisiknya > nyaris tak mampu berdiri. > > Jika > mereka, seorang koeli sakit sehari maka mereka tidak akan mendapatkan upah > seharinya. Serta jika sakitnya melebihi 30 hari, maka para pimpinan perkebunan secara > sepihak berhak memperpanjang masa kontrak kerja koeli itu sesuai jumlah hari > koeli itu tidak bekerja. > > Aturan pemerintah kolonial Hindia Belanda dalam > Koeli Ordonantie yang semula bermaksud mulia, melindungi hak koeli namun > sekaligus juga melindungi investasi para investor perkebunannya, ternyata pada pelaksanaannya > telah diselewengkan oleh para pemilik perkebunan. > > Aturan > yang memastikan para koeli akan melaksanakan pekerjaannya selama masa > kontrak kerja, serta tak boleh meninggalkan dan > melarikan diri dari tempat bekerjanya, serta hak menghukum para koeli yang > desersi, melarikan diri, melawan perintah, melawan dan mengancam atasan, menghasut, > mengganggu ketenangan kerja, bermabuk-mabukan, berkelahi, dan sebagainya yang > akan mengganggu kelancaran proses produksi, telah > diselewengkan makna tujuannya untuk menghukum para > koeli yang membangkang dengan hukuman yang kejam. > > Sangsi > penjara, dirantai, dihukum cambuk, direndam air, tidak diberi makan dan minum > adalah hal yang lumrah saja dan jamak dilakukan oleh para pemilik perkebunan > kepada para koeli bumiputera. > > Semua > itu tak lepas dari lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh para oknum aparatur > pemerintahan kolonial Hindia Belanda, bahkan sesungguhnya mereka itu menutup > saja terhadap praktik-praktik ini. > > Apakah hanya karena faktor pengawasan dalam > praktiknya saja maka Koeli Ordonantie mendatangkan kesengsaraan bagi para koeli > ?. > > Sesungguhnya > tak hanya karena itu. Pemerintah kolonial Hindia Belanda sendiri sebagai > sebuah pemerintahan penjajah pada hakikatnya tak > pernah memikirkan nasibnya para koeli bumiputera. > > Pemerintah > kolonial Hindia Belanda pada hakikatnya hanya memikirkan bagaimana investasi > pada sektor produktif lancar sehingga ekspor komoditi andalannya menjadi lancar > dan semakin meningkat serta pada giliran akhirnya akan mengalirkan keuntungan > finansial bagi kas pemerintah kolonial serta menggendutkan kantung para > pejabatnya > > Itu > semua mengakibatkan Koeli Ordonantie nomor 138 dan Koeli Ordonantie nomor 78 > , mempunyai banyak celah yang sengaja dibuat untuk memihak kepada kepentingan melindungi > nilai investasi dari para investor ondernemernya saja. > > Tak hanya itu, pemerintah kolonial Hindia Belanda > dengan alasan untuk menjaga ketertiban dan ketenangan serta stabilitas bagi > kelancaran produksi sektor komoditas ekspor andalannya mengeluarkan secara > resmi peraturan yang tidak memperbolehkan sembarang pihak yang tidak mendapat ijin > khusus dari pemerintah untuk mengetahui praktik-praktik yang terjadi di dalam > perkebunan. > > Pada > tahun 1902, pernah ada seorang pengacara Belanda yang mencoba melanggar aturan > itu. Pengacara Belanda itu, J Van den Brand dalam sebuah majalah lokal pernah > menuliskan sebuah tulisan yang > melukiskan kekejaman yang dilakukan oleh para pemilik perkebunan tembakau > terhadap para koeli mereka. > > Dalam > tulisannya itu ia menuduh pemerintah sengaja menutup mata terhadap segala > tindakan kejamnya para pemilik perkebunan tembakau. Tulisan itu seperti > membenarkan kabar angin yang sudah beredar sebelumnya dikalangan terbatas. > > Untuk > meredam kabar itu, selang dua tahun setelah tulisan itu, tepatnya tahun 1904, > pemerintah kolonial Hindia Belanda menugaskan seorang jaksa yang bernama JTL > Rhemrev untuk mengadakan penyelidikan dan pendalaman terhadap masalah itu. > > Namun > laporan hasil penyelidikan dan pendalaman atas masalah itu, oleh pemerintah dinyatakan > sebagai bersifat sangat rahasia, sehingga tidak boleh dipublikasikan kepada > publik. > > Namun sepedih dan seperih apapun cerita > kehidupannya, toh tak menjadikan para koeli bumiputera itu mati dan musnah > seperti layaknya genoside. > > Mereka para koeli itu ternyata masih bertahan > hidup dan dapat hidup seperti manusia bernyawa pada