*Nelayan Beralih Profesi*
*Tidak Ada Perbaikan, Bikin Konsultasi Nasional*
Senin, 19 April 2010 | 03:28 WIB

Jakarta, Kompas - Setiap hari diperkirakan sebanyak 116 nelayan dari sekitar
2,8 juta nelayan laut yang tersisa sekarang beralih profesi ke berbagai
sektor informal lainnya. Ini disebabkan semakin menipisnya ikan tangkapan
akibat maraknya kerusakan ekosistem perairan laut oleh pencemaran.

”Laut semakin dicemari limbah dari berbagai kegiatan di daratan, termasuk
kegiatan tambang yang semakin banyak izinnya,” kata Sekretaris Jenderal
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Riza Damanik, Minggu (18/4),
dalam konferensi pers tentang Konsultasi Nasional Lingkungan Hidup 2010,
22-25 April 2010, di Jakarta.

Kegiatan konsultasi nasional itu mengusung tema ”Pulihkan Indonesia Utamakan
Keselamatan Rakyat” dan rencananya diselenggarakan di Taman Ismail Marzuki,
Jakarta.

Menurut Riza, pemerintah tidak memerhatikan kerusakan ekosistem perairan
laut akibat kebijakannya sendiri. Saat ini sedikitnya ada 28 pulau kecil
yang dinyatakan pemerintah akan tenggelam karena terdampak perubahan iklim.

Kerentanan akan tenggelamnya pulau-pulau kecil itu sebagian besar akibat
perizinan penambangan pasir. ”Pemerintah telah menggunakan tameng isu
perubahan iklim bagi kerusakan ekosistem kelautan, pesisir, dan pulau-pulau
kecil,” kata Riza.

Ketua Institut Hijau Indonesia Chalid Muhammad mengatakan, Konsultasi
Nasional Lingkungan Hidup 2010 diselenggarakan untuk mengembalikan tatanan
politik seperti yang dicita-citakan pendiri bangsa.

”Coba perhatikan, setiap kali selesai pemilihan umum (baik presiden maupun
kepala daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota) hampir selalu muncul
perizinan bagi proyek-proyek yang merusak lingkungan hidup,” kata Chalid.

*Perbaikan*

Direktur Eksekutif Walhi Berry Nahdian Furqan mengatakan, Konsultasi
Nasional Lingkungan Hidup diselenggarakan setelah melihat tidak beranjaknya
pemulihan atau perbaikan lingkungan hidup oleh pemerintah. Berry menunjuk
kebijakan akhir-akhir ini berupa rancangan peraturan pemerintah yang
mengatur perlindungan lahan gambut sebagai buktinya.

Dalam rancangan peraturan pemerintah itu disebutkan, pemanfaatan lahan
gambut bisa untuk apa saja, termasuk untuk kegiatan tambang. Hal itu sangat
ironis dengan tujuan perlindungan lahan gambut. ”Sekarang ini ada pola
perusakan lingkungan hidup yang berkedok konservasi,” ujar Giorgio B
Indrarto dari Forum Masyarakat Sipil Indonesia untuk Keadilan Iklim (CSF).

Menurut Berry, pemerintah saat ini tak hanya dihinggapi mafia hukum di
bidang pajak serta aparat penegak hukum dan peradilan, tetapi juga mafia
kehutanan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan hidup.

Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Siti Maemunah
mengatakan, isu pemulihan kualitas lingkungan hidup yang kini tersendat akan
dibawa ke ranah korupsi.

”Investasi-investasi yang merusak lingkungan justru difasilitasi negara,”
kata Siti. Menurut dia, saat ini Kementerian Kehutanan akan memberikan izin
bagi 65 perusahaan untuk mengeksploitasi tambang di hutan seluas 217.000
hektar.

Ketua Departemen Kampanye Sawit Watch Jefri Gideon Saragih mengungkapkan, di
tengah isu penghutanan kembali, saat ini ekspansi perluasan sawit di hutan
justru amat masif. Pemerintah harus menghentikannya dan mendorong
perusahaan-perusahaan perkebunan sawit mengoptimalkan hasil yang kini
tertinggal dari Malaysia. (NAW)

Sumber:
http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/04/19/03280553/nelayan.beralih.profesi

----------------------------
Keanekaragaman budaya Indonesia dari satu sisi adalah kekayaan, tetapi dari
sisi lain adalah kerawanan. Sebagai kekayaan, keanekaragaman budaya dapat
menjadi sumber pengembangan budaya hibrida yang kaya dan tangguh, melalui
penyuburan silang budaya. Sebagai kerawanan, keanekaragaman budaya
melemahkan kohesi antarsuku dan pulau.

Berbagi informasi adalah hal terpenting dalam bermasyarakat. Terlebih bagi
nelayan tradisional dan masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil dan masyarakat luas yang tinggal di belahan bumi lainnya.

Kunjungi situs web KIARA di http://www.kiara.or.id. Pastikan Anda adalah
orang yang pertama kali mengetahui perkembangan informasi kelautan dan
perikanan nasional.
----------------------------------------------------

Mida Saragih
Divisi Manajemen Pengetahuan KIARA
m...@kiara.or.id

Sekretariat Nasional Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
Jl. Tegal Parang Utara No. 43
Mampang, Jakarta 12790
Indonesia
Telp. +62 21 797 0482
Faks. +62 21 797 0482


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

=====================================================
Pojok Milis Komunitas Forum Pembaca KOMPAS [FPK] :

1.Milis Komunitas FPK dibuat dan diurus oleh pembaca setia KOMPAS

2.Topik bahasan disarankan bersumber dari http://cetak.kompas.com/ , 
http://kompas.com/ dan http://kompasiana.com/

3.Moderator berhak memuat,menolak dan mengedit E-mail sebelum diteruskan ke 
anggota

4.Moderator E-mail: agus.hamonan...@gmail.com agushamonan...@yahoo.co.id

5.Untuk bergabung: forum-pembaca-kompas-subscr...@yahoogroups.com

KOMPAS LINTAS GENERASI
=====================================================
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    forum-pembaca-kompas-dig...@yahoogroups.com 
    forum-pembaca-kompas-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    forum-pembaca-kompas-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke