Endahnya Poligami

Semua lelaki memiliki naluri berpoligami. Dalam hal "semua lelaki" ini 
mengartilulasikannya jangan sampai terjebak dalam paradigma beragama. Memang 
dalam agama sendiri, kasus poligami mendapat tempat yang khusus. Walaupun 
sebenarnya kekhususan itu karena faktor para pemeluknya sendiri. Sedang agama 
tidak melulu ngomongin masalah perempuan, kawin,  poligami, monogami atau 
stereogami.

Marilah kita sebentar keluar dari kerangka agama. Meninjau segi-segi kejadian 
dunia lelaki, baik dia itu muslim, yahudi, kristen, katolik, ateis dll. Baik 
dia itu berprofesi sebagai presiden, buruh bangunan, operator mesin, sopir, 
astronot dll. Kita juga tidak bisa inklusif-nasionalis dalam hal ini. Sebab 
kita tidak membicarakan satu jenis bangsa saja, tapi segala jenis bangsa dan 
negara kita hilangkan dulu sekat-sekat pemisahnya.  Lebih jauh lagi meninjau 
dunia lelaki dari kalangan makhluk lain, baik itu binatang, ikan, tumbuhan, dan 
dalam kapasitas yang lebih luas lagi, melongok para lelaki dari kalangan 
makhluk halus, yaitu, jin. 

Kalau kita membicarakan poligami, berarti membicarakan perkawinan. Kalau kita 
membicarakan perkawinan, berarti pembicaraan kita membahas sifat suatu gender.  
Nah, setelah kita lihat berbagai kehidupan makhluk hidup, baik secara empirik 
kita jumpai, atau melalui lektur tidak langsung ataupun langsung, kita jumpai 
bahwa gender lelaki selalu lebih dominan dibandingkan gender perempuan atau 
"lady-woman" alias bencong  (benci aku… u!).

Secara empirik kita sudah super-super kenyang menyaksikan bahwa manusia yang 
berjenis kelamin lelaki memiliki kuasa lebih dibanding wanita. Melalui 
pengamatan-pengamatan dan observasi, kita lihat, misalnya acara di National 
Geographic, Discovery Channel, yg sering menayangkan dunia flora dan fauna, 
kita lihat bahwa gender lelaki dari jenis binatang pun memiliki dominasi yang 
demikian kuat atas gender lainnya.

Bahkan dalam dunia mistis, jagad ing lelembut, banyak literatur tentang jin 
yang suka usil mengerjai kaum wanita dari jenis manusia. Bahkan seandainya jika 
ada suami istri yang melakukan "ritual" tanpa mengucap nama Allah, sang jin 
bisa ikut nimbrung di antara keduanya. Hih, serem.
 
Lelaki, secara naluri, selalu ingin diakui lebih powerful di segala bidang. 
Bukan hanya di medan perang, jalanan, atau perkantoran. Bahkan dalam urusan 
"ritual suami-istri" pun lelaki selalu merasa tidak terpuaskan. Walaupun istri 
di rumah sudah cantik, seksi, bahenol, penyabar, penyayang, pandai masak, cuci 
baju dan pinter nyetrika, ada-ada saja alasan untuk "mencicipi" model baru 
wanita lain.

Sejarah mencatat bahwa sejak dulu lagi, kaum lelaki sangat homogenues dalam 
urusan syahwat. Psikolog Singapura, yang saya lupa namanya, dalam suatu dialog 
di Channel News Asia, mengatakan bahwa, "Sex is animal instinc.  Sex adalah 
insting hewani. Ketika insting itu datang, naluri hewan kita mengedus-endus, 
seperti kucing, seperti ayam, seperti kuda. Dan kita tak akan bisa mencegah 
instink itu, selagi belum tersalurkan".

Dan hillariousnya, instink hewani itu bukannya berhenti ketika si lelaki sudah 
menyalurkannya. Ketika dilihatnya ada "barang" yang lebih elok, lebih mulus, 
lebih bahenol dibanding pasangannya, instink hewaninya kembali muncul. 
Barangkali di sinilah salah satu hikmahnya, mengapa wanita diharuskan menutup 
aurat, menutup lekuk-lekuk tubuhnya. Supaya lelaki tidak melupakan "ikan asin" 
di rumahnya.

Sejarah mencatat, poligami alias beristri banyak, bukan hanya monopoli pemeluk 
suatu agama tertentu sahaja. Bukan pula hak istimewa suatu bangsa atau ras 
tertentu saja. 

Para pemelum Yahudi diperkenankan memiliki istri dalam jumlah yang tidak 
terbatas. Bahkan Nabi Yakub, Nabi Daud, Nabi Sulaiman memiliki istri yang tak 
cukup dihitung dengan jari. Pada tahun 1650, pemeluk Kristen di Perancis pernah 
mendapatkan fatwa, boleh memiliki 2 istri. Bahkan dewan tertinggi gereja 
Inggris, sampai abad 11 boleh memperlakukan wanita sebagai barang dagangan. 
Boleh dijual, dipinjam, digadaikan. Kalau baru dimadu sih masih urusan kecil. 
Kebiasaan ini terhapus, setelah kaum salibis pulang dari perang Salib.

Menjelang abad 20 dan sekarang,  praktek beristri banyak masih tetap ada. Tak 
pandang agama, suku, dan bangsa. Tentu istilah "istri" di sini bisa berarti 
istri dalam arti yang sesungguhnya dan bisa pula berarti yang tidak 
sesungguhnya.  Dalam istilah kerajaan tanah air, wanita-wanita yang jadi istri 
raja, dinamakan selir. Dahulu di Jepang, para Samurai juga biasanya punya 
banyak selir. Di Amerika, penduduk aslinya, Indian, para lelakinya lazim 
membagi cinta dengan beberapa wanita, selama si lelaki punya kemampuan 
finansial dan fisik yang memadai. Bagi para istrinya, berarti tugas makin 
ringan.  Memasak dan mencuci bisa dibagi-bagi tugasnya. Walaupun, yah, bajunya 
orang Indian berapa lembar sih…

Nah, di zaman kini, para lelaki yang banyak duit tetap mempraktekkan poligami. 
Walaupun harus main kucing-kucingan dengan istri pertama. Kenapa musti 
kucing-kucingan? Karena sejak lahir kita sudah dicekoki makna kesetiaan cinta, 
"one man, one love". Ditambah lagi lagu-lagu cengeng yang mengagung-agungkan 
cinta pada seorang saja. Semoderen apa pun live style seorang lelaki, tetap 
saja naluri hewaninya tetap berjalan, yaitu mencintai lebih dari satu wanita. 

Memang sangat menyakitkan bagi wanita, tapi begitulah adanya. Di Jepang yang 
tak diragukan lagi kemoderenannya, kecanggihan teknologinya, kekayaan 
financialnya, para lelakinya selalu mencari dan mencari "geisha" alias wanita 
penghibur. Karena di rumah "geisha" nya nyebelin dan mbosenin. 

Sedang lelaki Singapura lebih suka mencari daun-daun muda dari Indonesia untuk 
dijadikan wanita simpanan. Wanita muda Indonesia lebih diminati karena harganya 
yang murah dan "rasanya" yang gurih. (Ini kata mereka, jangan sewot gitu loh). 

Di negara yang mengaku sebagai bapak moyangnya demokrasi, Amerika, poligami 
tetap ada. Tom Green adalah tokoh poligami yang berani mendobrak tradisi 
Amerika yang amat patriartical dalam memperlakukan gender.
 
Kini kita coba kembali ke ajaran agama, dalam hal ini agama Islam. Sebab 
agama-agama lainnya terkesan "ogah" membicarakan poligami. Kalau zaman sebelum 
datangnya agama Islam (dalam hal ini Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw), para 
lelaki bebas memiliki wanita tanpa batas. Bebas memperlakukan wanita seperti 
benda mati, kini fungsi agama mengingatkan kembali para lelaki agar tidak 
sembarangan memelihara gundik yang diikat tanpa tali pernikahan.

Merujuk pada ide para liberalis (islib) bahwa mengartikan Al Qur'an dan Sunnah 
tidak boleh secara textual, letterlux, tapi harus sesuai dengan kondisi suatu 
zaman, maka adalah suatu keharusan bagi setiap lelaki untuk berpoligami. Why? 
Why? Why? Karena dewasa ini kaum lelaki selalu disuguhi aurat-aurat wanita, di 
mana pun dia berada. Coba tengok ke luar sebentar, pasti ada wanita melenggang 
bercelana jeans ketat. Coba menengok ke kiri, ada wanita bertoptank. Ke kanan, 
pantat yang merangsang. Ditambah lagi media-media elektronik, seperti televisi, 
selalu menyuguhkan wajah-wajah cantik yang menggoda hasrat lelaki normal.

Nah, hal-hal seperti itulah yang membuat instink lelaki mengalami gejala 
"ndut-ndutan". Dalam fase-fase itulah, seluruh energi, intelegensi, materi, 
bahkan wibawa sekalipun tiba-tiba menjadi sesuatu yang murah. Untuk menghindari 
itu, peranan agama berfungsi agar menghalalkan itu semua.  
  
Kalau para liberalis, mengartikan budaya pluralisme perkawinan (plural 
marriage) itu hanya budaya Arab, yang katanya libidonya lebih tinggi dari pada 
bangsa lain, maka saya berani katakan bahwa pluralisme juga berlaku pada 
perkawinan. Dalilnya, ya, meminjam istilah liberalis, bahwa mengartikan kitab 
suci tidak boleh secara harfiah. Nah, ternyata gejala sosial menyatakan bahwa 
lelaki sekarang, baik yang libidonya tinggi, maupun yang libidonya rendah, atau 
yang tak punya libido, sama-sama "ndut-ndutan" menyaksikan wanita-wanita yang 
secara umum mengumbar aurat.

Jadi solusinya, salah satunya, adalah melegalkan poligami, baik secara 
konstitusional maupun inkonstitusional. Supaya gejala "dut-ndutan" yang 
diderita kaum lelaki berkurang. Dengan begitu energi, intelegensi, materi dan 
wibawanya tidak terganggu, karena sudah mendapat payung hukum secara SYAH dan 
MEYAKINKAN. So berpoligami jadi makin ENDAH.

Wassalam :

Emabdulah
Masih menerima beberapa wanita lagi… ihik… ihik…

Sponsored by www.x-tronik.com



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Know an art & music fan? Make a donation in their honor this holiday season!
http://us.click.yahoo.com/.6dcNC/.VHMAA/Zx0JAA/pyIolB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

******************************************************
Milis Filsafat
Posting     : filsafat@yahoogroups.com
Arsip milis : http://groups.yahoo.com/group/filsafat/
Website     : http://filsafatkita.f2g.net/
Berhenti    : [EMAIL PROTECTED]
******************************************************
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/filsafat/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke