Waspadailah Kerikil2 Tajam Dalam Keluarga

By: M. Agus Syafii

Setiap keluarga selalu dihadapkan kepada kerikil-kerikil tajam atau problem 
rumah tangga yang dianggap biasa saja, bila dilihat secara sepintas seringkali 
disepelekan namun bila dibiarkan bisa melukai seluruh keluarga. Krikil-krikil 
tajam itu adalah, pertama, persepsi terhadap rizki. Kedua Egoisme. Ketiga, 
Perkembangan psikologis pasangan hidup. Maka waspadailah kerikil-kerikil tajam 
dalam keluarga sekecil apapun.

Pertama, Persepsi Rizki. Sebenarnya Allah telah menjamin rizki hambanya, bahkan 
jika seseorang ingin menikah tetapi ekonominya masih berat, kata al Qur’an 
nikah saja, Allah yang menjamin rizkinya (in yakunu fuqara yughnihimullah Q/an 
Nur:32). Banyak pasangan ketika baru nikah belum memiliki harta apa-apa, tetapi 
kemudian mereka hidup berkecukupan. Sebaliknya ada yang ketika menikah sengaja 
mencari pasangan atau mertua  orang kaya, ternyata tak terlalu lama sudah jatuh 
menjadi orang miskin. Ada yang semula suami lancar sebagai pencari nafkah, 
tetapi kemudian jatuh sakit berkepanjangan sehingga tak lagi produktif, 
kemudian sumber rizki berpindah melalui isteri. Persoalan saluran rizki bisa 
menjadi problem ketika orang  memandang bahwa rizki itu hanya rizkinya, bukan 
rizki keluarga. Suami yang sukses kemudian menjadi GR (gede rumongso, maksudnya 
merasa dirinya sangat penting) memandang rendah isterinya. Ketika saluran rizki 
pindah lewat isteri, sang
 isteri juga kemudian menjadi GR, memandang sebelah mata suami. Inilah yang 
sering menjadi kerikil tajam, meski rizki melimpah, padahal sebenarnya rizki 
itu adalah rizki bersama sekeluarga.

Kedua, Egoisme. Sifat egois dan tinggi harga diri sering mendistorsi persepsi. 
Ada ungkapan bahwa kata-kata itu tidak punya arti apa-apa, oranglah yang 
memberi arti. Ada orang tanpa beban apa-apa membeli mobil baru karena memang 
membutuhkan, tetapi tetangganya ada yang memberi arti sombong, sok, 
mentang-mentang, tak menenggang perasaan dan sebagainya. Dalam rumah tangga, 
sifat egois dan tinggi harga diri sering mengubah keadaan yang normal menjadi 
tidak normal, apa yang sebenarnya biasa-biasa saja, proporsional, dipersepsi 
sebagai tidak menghargai, menyakiti dan sebagainya, sehingga apa yang 
semestinya seiring sejalan berubah menjadi ada yang ngerjain dan ada yang 
merasa menjadi korban. Ada isteri atau suami yang merasa selalu disakiti, 
padahal tidak ada yang menyakitinya, merasa tidak dihargai, padahal harga 
seseorang itu sudah nempel pada dirinya.

Ketiga, Perkembangan psikologis pasangan hidup. Pada dasarnya kita tidak bisa 
menghindar dari fitrah kita sebagai manusia. Setiap hari  kita melihat, 
mendengar dan merasakan sesuatu, kemudian mempersepsikan dan merespon. Proses 
Stimulus & Respond. dinamis, bisa mendewasakan seseorang, bisa juga membuatnya 
menjadi terganggu kejiwaannya. Hubungan interpersonal suami dan isteri 
berlangsung sangat inten, lama dan peka. Hubungan itu kemudian bisa menumbuhkan 
kejiwaan mereka secara seimbang, menjadi sinergi, bisa juga jomplang. Hubungan 
interpersonal suami isteri itu mengandung muatan, partner seksual, partner 
sosial, dan persahabatan. Pada laki-laki muatan partner seksualnya itu pada 
umumnya stabil, partner sosialnya pasang surut dan partner persahabatanya 
berjalan lambat. Sedangkan bagi wanita, muatan partner seksualnya mulai menurun 
setelah monopouse, yang meningkat justeru partner sosial dan persahabatan. Pada 
usia paruh baya, ada suami yang padanya 
 muncul apa yang disebut sebagai puber kedua dan puber ketiga. Pada masa puber 
kedua (usia sekitar 40 tahun) ada kecenderungan lelaki senang berdekatan dengan 
gadis belasan tahun, sedang pada puber ketiga (antara usia 50-60 th) lelaki 
tidak lagi tertarik dengan gadis belia, tetapi lebih suka berakrab-akrab dengan 
wanita paruh baya, yakni wanita yang sudah menunjukkan keberhasilannya sebagai 
wanita dewasa yang anggun. Gejala ini sebenarnya normal dan akan reda dengan 
sendirinya jika direspond secara proporsional. Tetapi jika oleh isterinya 
disalahfahami atau dicaci maki, gejala pubertas ini justru menuntut aktualisasi.

Lantas bagaimana cara pemecahan masalah dalam menghadapi 'kerikil-kerikil' 
tajam? al-Quran memberikan panduan kepada pasangan keluarga agar berpegang 
teguh kepada taqwa ketika sedang mencari pemecahan masalah.  Taqwa menjamin 
output berupa way out dan rizki, waman yattaqillaha jaj`al lahu makhraja wa 
yarzuqhu min haitsu la yahtasib. Taqwa artinya berpegang teguh kepada kebenaran 
ilahiyah dan konsisten menghindari larangan Allah, imtitsalu awamirihi wa 
ijtinabu nawahihi. Secara kejiwaan, takwa adalah aksi moral yang integral. 
Jadi, sesulit apapun problem, jika dalam pemecahanya berpijak pada komitmen 
taqwa maka jalan keluar maupun jalan masuknya baik, seperti semangat doa. rabbi 
adkhilni mudkhala shidqin wa akhrijni mukhraja shidqin wa ij'al li min ladunka 
sulthanan nashira. al-Quran secara khusus memberi membimbing kita agar  
menggunakan pendekatan ishlah dan mu'asyarah bi al ma'ruf, mau'idzah dan  
ihsan.  Jika yang dicari itu islah maka Allah akan
 menolong, in yurida ishlahan yuwaffiqillahu bainahuma (Q/4:35). Ishlah 
mengandung muatan makna shulh (perdamaian) shalih (baik , patut dan layak) dan 
mashlahat (konstruktif). Baik suami maupun isteri harus mengedepankan niat 
berdamai, berpikir konstruktif dan tetap menunjukan perilaku yang patut. 

Wassalam,
M. Agus Syafii
--
Yuk, hadir di kegiatan 'Salam Amalia (SALMA)' jam 8 s.d 11 siang, Ahad, 26 Juni 
2011,  Bila  berkenan berpartisipasi buku2, Majalah, buku Pelajaran, peralatan 
sekolah, baju layak pakai. Kirimkan ke Rumah Amalia.  Jl. Subagyo IV blok ii, 
no. 24 Komplek Peruri, Ciledug. Tangerang 15151. Dukungan & partisipasi anda 
sangat berarti bagi kami. Info: agussya...@yahoo.com atau SMS 087 8777 12 431


Kirim email ke