betul sekali pak, klaim budaya di patenkan sungguh aneh,  sementara kita
tahu bahwa budaya adalah milik dunia, apalagi kalau mau mengurut budaya dan
sejarah manusia dari dahulu. Indonesia adalah campuran manusia pendatang
asal dari utara (asia-dominan), barat(arab-europe-africa), sangat aneh kalau
kita berani mengklaim budaya tersebut asli Indonesia. Jawa sendiri sebagai
suku yg paling ribut dengan budayanya, adalah hasil budaya pengaruh
hindu-cina-dan sedikt arab(islam?). Kita seperti maling teriak maling,
menuduh malaysia maling padahal budaya sendiri juga jiplak dari suku/bangsa
lain.
Teknologi tenun tak di kenal di sini kecuali di bawa dari cina (asalnya sih
timteng) dan dunia lain, motif dan warna adalah universal, bentuk daun ada
dimuka bumi ini, juga binatang..ada dimana-mana.
Aneh rasanya motif batik bentuk singa di klaim debagai asli Indonesia,
karena singa hanya ada di afrika.
Batik sendiri di Indonesia juga tak jelas yg asli dari daerah mana?, apa kah
batik hanya ada di jawa? (tenga-timur), cirebon/tasik tak termasuk di
antaranya?..kalau tanya sama org jawa, definisi batik akan lembih
sempit..batik adalah (pekalongan- solo-jogja) yg lain hanya pindahan. Apakah
batik jambi, dayak/samarinda atau borneo bukan batik?..kalau dianggap bukan,
maka jangan ributlah kalau Malaysia juga mengklaim batik..karena dayak iban
(di malaysia) sama saja dengan dayak kalimantan (di indonesia) juga memiliki
corak batik, belum lagi motif tenun di sumatra yg lebih dekat dengan
malaysia. Atau malah mau mengklaim batik hanya karena kata "batik" itu
sendiri?..jadi istilahnya..wallahualam. Org jawa yg picik membuat bangsa ini
secara menyeluruh malu di mata dunia...budaya kok mau di patenkan..katrok
sekali.


NB : Perlu juga di ketahui manusia jawa bukan manusia pertama yg berimigrasi
tiba di nusantara (hasil projek geneografi National Geo. and Unesco)

