Pertamina versus Petronas
Banyak di antara kita yang berpikir bahwa bekerja di perusahaan migas asing 
ialah suatu hal yang amat membanggakan tanpa menyadari bahwa perusahaan asing 
tersebut pada dasarnya sedang mengambil keuntungan lebih untuk negaranya 
sendiri. Dan sekalipun begitu, kita tetap saja mengikuti proses seleksi kerja 
di 
salah satu perusahaan migas asing yang beroperasi di Indonesia. Termasuk saya, 
seorang mahasiswa yang baru saja lulus dan tergiur akan gaji dan fasilitas 
sebuah perusahan minyak dan gas.
Mengapa kondisi seperti itu bisa terjadi? Ada apa sebenarnya dengan industri 
minyak dan gas nasional kita? Sebagian dari kita menyalahkan perusahaan migas 
nasional kita yang kurang kredibel dan bonafit dan sebagian lain beralasan 
ingin 
meniti karir dengan standar internasional. Namun, bukan itu yang hendak saya 
bahas dalam artikel ini karena saya ingin mencoba menggali permasalahan 
tersebut 
dari sisi yang lain.
Beberapa hari yang lalu saya sedang mengisi waktu luang saya dengan melihat 
berbagai informasi yang tersebar di internet dan saya menemukan potongan 
artikel 
yang sangat menarik. Please enjoy reading this while listening to music and 
having a cup of coffee in the morning.. =p

  Someone asked:
“Semua orang pasti sudah tahu bahwa 
  Pertamina mempunyai sumber minyak yang banyaknya gak ketulungan. 
  (halaah.. bahasanya..) Bila kita lihat Petronas, mereka tidak mempunyai 
sumber 
  minyak di negaranya dan kalaupun ada, jumlahnya sangat terbatas jika 
  dibandingkan dengan Indonesia. Dear all.. Do you know why Petronas grow 
  faster and bigger than Pertamina??“

  And the answer was:
“Yang mempunyai sumber minyak 
  banyak adalah Indonesia, bukan Pertamina. Dalam hal ini, pemerintah memberi 
  wewenang pada BP MIGAS untuk mengurusi pengelolaan kontrak perusahaan 
terhadap 
  ladang minyak dan gas.”
Apabila diangkat dari aspek ekonomi politik, permasalahannya adalah karena BP 
MIGAS seringkali memberikan hak konsesi kepada pihak asing diluar Pertamina 
untuk mengelola suatu ladang minyak yang ada di Indonesia. Banyak alasan yang 
dilontarkan BP MIGAS dalam keputusan tersebut, katakanlah dengan alasan 
Pertamina korupsi, atau strukturnya yang masih payah, dikatakan tidak mampu 
secara teknologi, atau dibilang minim pendanaan. Alasan terakhir ialah alasan 
yang dikemukakan Pemerintah kita saat pengelolaan di Blok Cepu diserahkan 
kepada 
ExxonMobil dan bukan sepenuhnya kepada Pertamina. 

 
Pertamina Station
Alasan-alasan tersebut bisa dikatakan logis namun juga agak dibuat-buat. Mari 
kita coba untuk meninjau alasan-alasan tersebut satu per satu. Alasan pertama: 
katakanlah Pertamina korupsi. Bukankah seharusnya Pemerintah bertanggungjawab 
memberantas korupsi yang terjadi di Pertamina? Atau mungkin Pemerintah tidak 
mampu memberantas korupsi di Pertamina karena Pemerintah dan DPR juga sedang 
sibuk korupsi? Atau mungkin karena adanya solidaritas sesama koruptor?? 
Entahlah.. hanya mereka yang tahu.
Alasan kedua ialah struktur dan sistem manajemen Pertamina yang belum benar. 
Bukankah seharusnya Pemerintah mempunyai tanggungjawab moral untuk mendorong 
Pertamina melakukan pembenahan internal? Apabila pengelolaan minyak dan gas 
malah diserahkan ke pihak asing, bukankah itu sama saja semakin mematikan 
Pertamina? Dan untuk alasan teknologi, Pertamina sudah memiliki teknologi yang 
udah diakui oleh Inggris. Sedangkan untuk alasan pendanaan, seharusnya 
keuntungan tahunan Pertamina jangan disedot besar-besaran untuk menutupi 
defisit 
anggaran atau malah dimasukkan ke kantong pejabat. Pertamina untung? Ya, 
sekalipun dengan adanya subsidi BBM atau apapun itu namanya, Pertamina masih 
menghasilkan untung yang sangat besar.
Pada poin pertama tadi, saya bermaksud memberi tahu bahwa Pemerintah kita 
kurang mendukung Pertamina sebagai perusahaan migas nasional. Apabila hal itu 
terus berlangsung, kapan Pertamina bisa maju? Keadaan benar-benar berbeda 
apabila melihat Petronas. Perusahaan minyak dan gas milik Malaysia itu 
menjalankan operasi yang didukung penuh oleh Pemerintah Malaysia dengan cara 
memberikan sebagian besar hak konsesi khusus ke Petronas dan bahkan mendorong 
Petronas untuk melakukan ekspansi ke luar negeri.

 
Petronas Station
Pada poin kedua, saya ingin meninjau aspek bisnis industri minyak dan gas itu 
sendiri. Menurut saya, penyebab kekalahan Pertamina ialah inefisiensi 
pengeluaran. Banyak pengeluaran yang seharusnya tidak perlu dilakukan apalagi 
ditambah dengan pengeluaran yang kurang jelas juntrungannya. Sebagai contoh 
yang 
dapat kita lihat ialah biaya sewa kapal tanker. Biaya sewa tersebut sangatlah 
mahal dan dapat mencapai US$60.000 per HARI untuk SATU kapalnya. Nah, Pertamina 
menyewa kapal dengan jumlah lebih dari 140 padahal kapal Pertamina tidak lebih 
dari 30 buah. Apabila mau berpikir panjang, seharusnya Pertamina memutuskan 
untuk memiliki kapal sendiri sebagai investasi. Beberapa tahun yang lalu 
Pertamina sempat memiliki kapal tanker VLCC namun kapal tanker tersebut dijual 
oleh Menneg BUMN (Laks. Sukardi) saat Megawati menjabat sebagai Presiden. Dan 
apa yang terjadi sekarang? Ternyata penjualan tersebut dipermasalahkan karena 
adanya dugaan praktek korupsi dalam penjualannya.

  Apabila diangkat dari aspek ekonomi politik, permasalahannya adalah karena 
  BP MIGAS seringkali memberikan hak konsesi kepada pihak asing untuk mengelola 
  suatu ladang minyak yang ada di Indonesia.
Bottomline, apabila ditinjau dari segi ekonomi politik dan bisnis, 
Pertamina akan sulit berkembang di masa depan bila kondisinya terus seperti 
itu. 
Sayangnya, kita sebagai warganegara Indonesia tidak bisa mengubah keadaan itu 
karena itu semua ialah keputusan petinggi-petinggi negara kita. Tapi 
setidaknya, 
kita dapat membantu Pertamina dengan membeli produk buatan Pertamina. Beli 
Produk Pertamina, Kita Untung Bangsa Untung.
Patut teman-teman ketahui bahwa di negara kita Indonesia yang kaya akan 
minyak ini, Pertamina hanya memegang 8 persen dari pangsa pasar migas di 
Indonesia dan sisanya dipegang Chevron, Total, Exxon, CNOOC, dan perusahaan 
migas asing lainnya. Walaupun hanya memiliki 8 persen pasar, Pertamina dapat 
menghasilkan keuntungan Rp35 triliun di tahun 2006. Coba bayangkan apabila 100 
persen ladang minyak yang ada di Indonesia dipegang oleh Pertamina.
Di samping itu, 90% keuntungan Pertamina wajib diberikan kepada Pemerintah 
dan hanya 10% sisanya yang dapat digunakan Pertamina. Bagaimana dengan 
Petronas? 
Keadaan Petronas berkebalikan dengan Pertamina karena hanya 10% keuntungan 
Petronas yang diberikan untuk Pemerintah Malaysia. Itulah penyebab mengapa 
Petronas dapat melakukan ekspansi besar-besaran. Mengapa Pertamina sulit 
melakukan ekspansi? Keuntungan rata-rata tahunan Pertamina ialah Rp27 triliun 
dan hanya Rp2.7 triliun yang tersisa di Pertamina padahal untuk membangun 
sebuah 
kilang baru dibutuhkan dana sekitar Rp 13 triliun.


      

Kirim email ke