WALHI 06/05/10, Jakarta - Pembangunan kota Jakarta berdasarkan sebuah rencana yang disebut Rencana Umum Tata Ruang Kota atau RTRW telah dimiliki sejak tahun 1965, dengan penyusunan kembali setiap 20 tahun. Dengan adanya rencana kota tersebut diharapkan masyarakat menjadi semakin sejahtera. Namun pembangunan sepertinya hanya untuk segelintir elit masyarakat tertentu bukan berpihak pada masyarakat kebanyakan atau menengah kebawah. Selama 45 tahun, selama itu juga pergantian rencana kota tidak lebih baik dari rencana kota sebelumnya, Jakarta tetap menghadapi berbagai persoalan, baik masalah sosial (pengangguran, kriminalitas, kasus bunuh diri, dll) terlebih masalah lingkungan seperti banjir. Dalam catatan WALHI Jakarta, banjir yang selalu terjadi tidak lepas dari daerah-daerah penyangga dan tangkapan air yang telah berubah fungsi. Banjir Jakarta adalah bukti konversi lahan tanpa mempertimbangkan kapasitas daya dukung lingkungan hidup. Alih fungsi lahan dan mudahnya izin pendirian bangunan di DKI Jakarta berimplikasi semakin minimmnya kawasan Runag Terbuka Hijau (RTH) sebagai kawasan resapan air dan parkir air. Master plan DKI Jakarta tahun 1965-1985 menyebutkan, Ruang Terbuka Hijau sebesar 27,6 %. Terjadi penyusutan pada Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) tahun 1985-2005 memproyeksikan RTH 26,1 %. Dan dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) DKI Jakarta tahun 2000-2010, hanya memproyeksikan RTH 13,49 % dari seluruh luasan Kota Jakarta. Dinas Pertamanan dan Pemakaman menyatakan, RTH di DKI Jakarta hanya mencapai 9 %.
Baca selengkapnya di www.walhi.or.id -- Joseph Ciu www.walhi.or.id +62 813 88655892 [Non-text portions of this message have been removed]