*********************************
Laporkan Situasi lingkungan
<[EMAIL PROTECTED]>
Atau Hub Eskol Hot Line
Telp: 031-5479083/84
**************************

Kelanjutan .................. (2)
_________________
Pemikiran Dr. A.S. Hikam (Pengamat Politik dari LIPI) dalam Diskusi yang
diadakan oleh Forum Pengkajian Hak Asasi dan Demokrasi (FPHDI), tanggal 20
April 1999 di Wisma Bapindo, Heritage Club Lt.11, Singosari Room Jl.Basuki
Rahmat, 129 - 137, Surabaya. Selamat membaca.
Salam,
Redaksi


"Episode Kekerasan Politik dan Moralitas Bangsa Dewasa Ini"
--------------Dr. A. S  Hikam----------------------------------------


Kekerasan fisik di Indonesia sebenarnya sudah berlangsung sejak tahun 1971.
Pemilu penuh dengan kekerasan yang dilakukan oleh negara.  Namun kekerasan
bukan hanya fisik.  Kekerasan yang paling mengerikan adalah kekerasan yang
bersifat ideologis dan psikologis. Misalnya, kekerasan psikologis terhadap
mereka yang dianggap tidak berada dalam konteks warga negara di era Orde
Baru, yakni mereka yang dikenai tahanan politik (tapol), narapidana politik
(napol), juga warga yang disebut non pribumi.   Non kepribumian itu tidak
hanya menyangkut pada etnis atau ras, tetapi merupakan kategori yang memang
harus diasingkan. Tugas dari non pribumi hanya dijadikan sebagai kambing
hitam jika ada masalah, atau diperas secara ekonomi. Sedangkan orang-orang
yang dijadikan tapol dan napol dijadikan sebagai contoh (bagi masyarakat)
bagaimana kalau mereka tidak tunduk kepada negara. Ini merupakan kekerasan
psikologis yang luar biasa. Kemudian, mereka yang tidak bisa terlibat dalam
politik tadi akhirnya akan menindas dirinya sendiri. Misalnya, tidak
disuruh maupun disuruh untuk mencoba mendaftarkan diri menjadi TNI, belum
apa-apa sudah langsung mengatakan "Lho, saya ini kan non pribumi ".
Atau, "saya ini kan saudara dari orang tapol/napol".

Dikatakan kekerasan ideologis karena ideologi yang bersifat sistemik tidak
boleh bertentangan dengan ideologi yang resmi. Ideologi resmi dimaksud
bukan Pancasila, melainkan "Pancasila yang sudah direduksi oleh ideologi
negara/Orde Baru", yang susah diucapkan oleh suku di luar Jawa itu.
Ideologi yang bertentangan akan berada dalam kategori yang harus
dimusnahkan atau ditindak. Oleh karena itu, pengasastunggalan, yang
sebetulnya merupakan gagasan untuk menyatukan pandangan-pandangan, akhirnya
menjadi penindasan ideologis. Oleh karena itu, orang-orang yang mempunyai
gagasan kreatif menjadi takut, apalagi kalau menulis satu artikel yang
"counter" terhadap ideologi negara.  Apabila dipasangkan kepada penindasan
fisik menjadi luar biasa hasilnya. Lalu, kekersana fisik itu dianggap hanya
soal teknis saja.  Pembunuhan terhadap orang Timor-Timur, orang-orang yang
dianggap OTB, pengrusakan/penghancuran pada kasus 27 Juli dan seterusnya.
Hal itu dianggap sekedar angka-angka yang dianggap masalah sehingga harus
dibersihkan. Inilah yang dulu pernah dilakukan oleh Nazi Jerman.  Hitler,
ketika membantai 6 juta orang Yahudi, menganggapnya hanya soal teknis, yang
disebut sebagai "yuris Question" (masalah orang Yahudi) atau "the final
solution". Bagi orang-orang pengikut Hitler pembunuhan itu hanya dianggap
sebagai ketundukan pada birokrat, walaupun tindakannya tergolong "crimes
against humanity". Mereka sudah kehilangan kesadaran kemanusiaan.

Di Indonesia saya kira banyak yang berpikiran seperti itu.  Misalnya, kalau
ditanyakan kepada orang-orang yang bekerja di penjara, yang memenjarakan
para tahanan politik.  Mungkin jawabannya tidak lebih dari alasan teknis
sebagai ketundukan kepada birokrasi (melaksanakan tugas).  Begitu juga
dalam kemiliteran, seperti kasus penculikan para aktivis. Bahkan dikatakan,
menculik itu atas kata hati nurani, sungguh luar biasa, hingga perbuatan
sangat keji pun dikatakan sebagai tanggung jawab nurani.
====================
Bersambung ....................

"Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia:
Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!" (Roma 11:36)
***********************************************************************
Moderator EskolNet berhak menyeleksi tulisan/artikel yang masuk.
Untuk informasi lebih lanjut, pertanyaan, saran, kritik dan sumbangan
tulisan harap menghubungi [EMAIL PROTECTED]
Bank Danamon Cab. Ambengan Plaza Surabaya,
a.n. Martin Setiabudi Acc.No. 761.000.000.772
***********************************************************************
Kirimkan E-mail ke [EMAIL PROTECTED] dengan pesan:
subscribe eskolnet-l    ATAU    unsubscribe eskolnet-l

Kirim email ke