2009/10/21 Ikranagara <ikra_t...@yahoo.com>

>
>
> dari JEJAK LANGKAH:
>
> Salah Kaprah Paten Budaya
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> Jumat, 9 Oktober 2009 | 03:44 WIB
>
> Oleh Arif Havas OegrosenoTajuk
> Rencana Kompas (3/10) berjudul ”Batik Milik Dunia” berisi: ”Untuk
> menghindarkan klaim negara lain terhadap produk budaya nasional,
> Indonesia perlu segera mematenkannya di lembaga internasional”.
> Pernyataan ini sangat mengejutkan, paling tidak karena tiga
> perkara.Pertama,
> paten adalah perlindungan hukum untuk teknologi atau proses teknologi,
> bukan untuk seni budaya seperti batik. Kedua, tak ada lembaga
> internasional yang menerima pendaftaran cipta atau paten dan menjadi
> polisi dunia di bidang hak kekayaan intelektual (HKI). Ketiga, media
> terus saja mengulangi kesalahan pemahaman HKI yang mendasar bahwa
> seolah-olah seni budaya dapat dipatenkan.Dalam urusan HKI, ada
> sejumlah hak yang dilindungi, seperti hak cipta dan paten dengan
> peruntukan yang berbeda. Hak cipta adalah perlindungan untuk ciptaan di
> bidang seni budaya dan ilmu pengetahuan, seperti lagu, tari, batik, dan
> program komputer. Sementara hak paten adalah perlindungan untuk
> penemuan (invention) di bidang teknologi atau proses teknologi. Ini
> prinsip hukum di tingkat nasional dan internasional. Paten tidak ada
> urusannya dengan seni budaya.Jadi, pernyataan ”perlu mematenkan
> seni budaya” adalah distorsi stadium tinggi. Penularan distorsi
> pemahaman oleh media ini menjalar lebih cepat daripada flu burung.
> Tidak kurang dari Sultan Hamengku Buwono X menyatakan bahwa produk
> budaya dan seni warisan leluhur idealnya dipatenkan secara
> internasional (Antara, 25/8/2009) atau Gubernur Banten yang akan
> mematenkan debus (Antara, 28/8/2009).Distorsi ini sangat
> berbahaya karena memberikan pengetahuan yang salah kepada publik secara
> terus-menerus, akibatnya kita terlihat sebagai bangsa aneh karena di
> satu sisi marah-marah karena merasa seni budayanya diklaim orang lain,
> tetapi di sisi lain tak paham hal-hal mendasar tentang hak cipta dan
> paten.Salah
> kaprah lain adalah keinginan gegap gempita untuk mendaftarkan warisan
> seni budaya untuk memperoleh hak cipta. Para gubernur, wali kota, dan
> bupati berlomba-lomba membuat pernyataan di media bahwa terdapat sekian
> ribu seni budaya yang siap didaftarkan untuk mendapat hak cipta.
> Tampaknya tak disadari bahwa dalam sistem perlindungan hak cipta,
> pendaftaran tidaklah wajib. Apabila didaftarkan, akan muncul
> konsekuensi berupa habisnya masa berlaku hak cipta, yakni 50 tahun
> setelah pencipta meninggal dunia. Jadi, seruan agar tari Pendet
> didaftarkan adalah berbahaya karena 50 tahun setelah pencipta tari
> Pendet meninggal dunia, hak ciptanya hilang dan tari Pendet dapat
> diklaim siapa saja.Kita harus hati-hati menggunakan kata klaim
> apabila terkait urusan sebaran budaya. Adanya budaya Indonesia di
> negara lain tidak berarti negara itu secara langsung melakukan klaim
> atas budaya Indonesia. Karena apabila ini kerangka berpikir kita, kita
> harus siap-siap dengan tuduhan bangsa lain bahwa Indonesia juga telah
> mengklaim budaya orang lain; misalnya bahasa Indonesia yang 30 persen
> bahasa Arab, 30 persen bahasa Eropa (Inggris, Belanda, dan Portugis)
> serta 40 persen bahasa Melayu. Bagaimana dengan Ramayana yang oleh
> UNESCO diproklamasikan sebagai seni budaya tak benda India? Apakah
> Indonesia telah mengklaim budaya India sebagai budaya kita karena di
> Jawa Tengah sendratari Ramayana telah menjadi bagian budaya?Dalam
> narasi proklamasi UNESCO atas wayang sebagai seni tak benda Indonesia,
> disebutkan ”Wayang stories borrow characters from Indian epics and
> heroes from Persian tales”. UNESCO menyatakan kita meminjam budaya
> orang lain dalam wayang kita. Apakah meminjam sama dengan mengklaim?
> Rabindranath Tagore dalam Letters from Java justru terharu dan bangga
> melihat budaya India dilestarikan di Jawa, bukannya menganggap ini
> sebagai klaim Indonesia, lalu marah dan meneriakkan
> perang.SolusinyaPertama,
> media sebagai kekuatan sosial politik keempat harus berani belajar
> untuk menyajikan substansi yang benar tanpa takut kehilangan rating.
> Kedua, pemerintah daerah perlu memberdayakan aparat mereka agar paham
> masalah-masalah HKI. Upaya mudah dan murah, kalau mau.Ketiga,
> database tentang seni budaya Indonesia dikumpulkan di satu instansi
> tertentu, lalu disusun dengan klasifikasi kategorisasi sesuai standar
> Organisasi Kekayaan Intelektual Dunia (WIPO). Keempat, database ini
> dilindungi instrumen hukum nasional, lalu dijadikan rujukan dalam
> perjanjian bilateral guna membatalkan pemberian hak cipta yang meniru
> seni budaya Indonesia.Kelima, Indonesia bersama negara-negara
> berkembang terus melanjutkan keberhasilan perundingan di Sidang Majelis
> Umum WIPO pada 1 Oktober 2009 yang memutuskan bahwa WIPO akan
> menegosiasikan suatu instrumen hukum internasional yang akan mengatur
> perlindungan masalah pengetahuan tradisional, ekspresi budaya
> tradisional, dan sumber genetika.Mari bekerja keras dengan nasionalisme
> yang cerdas.
> Arif Havas Oegroseno
> Alumnus Harvard Law School
>
> [Non-text portions of this message have been removed]
>
>  
>


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Ingin bergabung ke milis ekonomi-nasional?
Kirim email ke ekonomi-nasional-subscr...@yahoogroups.com
http://capresindonesia.wordpress.com
http://infoindonesia.wordpress.comYahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ekonomi-nasional/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:ekonomi-nasional-dig...@yahoogroups.com 
    mailto:ekonomi-nasional-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ekonomi-nasional-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke