Blog Kompasiana

Christiantowibisono |  7 Mei 2010  |  13:20



Indonesia kehilangan dua asset nasional dan ketiban asset artefak gagal lelang 
senilai RP. 800 milyar ex BMKT Cirebon dalam tempo 3 hari. Senin pagi 5.30 
Malaikat Gabrieal menjemput asset nasional Hadi Susastro yang oleh Mari 
Pangestu dalam Kompas 6 Mei dinobatkan sebagai asset Asia Pasifik. Kuntoro 
Mangkusubroto menyatakan bahwa orang pertama yang diminta saran pendapat adalah 
Hadi Susastro. Boediono membezoek Hadi dalam keadaan koma di RS Pondok Indah.

Selasa petang waktu DC atau Rabu pagi waktu Jakarta asset nasional Sri Mulyani 
diangkat oleh Presiden Bank Dunia Robert Zoellick menjadi Managing Director . 
Lamaran Zoellick diterima dan direstui oleh Presiden Yudhoyono dalam jumpa pers 
di Istana Rabu . Siangnya jam, acara lelang di Departemen Kelautan dan 
Perikanan batal karena tidak ada peminat yang mau membeli barang “artefak” yang 
diklaim Rp. 800 milyar.

Asset nasional Hadi Susatro sudah dijemput Gabriel dan tidak mungkin kembali 
meskipun secara intangible warisan Mingki berupa struktur kerjasama Asia 
Pasifik akan terus membentuk diri ditengah transformasi geopolitik abad XXI 
yang serba cepat dan pesat. Asset nasional Sri Mulyani karena masih hijrah 
masih bisa diharapkan kembali jika zaman jahiliyah di tanah airnya berakhir. 
Kapan periode jahiliyah ini berakhir, tergantung elite politik apakah terus 
akan menikmati era jahiliyah ini dengan asyik, lupa diri, berpura pura 
Alzheimer seperti tingkah laku elite politisi dan makelar kasus serta makelar 
politiik.

Di balik polemic dan pergulatan politik sebetulnya elite hany a memperebutkan 
harta karun model artefak karena tidak pernah berwawasan pembangunan Indonesia 
sebagai suatu Incorporated dan entitas yang layak dan patut dibangun dengan 
kesadaran ber-sinergi secara ksatria.

Hukum politik yang pertama ialah negarawan harus mengutamakan kepentingan 
nasional diatas kepentingan pribadi, partisan dan sectarian. Tapi itulah yang 
sebenarnya sedang terjadi dinegeri ini pengingkaran dan pembajakan kepentingan 
nasional oleh kartel oligarki politik yang saling menjatuhkan secara tega, 
Machiavelis dan tidak menghargai samasekali meritokrasi satu sam alain. Sebagai 
manusia barangkali memang tidak ada manusia yang sempurna termasuk Hadi 
Susastro dan Sri Mulyani.

Prestasi intelektualnya barangkali telah menyebabkan Sri Mulyani kehilangan 
empati, passion and compassion serta terlalu underestimate semua orang dan 
merasa “arrive dalam intelektual level”.

Karena itu ia menyimpan dendan kesumat dari orang yang tersinggung dan tidak 
suka dengan arogansi intelektualnya. “Dosa “ itu sekarang telah ditebusnya 
dengan proses pelecehan dan delegitimasi selama polemic Bank Century yang 
berkepanjangan sejak pembentukan Pansus Desember 2009. Ia sekarang hijrah ke 
Bank Dunia menghindar dari “rajaman” kaum “farisi modern” yang sok suci dan sok 
malaikat.

Padahal menurut Amien Rais, dalam kasus Century itu mirip kisah pelacur yang 
tertangkap dan akan dirajam yang diselamatkan oleh Yesus dengan pernyataan 
tajam: “ Siapa yang tidak pernah berdosa, silakan merajam pertama kali”. Semua 
orang tidak berani jadi pelempar batu pertama. Di Indonesia yang terjadi tidak 
persis dengan kisah zaman Nabi Isa itu. Sebab banyak pezina yang malah dengan 
arogan melempar batu merajam untuk menutupi status mereka sebagai pezina dan 
pendosa. Inilah yang sedang dipanggungkan di opera sabun teater politik 
Indonesia.

(selengkapnya  lihat ke website www,theglobalnexus,com


http://ekonomi.kompasiana.com/2010/05/07/asset-nasional-sri-mulyani-dan-hadi-susastro/




Kirim email ke