--- On Tue, 1/26/10, andre andreas <mataharikus...@yahoo.com> wrote:


From: andre andreas <mataharikus...@yahoo.com>
Subject: #sastra-pembebasan# Rezim SBY Sukses Hantar RI Dililit Gurita 
Perdagangan Bebas
To: forum-pembaca-kompas@yahoogroups.com
Received: Tuesday, January 26, 2010, 8:29 PM


 



Siaran Pers FOR Indonesia (Front Opisisi Rakyat Indonesia) 25/01/10 Jakarta

Baca juga Maklumat FOR-Indonesia
Diserukan pada saat Deklarasi Front Oposisi Rakyat Indonesia 21 Desember 
Januari 2010    “Rezim SBY Gagal”
http://lenteradiata sbukit.blogspot. com/2010/ 01/maklumat- front-oposisi- 
rakyat-indonesia .html
Saat ini mata kita mengarah ke angka kalender “28” Januari, yang akan terjadi 
dalam dua hari ke depan, di mana Rezim SBY genap berusia Lima Tahun Seratus 
Hari (1900 Hari). Dalam kekuasaannya untuk yang kedua kalinya ini, negeri 
Indonesia telah mengalami reorganisasi wilayah melalui berbagai macam 
undang-undang yang mengubah Indonesia sebagai negara pasar bebas dalam hal 
investasi, perdagangan dan keuangan negara. Banyak orang tidak menyadari hal 
ini, karena disangkanya telah hadir demokrasi dengan simbol keterbukaan di 
Indonesia, padahal itulah negara pasar bebas. Begitu negara ini telah alih 
fungsi sebagai pasar bebas, maka kedaulatan ekonomi-politik ada di tangan 
pedagang dan investor besar, dan rakyat Indonesia teralienasi dari tanah, 
kerja, dan identitas kesejarahan lokal/kebangsaannya nya. Inilah titik kritis 
Rezim SBY.

Mari kita simak hantaran Rezim SBY menuju pasar bebas. Hal ini memang 
berhubungan dengan konsep unipolar dari penguasaan dunia yang didominasi oleh 
sebuah negara, dan agar efisien, dunia unipolar ini harus membentuk 
globalisasi. Globalisasi perdagangan bebas merupakan modus operandi yang banyak 
dipakai untuk mempercepat ekspansi rezim neoliberal. Mulanya WTO (World Trade 
Centre Organization) yang mengatur perdagangan bebas dunia, dan kemudian 
diciptakan FTA (Free Trade Agreement) yang cakupan peraturannya lebih 
menyeluruh dalam mengatur hubungan perdagangan regional ketimbang WTO. 
Indonesia telah terikat WTO sejak 1994, kemudian diatur oleh FTA (melalui AFTA 
2002). FTA Indonesia telah menjalin dengan China-Asean FTA (CAFTA) sejak 2004, 
Jepang-Indonesia EPA pada 2007, dengan New Zealand-Australia (NZFTA,) dengan 
Uni-Eropa dan juga dengan AS.

Dengan FTA, Rezim SBY membuka pintunya terbuka lebar bagi invasi ekonomi 
kapitalis. Dalam situasi krisis ekonomi global ini, FTA seperti konstitusi 
dunia yang menentukan kedaulatan ekonomi sebuah negara. Sebagai negara pasar 
bebas, rakyat pun dimobilisasi ke dalamnya sebagai “kuli-kuli pasar bebas” yang 
dibuat saling bersaing dengan sesamanya dalam sistem kerja outsourcing, ekspor 
tenaga kerja domestik, yang semuanya tanpa jaminan keselamatan dan 
kesejahteraan. Petani dan nelayan dibiarkan bersaing dengan pengusaha yang 
menguasai tanah hingga lautnya dengan teknologi dan modal besar, tanpa 
perlindungan. Layaknya, dalam persaingan yang tidak seimbang, maka posisi 
petani, nelayan yang diusir dari tanah dan lautnya serta dibuat terasing 
sebagai buruh adalah yang mengalami kehancuran fatal selama pemerintahan Rezim 
SBY.

