Tantangan Membangun Keluarga Sakinah 

By: M. Agus Syafii

Tantangan paling berat membangun keluarga sakinah di tengah masyarakat modern 
adalah dalam menghadapi penyakit manusia modern. Pada zaman Nabi, tantangan 
lebih bersifat fisik, tetapi pada zaman modern, musuh justeru menyelusupke 
rumah tangga melalui teknologi komunikasi & informasi.  Anak-anak sejak kecil 
tanpa disadari sudah dijejali dengan pemandangan dan pengalaman melalui 
teknologi komunikasi & informasi, sehingga pendidikan keluarga menjadi tidak 
efektif. Menurut sebuah penelitian yang dikutip oleh DR. Zakiah Daradjat, 
perilaku manusia itu 83 % dipengaruhi oleh apa yang dilihat, 11 % oleh apa yang 
didengar dan 6 % sisanya oleh berbagai stimulus campuran.  Dalam perspektif ini 
maka nasehat orang tua hanya memiliki tingkat efektifitas 11 %, dan hanya 
contoh teladan orang tua saja yang memiliki tingkat efektifitas tinggi.

Ada tiga lingkaran lingkungan yang membentuk karakter manusia, keluarga, 
sekolah dan masyarakat.  Meski ketiganya saling mempengaruhi, tetapi pendidikan 
keluarga paling dominan pengaruhnya. Jika suatu rumah tangga berhasil membangun 
keluarga sakinah, maka peran sekolah dan masyarakat menjadi pelengkap. Jika 
tidak maka sekolah kurang efektif, dan lingkungan sosial akan sangat dominan 
dalam mewarnai keluarga. Pada masyarakat modern, pengaruh lingkungan sangat 
kuat, karena ia bukan saja berada di luar rumah, tetapi menyelusup ke dalam 
setiap rumah tangga, sehingga menimbulkan penyakit tersendiri, yakni penyakit 
manusia modern.

Penyakit manusia modern terutama adalah apa yang disebut Pisikolog Humanis 
Rolllo May sebagai  Manusia dalam Keangkeng. Mereka tidak tahu apa yang 
diinginkan dan tidak mampu memilih jalan hidup yang diinginkan. Mereka 
mengalami keterasingan dari lingkungan bahkan dari diri sendiri. Mereka juga 
dikerangkeng oleh tuntutan sosial. Dalam hidupnya mereka berusaha keras 
melakukan apa yang seakan-akan mereka inginkan, padahal sebenarnya keinginan 
sosial. Mereka sibuk meladeni  keinginan orang lain  sampai  lupa akan 
keinginan sendiri. Rumah, pakaian, kosmetik, kendaraan, model rambut dan gaya 
hidup lainnya disesuaikan dengan pesanan sosial. Karena sulit akhirnya dalam 
pergaulannya mereka  harus menggunakan berbagai topeng sosial, topeng tertawa, 
topeng tangisan, topeng serius, topeng perjuangan dan seterusnya,  dan saking 
seringnya memakai topeng sosial sampai lupa wajah sendiri.

Ternyata resep membangun keluarga sakinah tidak berubah. menurut al Qur’an 
diantara simpul-simpul yang dapat mengantar pada keluarga sakinah tersebut 
adalah. Pertama, Dalam keluarga itu ada mawaddah dan rahmah (Q/30:21). Mawaddah 
adalah jenis  cinta membara, yang menggebu-gebu dan nggemesi, sedangkan rahmah 
adalah jenis cinta yang lembut,  siap berkorban dan siap melindungi kepada yang 
dicintai. Mawaddah saja kurang menjamin kelangsungan rumah tangga, sebaliknya, 
rahmah, lama kelamaan menumbuhkan mawaddah. Kedua, Hubungan antara suami isteri 
harus atas dasar saling membutuhkan, seperti pakaian dan yang memakainya (hunna 
libasun lakum wa antum libasun lahunna, Q/2:187). Fungsi pakaian ada tiga, 
yaitu (a) menutup aurat, (b) melindungi diri dari panas dingin, dan (c) 
perhiasan. Suami terhadap isteri dan sebaliknya harus menfungsikan diri dalam 
tiga hal tersebut. Jika isteri mempunyai suatu kekurangan, suami tidak 
menceriterakan kepada orang lain, begitu
 juga sebaliknya. Jika isteri sakit, suami segera mencari obat atau membawa ke 
dokter, begitu juga sebaliknya. Isteri harus selalu tampil membanggakan suami, 
suami juga harus tampil membanggakan isteri, jangan terbalik di luaran tampil 
menarik orang banyak, di rumah “nglombrot” menyebalkan.

Ketiga, Suami isteri dalam bergaul memperhatikan hal-hal yang secara sosial 
dianggap patut (ma`ruf), tidak asal benar dan hak, Wa`a syiruhunna bil ma`ruf 
(Q/4:19). Besarnya mahar, nafkah, cara bergaul dan sebagainya harus 
memperhatikan nilai-nilai ma`ruf. Hal ini terutama harus diperhatikan oleh 
suami isteri yang berasal dari kultur yang menyolok perbedaannya. Keempat, 
Menurut hadis Nabi, pilar keluarga sakinah itu ada empat (idza aradallohu bi 
ahli baitin khoiran dst); (a) memiliki kecenderungan kepada agama, (b) yang 
muda menghormati yang tua dan yang tua menyayangi yang muda, (c) sederhana 
dalam belanja, (d) santun dalam bergaul dan (e) selalu introspeksi.vKelima, 
Menurut hadis Nabi juga, empat hal akan menjadi faktor yang mendatangkan 
kebahagiaan keluarga (arba`un min sa`adat al mar’i), yakni (a) suami / isteri 
yang setia (saleh/salehah), (b) anak-anak yang berbakti, (c) lingkungan sosial 
yang sehat , dan (d) dekat rizkinya.

Dalam zaman apapun, jika petunjuk Rasul tersebut diatas diikuti, maka pada 
keluarga itu akan terbangun benteng yang kokoh terhadap penyakit kerangkeng 
sosial itu dan menjadi keluarga sakinah mawaddah warahmah. Ada beberapa 
tingkatan kualitas keluarga. Pertama kualitas mutiara. Mutiara tetaplah mutiara 
meski terendam puluhan tahun di dalam lumpur. Keluarga yang berkualitas 
mutiara, meski hidup di zaman yang rusak atau tinggal di lingkungan sosial yang 
rusak, ia tetap terpelihara sebagai keluarga yang indah dengan pribadi-pribadi 
yang kuat. Keluarga ini memiliki mekanisme dan sistem dalam pergaulan sosial 
yang menjamin keutuhan kualitasnya meski di tengah masyarakat yang tak 
berkualitas. 

 Kedua, kualitas kayu. Kursi kayu akan tetap kuat dan indah jika berada dalam 
ruang yang terlindung, tetapi jika terkena panas dan hujan, lama kelamaan akan 
rusak. Model keluarga seperti ini sepertinya terpengaruh oleh lingkungan 
negatif masyarakatnya, tetapi sebenarnya yang terpengaruh hanya lahirnya saja, 
mungkin hanya mode pakaiannya, hanya kemasan lahirnya, sedangkan etosnya, 
semangatnya, komitmennya, keteguhannya tidak terlalu terusik oleh situasi 
sosial. Kerusakan lahir keluarga ini dapat segera diperbaiki dengan sedikit 
shock therapy, dengan sedikit pendisiplinan kembali, seperti kursi yang rusak 
karena kehujanan bisa diperbaiki dengan dipoliytur kembali.

Sementara itu, yang ketiga kualitas kertas, apalagi sekelas kertas tissue,  ia 
segera akan hancur jika terendam air. Model keluarga seperti ini sangat rapuh 
terhadap dinamika sosial. Mereka mudah mengikuti trend zaman dengan segala 
macam assesorisnya sehingga identitas asli keluarga itu hampir tidak lagi 
nampak. Segala macam trend masyarakat diikuti dengan semangat, tanpa 
mempertimbangkan esensinya. Di butuhkan laminating sosial untuk melindungi 
keluarga seperti ini dari pengaruh buruk masyarakatnya. Laminating sosial bisa 
berbentuk pakaian, yaitu mengenakan pakaian yang dikenali sebagai pakaian orang 
baik-baik, misalnya busana muslimah, bisa juga menjadi anggota dari club atau 
kumpulan orang-orang yang dikenali sebagai kumpulan orang-orang baik, misalnya 
menjadi anggota majlis pengajian atau orhganisasi yang dikenal melakukan 
aktifitas keagamaan berstruktur, atau tinggal di dalam lingkungan yang ketat 
sistem pemeliharaan identitasnya.

Wassalam,
M. Agus Syafii
--
Yuk, hadir di kegiatan 'Amalia Sejukkan Hati (ASAH)' jam 8 s.d 11 siang, 
Ahad,24 April 2011. Bila  berkenan berpartisipasi buku2, Majalah, buku 
Pelajaran, peralatan sekolah, baju layak pakai. Kirimkan ke Rumah Amalia.  Jl. 
Subagyo IV blok ii, no. 24 Komplek Peruri, Ciledug. Tangerang 15151. Dukungan & 
partisipasi anda sangat berarti bagi kami. Info: agussya...@yahoo.com atau SMS 
087 8777 12 431, http://agussyafii.blogspot.com/


Kirim email ke