umumnya seperti > beranak-pinak. > > Pada > awal tahun 1900-an mulai lahir generasi pertama yang merupakan anak keturunan > dari para koeli orang Jawa itu. > > Mereka > anak para koeli orang Jawa yang lahir di onderneming di Deli itu biasa disebut > sebagai Anak Jawa Deli atau Jadel. > > Mereka > seperti tak berbeda dengan prototipe orang Jawa, namun temperamen anaknya para > koeli orang Jawa ini lebih keras dibandingkan dengan anak-anak Jawa yang lahir > di kampung halamannya. > > Mereka > anak dari para koeli yang hidup pas-pasan saja dan dibesarkan dalam kondisi > yang jauh kecukupan makanan yang bergizi, serta tanpa akses yang memadai terhadap > pendidikan. > > Jikalaupun > mereka disediakan pendidikan maka juga tak mungkin diaksesnya karena sejak > kecil mereka harus membantu orang-tuanya untuk mencari uang dengan memetiktembakau > demi sesuap nasi pengganjal isi perut. > > Sehingga > setelah mereka dewasa, nasib mereka pun sama seperti generasi orang-tuanya, menjadi > koeli seperti bapaknya. > > Anak keturunannya itu terus beranak pinak hingga > turun temurun yang keturunannya masih eksis berlanjut sampai dengan hari ini. > > Dan > hari ini kita mendapatkan berkah warisan dari peraturan Koeli Ordonantie berupa > hasil banjir investasi pada waktu itu yang hari ini berupa aset produktif dalam > bentuk tanah-tanah perkebunan tembakau di Deli yang mutu tembakaunya sangatlah > terkenal diseluruh dunia sebagai yang terbaik untuk bahan cerutu. > > Tentunya > aset produktif penghasil devisa bagi negara yang merupakan aset bangsa itu akan > meningkatkan kesejahteraan kehidupan rakyat Indonesia, yang sebagian diantara > rakyat Indonesia itu adalah juga mereka yang merupakan anak keturunan dari para > koeli orang Jawa zaman Koeli Ordonantie. > > Semoga, > anak keturunan dari para koeli orang Jawa zaman Koeli Ordonantie, mendapatkan > berkah dari peninggalan cucuran keringat leluhur mereka, yang telah memeras > keringat dan memerah darhnya di zaman Koeli Ordonantie. > > Penutup : > > Berakit-rakit > ke hulu berenang-renang ke tepian, bersakit-sakit dahulu > bersenang-senang kemudian. > > Beramsal > dari pepatah diatas, tentunya jika pada > masa dahulu, leluhur kita hanya menjadi Koeli maka setelah itu pada masa kini di > alam Indonesia Raya yang telah merdeka ini, kita anak keturunannya menjadi tuan > juragan atau majikan di negeri sendiri. > > Apakah > pantas jika pada masa lampau di zaman penjajahan, leluhur kita para warganegara > bumiputera ditakdirkan hanya sebagai koeli yang terjajah dan menderita, kemudian pada masa > kini di zaman kemerdekaan, kita anak keturunannya para > warganegara bumiputera tetap saja ditakdirkan hanya sebagai boeroeh yang tertindas dan masih menderita pula ?. > > Apakah dengan > demikian itu, maka slogan peringatan bagi kita yang mengatakan > bahwa een natie van > koelias en een koelie onder de naties atau negara kuli > dan kulinya bangsa lain itu > sesungguhnya telah menjadi suratan takdir dari nasib bagi sepanjang > kehidupannya orang-orang bumiputera di negerinya sendiri ini ?. > > Apakah > cukup dengan mengatakan bahwa itu adalah kesalahannya sendiri, pemerintah dan > negara tak punya kewajiban untuk melakukan upaya merubah suratan takdir bagi > nasibnya orang-orang bumiputera di negerinya sendiri ini ?. > > Wallahualambishawab. > si-pandir, Jakarta, 08 Mei 2006. > * > Tulisan ini disadur dari hasil kutipan sebagian > isi buku Seks dan kekerasan > pada Zaman Kolonial tulisan Capt. R.P.Suyono terbitan Penerbit > Gramedia Widiasarana Indonesia - Jakarta. > * > > dulu > > [Non-text portions of this message have been removed] > > [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional? Kirim email ke ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com http://capresindonesia.wordpress.com http://infoindonesia.wordpress.comYahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: mailto:ekonomi-nasional-dig...@yahoogroups.com mailto:ekonomi-nasional-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: ekonomi-nasional-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/