Kami menegaskan, terdapat tiga sokoguru Indonesia yang saat ini hancur fatal, 
yakni petani, nelayan dan buruh, serta kaum perempuan dari ketiga sokoguru 
tersebut. Kaum perempuan mempunyai beban masalah yang bertambah karena 
diperlakukan sebagai tenaga kerja (alat produksi kapitalis) sekaligus konsumen 
dalam pasar bebas. Runyamnya, pada saat pemerintahan SBY menyusun rencana 
strategis yang dinamakan National Summit 2009, malahan berisi tentang proyek 
yang tetap menguntungkan pengusaha besar, yakni pembangunan infrastuktur untuk 
menunjang industri strategis, proyek peningkatan pengusaha dalam negeri agar 
mampu bersaing dengan modal bebas, dan pembenahan birokrasi sipil dan militer 
yang mendukung pasar bebas agar bejalan efektif. Tak ada political will yang 
kuat untuk mensejahterakan dan melindungi rakyatnya dari gurita pasar bebas.

Ketiga rencana strategis yang diprioritaskan Rezim SBY selama masa 
pemerintahannya ini benar-benar hanya menjadikan Indonesia sebagai polisi pasar 
bebas yang berjaga pada rute produksi, distribusi hingga reproduksi sosial 
–yang dibebankan utama kepada kaum perempuan, agar tidak ada yang luput dari 
hukum pasar bebas FTA. FTA akan semakin meningkatkan impor berbagai produk 
industri dan pertanian pada tingkat tarif bea masuk yang sangat rendah bahkan 
dapat mencapai nol persen. Saat ini saja Indonesia telah mengimpor hampir 
seluruh produk pertanian, beras, kedelai, produk peternakan seperti 30 persen 
kebutuhan daging nasional, sebanyak 70 persen dari total konsumsi susu, bahkan 
jeroan. Kecenderungan pada impor yang terus membesar semakin menyebabkan sektor 
pertanian dan industri dalam negeri terpuruk. Lebih ironi lagi, ketika impor 
perikanan dalam 5 tahun terakhir terus mengalami pertumbuhan Kecenderungan pada 
impor yang terus membesar semakin menyebabkan
sektor pertanian, perikanan dan industri dalam negeri terpuruk. Adapun subsidi 
telah dicabut atas Di sisi lain, liberalisasi dan percepatan penyediaan lahan 
dan izin konsesi untuk pembukaan industri ekstraktif (perkebunan skala besar, 
migas dan pertambangan) terus dilakukan untuk memenuhi kebutuhan industri 
negara maju. Tindakan menjadikan Indonesia sekedar sebagai bangsa konsumen dan 
penyedia bahan mentah (raw materials) yang diekstraksi dari kekayaan sumberdaya 
alam adalah suatu tindakan sistemik mendorong terjadinya pelanggaran Hak Asasi 
Manusia serta penghancuran lingkungan hidup dan sumber daya alam tersisa 
(ecocide). Suatu penghianatan dari amanat rakyat dan konstitusi UUD 1945, 
khususnya Pasal 33!

Aliansi Rakyat Bersatu (ARB), WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), 
Perhimpunan Rakyat Pekerja (PRP), Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA), FPPK, 
FGII, Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesia Budget Centre (IBC), IKOHI, 
Institut Global Justice (IGJ), Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh 
Indonesia (Konfederasi KASBI), Serikat Pekerja PT PLN (SP PLN), KIARA (Koalisi 
Rakyat untuk Keadilan Perikanan), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Kontras, 
YAPPIKA, Sarekat Hijau Indonesia (SHI), Kamerad, KPOP, KM-Raya, KM-UI, KMU, 
PERGERAKAN, Pusat Studi Hukum & Kebijakan (PSHK), Posberaksi, PPRP Jakarta, 
Persatuan Perjuangan Indonesia(PPI) , Revolusi Desember 09, SRMPI, STIGMA, 
Gerilya, GPPI.
 

[Non-text portions of this message have been removed]




Kirim email ke