Lha wong UU Otonomi kan sudah menanggalkan keterlibatan pusat soal teknis ke 
daerah.
Jadi sing brwenang di Merak itu ya Rano Karno tho ?
Gak ngerti negara kok ngomong rezim!  Sontoloyo abiss.



____________________________
KP-PRP <prppu...@...> wrote:
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> PERNYATAAN
> SIKAP
>
> PERHIMPUNAN
> RAKYAT PEKERJA
> Nomor:
> 189/PS/KP-PRP/e/II/10
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> Stop
> Kriminalisasi Aktifis!
>
> Tolak
> “Indonesia Solution”!
>
> Bebaskan
> Para Pengungsi!
>
> Tolak
> Penjara Bagi Para Pencari Suaka di Indonesia dan Australia!
>
> Rezim
> SBY-Budiono Boneka Australia!
>
>
>
>
> Salam
> rakyat pekerja,
>
> Lima
> tahun seratus hari Rezim Neoliberal yang saat ini dipimpin oleh SBY
> bukan hanya gagal dalam mensejahterakan rakyatnya sendiri, namun juga
> gagal dalam menangani masalah para pengungsi Tamil. Bahkan kegagalan
> dalam menangani pengungsi Tamil ini menunjukkan, bahwa Rezim SBY
> sangat tunduk pada Neoliberalisme.
>
> Sudah
> lebih dari 100 hari para pengungsi Tamil berada di Merak, Banten,
> tanpa kejelasan mengenai statusnya. Mereka lari dari negaranya untuk
> menghindari persecution dan perang sipil karena para pengungsi
> itu adalah bagian dari etnis minoritas Tamil. Mereka khawatir jika
> mereka kembali ke Sri Lanka, maka akan dipenjarakan atau bahkan
> dibunuh. Hal ini sudah terbukti ketika satu orang pengungsi dengan
> suka rela kembali ke Sri Lanka, karena mendengar Ibunya sakit keras.
> Pengungsi tersebut hingga sekarang justru dipenjarakan di Penjara
> Boosa, Sri Lanka. Para pengungsi tersebut yang berjumlah sekitar 240
> orang hingga kini hidup di kapal kayu yang diperuntukan untuk 50
> orang. Mereka tidak ingin keluar dari kapal karena takut akan
> dideportasi kembali ke Sri Lanka atau akan mendiami tempat tahanan di
> Indonesia selama bertahun-tahun tanpa masa depan jelas.
>
>
> Perhimpunan
> Rakyat Pekerja telah memberikan solidaritas kepada para pengungsi
> sejak awal mereka dipaksa berlabuh di Merak pada bulan Oktober 2009
> hingga kini. Pada awalnya kami dapat bertemu dengan para pengungsi
> untuk memberikan bantuan-bantuan kemanusiaan. Namun sejak tanggal 15
> Nopember 2009 daerah pelabuhan tempat para pengungsi berada
> dinyatakan sebagai daerah terlarang dan untuk memasukinya harus
> mendapatkan ijin dari Departemen Luar Negeri Indonesia. Upaya-upaya
> untuk mendapatkan akses juga telah kami lakukan namun selalu ditolak
> oleh Departemen Luar Negeri dengan berbagai alasan.
>
>
> Upaya
> penghambatan dengan mempersulit pemberian ijin kepada Perhimpunan
> Rakyat Pekerja (PRP) dari pemerintah, tentunya menunjukkan bahwa
> Rezim Neoliberal di Indonesia tidak memiliki rasa kemanusiaan
> terhadap para pengungsi. Jelas, para pengungsi sangat membutuhkan
> bantuan-bantuan kemanusiaan agar mereka dapat bertahan hidup lokasi
> pengungsian. Namun demi citra yang baik dan mematuhi kesepakatan
> antara Indonesia dan Australia, Rezim Neoliberal di Indonesia
> meminggirkan perspektif kemanusiaan. Hal ini terbukti dengan
> meninggalnya salah satu pengungsi yang bernama Jacob pada tanggal 23
> Desember 2009, karena sakit dan tidak mendapatkan layanan kesehatan
> yang layak dari Rezim Neoliberal.
>
> Selain
> mempersulit para pengungsi untuk mendapatkan bantuan kemanusiaan,
> Rezim Neoliberal, yang dipimpin oleh SBY, berusaha keras agar masalah
> pengungsi ini tidak mendapatkan solidaritas dari berbagai elemen
> masyarakat, baik dari Indonesia maupun di dunia internasional. Upaya
> “penutupan” masalah pengungsi Tamil ini ditanggapi oleh Rezim
> Neoliberal dengan upaya penangkapan terhadap beberapa aktifis yang
> ingin memberikan solidaritasnya.
>
> Upaya
> penangkapan terhadap salah seorang aktifis dari Refugee Action
> Coalition (RAC) pernah dicoba dilakukan oleh rezim Neoliberal SBY.
> Aktifis RAC tersebut ketika itu sedang terlibat aksi bersama-sama
> dengan Perhimpunan Rakyat Pekerja (Indonesia), Konfederasi KASBI
> (Indonesia), dan Refugee Action Coalition (Australia) di depan
> Kedutaan Besar Australia di Jakarta pada tanggal 4 Desember 2009.
> Namun upaya penangkapan terhadap seorang aktifis Refugee Action
> Coalition (RAC) tersebut dapat digagalkan oleh persatuan gerakan
> rakyat yang dibangun ketika itu.
>
> Kemudian
> upaya penangkapan terhadap aktifis berlanjut pada tanggal 26 Januari
> 2010. Tiga orang aktifis dari Kanada dan Australia yang berkunjung ke
> Merak ditangkap, diinterogasi, dan barang-barang mereka-termasuk
> passport disita. Ketiga aktifis tersebut adalah Saradha Nathan,
> Pamela Curr dan Jessica Devi. Penangkapan tersebut sama sekali tidak
> dilandasi oleh alasan jelas selain tuduhan-tuduhan, bahwa para
> aktifis tersebut terlibat dalam penyelundupan manusia ataupun para
> aktifis tersebut memasuki daerah terlarang. Passport mereka akhirnya
> dikembalikan dengan syarat mereka tidak boleh berbicara pada media
> dan mereka bertiga akhirnya dideportasi dari Indonesia pada tanggal
> 29 Januari 2010 dan dilarang kembali ke Indonesia dalam jangka waktu
> 6 bulan. Pelarangan terhadap ketiga aktifis tersebut untuk berbicara
> kepada media, tentunya merupakan upaya untuk menaikkan citra rezim
> Neoliberal di dunia internasional. Inilah memang pola politik
> pencitraan yang dibangun oleh Rezim Neoliberal di Indonesia.
>
> Tuduhan
> bahwa mereka terlibat dalam penyelundupan manusia jelas
> mengada-ngada. Formulir visa kemanusiaan Australia yang diberikan
> oleh para aktifis tersebut kepada para pengungsi dikatakan sebagai
> metode penyelundupan manusia. Yang tidak diketahui oleh para aparat
> Indonesia adalah bahwa pemberian visa tersebut adalah atas saran dari
> DFAT (Departemen Perdagangan dan Urusan Luar Negeri) Australia.
> Menyadari bahwa dengan menggunakan tuduhan tersebut para aparat akan
> berhadapan dengan Australia maka mereka menggantinya dengan tuduhan
> bahwa para aktifis tersebut memasuki daerah terlarang. Tuduhan
> memasuki daerah terlarang juga sepenuhnya mengada-ngada. Posisi
> mereka ketika ditangkap adalah di ruang publik, diluar pelabuhan
> Indah Kiat tempat para pengungsi berada. Di ruang publik tersebut
> terdapat restoran dan tempat cuci mobil yang biasa dikunjungi oleh
> masyarakat sekitar. Namun dengan alasan apapun rezim Neoliberal akan
> berupaya agar solidaritas internasional yang terbangun pada saat itu
> dapat dihancurkan.
>
> Pemerintah
> sendiri memang tidak memiliki perspektif kemanusiaan dalam
> menyelesaikan persoalan pengungsi ini. Yang dilakukan oleh Rezim
> SBY-Budiono adalah membangun pencitraan diluar negeri, bahwa mereka
> akan menyelesaikan persoalan pengungsi ini secara kemanusiaan. Namun
> praktek dan penanganan para pengungsi tersebut diluar batas
> kemanusiaan. Rezim SBY-Budiono tidak pernah menganggap mereka sebagai
> pengungsi yang lari dari persecution ataupun perang sipil.
> Para pengungsi tersebut dianggap sebagai imigran gelap tanpa dokumen
> yang bisa diperlakukan sesuai keinginan Pemerintah Indonesia. Rezim
> Neoliberal SBY-Budiono bahkan berkolaborasi dengan Rezim Neoliberal
> di Srilangka, dengan mengijinkan tiga orang Angkatan Laut Sri Lanka
> dari Kedutaan Besar Sri Lanka untuk menginterogasi para pengungsi
> yang berada ditahanan Imigrasi, Jakarta, pada tanggal 8 Januari 2010.
>
>
>
> Apa
> yang dilakukan Pemerintah Indonesia dengan mendeportasi para aktifis
> tersebut adalah bentuk kriminalisasi terhadap aktifis. Kriminalisasi
> yang sudah sering kita lihat dilakukan oleh Rezim SBY-Budiono
> terhadap aktifis buruh, mahasiswa, petani dan aktifis rakyat secara
> keseluruhan. Taktik tersebut selalu diambil justru untuk membenarkan
> tindakan-tindakan kriminal dari Rezim SBY-Budiono. Seperti yang apa
> mereka lakukan sekarang dengan menahan pengungsi yang ingin ke
> Australia.
>
>
> Kriminalisasi
> dan penanganan pengungsi yang melanggar batas-batas kemanusiaan tidak
> terlepas dari kepentingan Indonesia didalam “Solusi Indonesia”.
> Dimana Australia menyediakan $18 juta setiap tahun kepada Indonesia
> untuk memperbaiki “manajemen migrasi dan keamanan perbatasan”.
> Diluar itu masih terdapat dana-dana lain seperti $24 juta yang
> diberikan kepada Polisi Federal Australia serta bagian Imigrasi dan
> Perlindungan Perbatasan untuk menempatkan orang-orang mereka
> diberbagai Negara termasuk juga Indonesia. Sementara Australia
> sebagai pemerintah yang seharusnya bertanggungjawab karena telah
> meratifikasi Konvensi PBB tentang Pengungsi justru lepas tangan.
> Dengan “Solusi Indonesia” Pemerintah Australia akan membebankan
> semua tanggungjawab ke Indonesia. Dengan kebijakan yang seperti itu
> dan tetap bertahannya para pengungsi didalam kapal bukan tidak
> mungkin kedepannya para pengungsi akan dipaksa untuk keluar dari
> kapal.. Untuk kemudian ditempatkan ditempat-tempat tahanan yang tidak
> manusiawi dan harus menunggu proses resettlement yang bisa memakan
> waktu tahunan.
>
>
> Perlakuan
> rezim Neoliberal terhadap para pengungsi membuktikan bahwa
> Neoliberalisme memang tidak memiliki perspektif kemanusiaan. Rezim
> Neoliberalisme hanya akan mementingkan kepentingan para pemilik modal
> dan penguasa. Keuntungan dari pemilik modal dan penguasa yang pro
> terhadap Neoliberalisme sudah barang tentu didapat dari penindasan
> terhadap rakyat. Untuk itu, dibutuhkan persatuan gerakan rakyat untuk
> melawan Neoliberalisme.
>
> Oleh
> karena itu kami Perhimpunan Rakyat Pekerja menyatakan sikap:
> Menolak
>       segala bentuk kriminalisasi terhadap aktifis kemanusiaan.
>       Menolak
>       “Solusi Indonesia” (Indonesia Solution).
>       Menuntut
>       pembebasan para Pengungsi Tamil.
>
>       Menolak
>       segala bentuk pemenjaraan terhadap para Pengungsi Tamil baik di
>       Indonesia maupun Australia.
>       Rezim
>       SBY-Budiono adalah boneka dari Australia karena mematuhi “Solusi
>       Indonesia” yang diinginkan Australia
>       Rezim
>       SBY-Budiono telah menggunakan para pengungsi Tamil untuk kepentingan
>       rezimnya.
>
>       Rezim
>       SBY-Budiono telah gagal dalam penghargaan terhadap Hak Asasi Manusia
>
>
>       Menyerukan
>       kepada seluruh elemen gerakan rakyat harus bersatu dan membangun
>       front oposisi rakyat untuk melawan Neoliberalisme.
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>                               Jakarta,
>                               5 Pebruari 2010
>                               Komite
>                               Pusat
>                               Perhimpunan
>                               Rakyat Pekerja
>                               (KP-PRP)
>
>
>
>
>                               Ketua
>                               Nasional
>
>
>                               Sekretaris
>                               Jenderal
>
>
>
>
>
>
>
>                               ttd.
>                               (Anwar
>                               Ma'ruf)
>
>
>
>
>
>                               ttd.
>                               (Rendro
>                               Prayogo)
>
>
>
>
>
>
>
>
>
>
> filtered {margin:0.79in;}P {margin-bottom:0.08in;}-->___*****___Sosialisme 
> Jalan Sejati Pembebasan Rakyat Pekerja!
> Sosialisme Solusi Bagi Krisis Kapitalisme Global!
> Bersatu Bangun Partai  Kelas Pekerja!
>
> Komite Pusat
> Perhimpunan Rakyat Pekerja
> (KP PRP)
> JL Kramat Sawah IV No. 26 RT04/RW 07, Paseban, Jakarta Pusat
> Phone/Fax: (021) 391-7317
> Email: komite.pu...@... / prppu...@... / prppu...@...
> Website: www.prp-indonesia.org

Kirim email ke