Selamat Berjuang Sahabatku

By: M. Agus Syafii

Malam di bulan suci Ramadhan masjid nampak bermandikan cahaya. Riuh anak-anak 
berlarian dijalanan terdengar petasan, pedagang juga meramaikan dengan 
jualannya. Kumandang adzan Isya' sudah lama berlalu. Pengurus masjid 
mengumumkan pemasukan yang diperoleh pada malam kemaren dan juga pengumuman 
yang menjadi Imam sholat tarawih serta penceramah. Parmin duduk terdiam membisu 
dibarisan belakang tak memperdulikan apapun yang terjadi disekitarnya. Bahkan 
ia menggeleng kepalanya keada seorang laki-laki yang memintanya untuk mengisi 
shaf didepannya yang kosong. Hampir seminggu pada bulan puasa lalu Parmin tidak 
lagi bergairah untuk bekerja. Setiap hari dia sengaja untuk berangkat lebih 
siang daripada temannya. Tangannya seolah segan memakai topeng badut yang 
menemani selama hampir setahun. Ada sesuatu yang menyesakkan didadanya. Parmin 
ingin berhenti dari pekerjaannya sebagai badut keliling dari kampung ke kampung.

Saya mengenal Parmin sewaktu sholat berjamaah dimasjid. Biasa sehabis maghrib 
Parmin suka membaca al-Qur'an, katanya sambil menunggu adzan Isya, 'tanggung 
mas..' Bila mengaji bacaannya cukup bagus, saya suka mendengarkan, menurut 
pengakuannya dia pernah dipesantren. 'biar jelek-jelek begini aku jebolan 
pesantren lo mas..' tuturnya. Setahun lalu Parmin terdampar di belantara 
Jakarta. Ketika tertipu calo TKI yang menjanjikan dirinya memberangkat ke Arab. 
Berbekal dengan sedikit bahasa arab yang dipelajari di pesantren Parmin 
memiliki kepercayaan diri untuk menjadi TKI di Arab yang terjadi malah tertipu. 
Mau pulang ke kampung malu sementara Parmin tetap harus makan maka dia memilih 
pekerjaan jadi badut keliling. 'Aku iki iso opo to mas? Ya cuman jadi badut 
keliling dari kampung ke kampung.'

'Jakarta itu kejam Mas Agus..hidup disini bila malu tidak bisa makan. Aku tidak 
merampok, tidak mencuri, kenapa malu? Koruptor aja yang merampok uang rakyat 
nggak malu, aku yang cuman menjadi badut yang berjuang untuk hidup kok malu?' 
Begitu ucapnya berdalih dengan penuh semangat untuk membenarkan apa yang 
dilakukannya. Tetapi belakangan ada perubahan dalam sikapnya sejak Parmin 
mampir di Rumah Amalia melihat anak-anak yang sedang belajar. Terkadang bila 
Parmin habis pulang kerja, saya minta Parmin untuk mampir selalu menjawabnya 
'malu mas sama anak-anak Amalia.'

Parmin pernah bercerita, Dikampung dirinya memiliki adik laki-laki dan 
perempuan. Sejak bapak dan ibunya meninggal, mereka hidup bertiga. Keinginannya 
pergi ke Arab ditentang oleh kedua adiknya. 'Aku sudah bosan hidup begini 
terus.' tukas Parmin pada adik-adiknya. 'aku pengen koyok konco-konco 
kae..pulang bisa bawa motor, hanphone dan barang-barang mewah sehabis pulang 
dari Arab.' lanjutnya. Dia ingin merubah nasib. Tapi kini sudah setahun berlalu 
di Jakarta, dadanya mulai disesaki penyesalan. Ternyata dia tidak menemukan 
apa-apa yang ada malah berlumuran dosa, katanya. 'aku ngiri ama sampeyan lo 
mas. Bisa ngurus anak-anak Amalia.' katanya pada suatu malam.

Setelah lebaran Parmin mengabarkan bahwa tekadnya sudah bulat mau pulang 
kampung saja mengurus anak-anak ngajarin ngaji. 'Mosok mau jadi badut seumur 
hidup? ya ndak to mas. Saya ingin melakukan apa yang diajarkan Kanjeng Nabi, 
Khairunnas anfa'uhum linnas, sebaik-baiknya manusia adalah yang berguna bagi 
orang lain.' Parmin berkemas, topeng badut, rambut palsunya, baju gombrong 
warna-warni telah diberikan temannya. 'Banyak hal yang bisa saya lakukan 
dikampung, selain jadi guru ngaji, bisa ngurus sawah ama ngurus adik-adikku 
Mas,' kata Parmin.

Siang panas terik, motor melaju dengan kencang. Saya mengantarkan Parmin menuju 
terminal bus Lebak Bulus untuk pulang kampung. Tak terasa sudah sampai. Saya 
hendak membelikan tiket bus namun ditolaknya. Beberapa lembar lima puluh ribuan 
saya sodorkan untuk tambahan tetap ditolaknya, 'mbak rika lebih membutuhkan 
mas..'begitu ucapnya. Airmata tak terasa mengalir begitu saja seolah kehilangan 
saudara. Parmin memeluk saya, mengucapkan terima kasih telah menyadarkan 
dirinya untuk tidak menyerah pada kehidupan. "Matur nuwun mas..aku sudah banyak 
belajar dari mas agus, salam buat mbak Rika, Hana dan anak-anak Amalia.' 
Katanya. Bus tujuan ke Jawa tengah itu telah datang. Parmin berpamitan. 
Meninggalkan kota jakarta kembali ke kampung impiannya yang telah terwujud. 
'Selamat jalan Parmin, selamat berjuang sahabatku.' ucap saya dalam hati 
melepas bepergiannya.

Wassalam,
M. Agus Syafii
--
Yuk, raih kebahagiaan di hari kemenangan dg hadir pada kegiatan "Hari Nan Fitri 
Bersama" (HANIF), Ahad, 23 Oktober 2011 Jam 9.sd 12 siang di Rumah Amalia. Bila 
berkenan berpartisipasi Paket sembako, baju baru untuk anak2, konsumsi, 
peralatan sekolah. Kirimkan ke Rumah Amalia Jl. Subagyo IV blok ii, No. 24 
Komplek Peruri, Ciledug, Tangerang 15151. Dukungan & partisipasi anda sangat 
berarti bagi kami. Info: agussya...@yahoo.com atau SMS 087 8777 12 431


Kirim email ke