Joachim von Amsberg, World Bank Country Director untuk Indonesia, memuji 
pengembangan dan pembangunan infrastruktur di Indonesia.

“Dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintah Indonesia memiliki kejelasan dalam 
pembangunan dan pengembangan infrastruktur. Maka dari itu, enggak heran kalau 
banyak investor masuk ke Indonesia”, katanya.

Menurutnya, hal tersebut bisa terjadi lantaran pemerintah Indonesia sangat 
mendukungnya melalui kebijakan dan mekanisme keuangan yang tepat, disertai 
dengan penciptaan iklim investasi yang memadai.

Pujiannya disampaikan di acara peluncuran PT. Penjaminan Infrastruktur 
Indonesia (PII) atau Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (IIGF) yang 
diselenggarakan pada hari Selasa tanggal 11 Mei 2010 bertempat di gedung 
Kemenkeu.

PT. PII ini merupakan guarantee fund yang akan menjadi pelaksana dari kebijakan 
penjamin Pemerintah dalam kontrak kerjasama atau konsesi dengan sektor swasta 
di sektor publik bidang infrastruktur.

PT. PII ini juga diharapkan dapat memberikan jaminan kepada pihak swasta 
terutama contracting agency, atas berbagai risiko yang mungkin timbul sebagai 
akibat dari tindakan pemerintah.

Penjaminan diberikan mulai dari proses pra-konstruksi yang meliputi penyiapan 
proyek dan pengadaan tanah serta pendanaan proyek, sampai proses konstruksi 
maupun pasca kontruksi atau masa operasi yang meliputi penjaminan atas berbagai 
risiko proyek termasuk risiko politik.


Bisa jadi, pujian dari World Bank Country Director untuk Indonesia bagi 
pengembangan dan pembangunan infrastruktur di Indonesia itu hanyalah semacam 
ungkapan basa-basi saja mengingat pada saat itu hadir calon bosnya, Sri Mulyani.

Sebagaimana diketahui, dalam waktu dekat ini Sri Mulyani akan segera menjadi 
bosnya dengan menduduki posisi World Bank Country Director Managing Director.


Berkait dengan mundurnya Sri Mulyani dari posisi Menteri Keuangan itu, 
andaikata saja Presiden SBY menolak permohonan pengunduran diri Sri Mulyani 
dalam arti kata kepindahannya ke World Bank tidak disetujui, atau andaikata 
Presiden SBY tetap mempertahankannya di posisi Menteri Keuangan, maka apakah 
Sri Mulyani akan mutung ?.

Mutung (bhs. Jawa) dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai marah, atau 
ngambek, atau marah karena tidak suka hatinya.


Jika jawabannya adalah iya, maka sangatlah patut dipertanyakan rasa 
nasionalismenya Sri Mulyani, dimana ia lebih memetingkan kepentingan global 
daripada kepentingan domestik nasional Indonesia.

Jika jawabannya adalah tidak, maka mengapa Presiden SBY tidak berbuat seperti 
itu ?.

Rasanya mustahil jika Presiden tidak berbuat seperti itu karena tidak mempunyai 
wewenang dan kekuasaan untuk berbuat yang seperti itu.


Berkait dengan itu, banyak kalangan yang menduga jika keputusan Presiden SBY 
yang menyetujui kepindahan Sri Mulyani ke Bank Dunia itu dikarenakan tekanan 
politik dari parpol mitra koalisinya maupun parpol oposisinya.

Banyak kalangan menyebut bahwa Aburizal Bakrie berada dibalik skenario yang 
memberikan tekanan politik tersebut.

Andaikata benar bahwa Aburizal Bakrie memang yang melakukan tekanan politik 
seperti itu, maka sungguh mengherankan jika seorang Presiden yang terpilih 
dalam satu putaran dengan kemenangan mutlak dan didukung oleh parpol terbesar 
di parlemen itu sampai bisa ditekan dan didikte oleh seorang ketua umum parpol 
yang suaranya hanya nomer tiga terbesar di parlemen.

Kekuatan dan kehebatan apa yang dimiliki oleh Aburizal Bakrie sehingga Presiden 
SBY yang sedemikian perkasa dan digdayanya dalam dunia politik Indonesia itu 
kok sampai tak berdaya hingga bisa ditekan dan didiktenya ?.

Wallahulambishsawab.

*
Sri bakal Mutung ?
http://polhukam.kompasiana.com/2010/05/12/sri-bakalan-mutung/
*



Presiden SBY begitu tiba di tanah air langsung menyalami Kapolri Jenderal Pol 
Bambang Hendarso Danuri.
Selanjutnya, di bandara Halim Perdana Kusuma itu Presiden SBY juga langsung 
mengadakan pengarahan kepada Wapres dan sejumlah pejabat tinggi negara.

“Presiden dalam pengarahan memberikan apresiasi dan meminta agar langkah Polri 
dapat terus dilanjutkan untuk menciptakan keamanan di dalam negeri”, kata 
Julian Aldrin Pasha, juru bicara kepresidenan.

Presiden SBY memang layak berbangga kepada Polri, karena lantaran prestasinya 
Polri maka Presiden SBY mendapatkan apresiasi dan standing applause saat sedang 
berada di Australia.

Para anggota parlemen Australia serentak memberikan apresiasi berupa standing 
applause saat Presiden SBY mengumumkan kepada mereka tentang kematiannya 
Dulmatin.


Berkait soal standing applause ini, Presiden SBY pada September tahun 2009 yang 
lalu juga pernah mendapatkannya saat berpidato di di Universitas Harvard 
Amerika Serikat.

Para hadirin pada waktu itu memberikan standing applause atas pidato SBY 
perihal hubungan dunia Islam dengan Barat.

“Justru pernikahan antar ras kini sudah mulai terjadi. Tidak ada lagi warna, 
agama dan etnis”, kata Presiden SBY.

“Mari kita ciptakan dunia baru yang lebih baik, dan semuanya akan bahagia, 
Insya Allah”, lanjut Presiden SBY.


Berkait soal pidato, memang ada beberapa kalangan yang menilai bahwa Presiden 
SBY walau berbeda gaya namun kepiwaiannya dalam berpidato tak kalah kelas 
dengan mantan Presiden Soekarno.

Apalagi jika kepiwaian berpidato Presiden SBY dibandingkan dengan mantan 
Presiden Soeharto, maka tentu kepiwaian Presiden SBY teramat sangat jauh 
mengungguli kelasnya mantan Presiden Soeharto.

Bahkan dalam beberapa hal, Presiden SBY dinilai mempunyai beberapa kelebihan 
yang tidak dipunyai oleh mantan Presiden Soekarno.

Salah satu diantaranya adalah penampilannya saat berpidato tetap mampu memukau 
dan mendatangkan standing applause walaupun dalam pemilihan katanya jauh lebih 
santun dibandingkan dengan pemilihan kata dalam pidatonya mantan Presiden 
Soekarno.


Hanya saja, publik saat ini masih belum bisa memperbandingkan antara Presiden 
SBY dengan mantan Presiden Soekarno dalam hal keberanian.


Mantan Presiden Soekarno pada masa lalu berani menerbitkan Dekrit Presiden 
untuk membubarkan parlemen saat merasa bahwa lembaga itu sudah tidak kooperatif 
dan tidak layak dipertahankan lagi.

Tentu tak selayaknya jika Presiden SBY juga mengikuti jejak mantan Presiden 
Soekarno dalam membubarkan parlemen.


Namun, berkait dengan yang disebut-sebut oleh para petinggi Partai Demokrat 
sebagai menunggu sebuah keputusan besar dari Presiden SBY sepulangnya dari 
rangkaian lawatannya itu.

Maka, beranikah Presiden SBY mendepak Golkar dan PKS serta PPP dari koalisi 
yang dipimpinnya ?.


Wallahulambishshawab.

*
Beranikah Presiden SBY ?
http://polhukam.kompasiana.com/2010/03/13/beranikah-presiden-sby/
*



Rupanya Presiden SBY telah mendengar kabar tentang Polri yang telah menangkap 
Komisaris Jenderal Susno Duadji dan menetapkannya sebagai tersangka.

“Beliau (SBY) menyerahkan ke Mabes Polri untuk menindaklanjuti hal ini. Dan 
tentunya beliau (SBY) tetap mengikuti proses penyidikan yang dilakukan oleh 
Mabes Polri”, kata juru bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha.

“Artinya Presiden serahkan kepada mekanisme yang berlaku. Jadi presiden tidak 
ikut campur”, tegas Julian Aldrin.


Sebagaimana diketahui, Susno Duadji ditetapkan jadi tersangka dalam kasus 
dugaan suap.

Susno dijerat dengan pasal penyuapan terkait dengan kasus sengketa bisnis PT. 
SAL (Salmah Arowana Lestari).

“Penyuapan”, kata Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Edward Aritonang.

Namun lucunya, justru pihak yang diduga telah memberikan uang suap kepada Susno 
Duadji itu malahan belum ditetapkan sebagai tersangka.

“Karena ini (Susno) yang menjadi perhatian”, kata Irjen Pol Edward Aritonang.


Berkait dengan pernyataan tidak ingin ikut campurnya Presiden SBY dalam kasus 
penangkapan Susno ini, merupakan kali yang kedua Presiden SBY menyatakan tak 
akan mencampuri kasus Susno.

Pada awal Mei 2010 yang lalu, Susno juga pernah meminta perlindungan kepada 
Presiden SBY.

“Pak Susno telah mengajukan permohonan perlindungan kepada Presiden SBY”, kata 
juru bicara Presiden.

“Sebagaimana kita ketahui ada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Itu kan 
ada undang-undangnya. Nanti kita lihat apakah dalam kapasitasnya sebagai peniup 
pluit atau public interest. Jadi dilihat mekanismenya”, kata Julian Aldrin.


Begitulah keadaan penegakan hukum di Indonesia. Seringkali seseorang yang 
disangka menerima suap telah ditetapkan sebagai tersangka, bahkan ada yang 
telah diproses di pengadilan.

Namun justru pihak yang disangka memberikan suap belum ditetapkan sebagai 
tersangka, bahkan terkesan malah tidak diperiksa.

Di sisi lain, Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan serta 
Panglima Tertinggi TNI, seringkali tak mau ikut mencampuri urusan Polri dan 
Kejaksaan Agung yang merupakan institusi berada dibawah kendali wewenangnya.

Ikut campur yang diartikan sebagai Intervensi dalam membelokkan hukum, atau 
dalam kata lain memberikan instruksi untuk memanipulasi suatu kasus hukum 
memang seyogyanya tidak dilakukan oleh Presiden.

Namun, ikut campur dalam arti memberikan arahan dan teguran terhadap suatu 
ketidak adilan yang dilakukan oleh kedua institusi itu tentu justru merupakan 
kewajiban Presiden.

Bijaksanakah jika malahan Presiden terkesan membiarkannya ?.

Wallahualambishshawab.

*
Susno & SBY
http://polhukam.kompasiana.com/2010/05/10/susno-sby/
*


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke