Bukan Cerita Sri MulyaniKoran SindoMinggu 23 Mei 2010

oleh Wimar Witoelar



Cerita bulan Mei ini bukanlah cerita Sri Mulyani Indrawati (SMI)
yang melanjutkan karier ke dunia luar dan pasti bukan cerita orang yang
mengerahkan modalnya melawan dia. 
Jadi cerita apa? Mengenai Pansus sudah tidak ada cerita, tinggal
puing-puingnya dan beberapa striker DPR yang bingung karena gawangnya
dicabut oleh pemilik lapangan. Politisi bintang televisi ini bingung
berganti topik atau berganti haluan. Tanpa SMI sebagai fokus, susah
melanjutkan kasus Century, sebab sebetulnya tidak ada masalah.Pada
waktu kejadian di bulan November 2008,semua setuju. 
Baru sembilan bulan kemudian Golkar melepaskan pasukan memotori
Pansus Century setelah Ketua Umum Golkar gagal mendapatkan proteksi
untuk usaha pribadinya dari Menteri Keuangan. Priyo Budi Santoso,Ketua
DPP Golkar,mengakui perlawanan terhadap SMI didasarkan pada kepentingan
politik. Ia memberikan perbandingan dengan Malaysia, dengan menjelaskan
bahwa SMI mendapat soft landing, tidak seperti di Malaysia di mana
Anwar Ibrahim sampai dituduh macammacam, kata Priyo. 
Tidak ada masalah dengan bailout Century. Bailout justru
menyelamatkan Indonesia dari krisis. Satu- satunya bencana akibat
bailout adalah tampilnya politisi dan media membelokkan rasionalitas
politik Indonesia. Setelah delapan bulan menguasai opini publik melalui
pembohongan, Golkar menghentikan serangan terhadap SMI. Pendompleng
Golkar di partai lain ditinggalkan mengurus kegagalan Pansus.
Karena politisi tidak punya kebiasaan terus terang, tidak ada yang
secara terbuka menyerang Ketua Umum Golkar. Malah tokoh PDIP meminta
kepada SMI, orang yang mereka hujat, untuk bernyanyi entah mengenai
apa. Kalau bukan cerita SMI,maka cerita apa ini? Kita perlu perspektif
jernih dengan analisis tajam. Ada dua peristiwa di hari Rabu itu,
pengumuman SMI di pagi hari dan pengumuman Setgab Koalisi di malam
hari. Kedua peristiwa itu sangat berdekatan, menimbulkan pertanyaan
yang mengundang spekulasi. 
Boleh dikatakan kita terima pukulan dua kali.Kalau kepergian SMI
mempunyai segi positif,pembentukan Setgab yang memamerkan kedekatan SBY
dengan ARB tidak dirasakan nyaman. Membuka website P2D (Perhimpunan
Pendidikan Demokrasi), kita bisa baca dalam salah satu esainya: Sekber
(sebelum berubah jadi Setgab ––red) Koalisi Partai jelas dimaksudkan
untuk menyatukan semua kepentingan politik. Persoalan kita terutama
bukan tentang jumlah kekuasaan yang menumpuk pada Presiden, tetapi
motif penumpukannya. Aburizal Bakrie tentu berkepentingan dengan mesin
kekuasaan itu,sama halnya Presiden berkepentingan dengan figur Aburizal
Bakrie. 
Sebagai Ketua Golkar, Bakrie adalah faktor dalam stabilitas
politik.Presiden tentu memerlukannya, tetapi Bakrie juga adalah
pengusaha besar. Ia tentu berkepentingan dengan kebijakan-kebijakan
strategis negara. Jadi, apakah sesungguhnya tali pengikat koalisi besar
itu? Suatu strategi Indonesia sejahterakah? Atau semata-mata ia
hanyalah manuver taktis yang dasarnya adalah tukar-tambah politik
intra-elite yang sama-sama terlilit oleh kepentingan-kepentingan taktis
jangka pendek? 
Politik Indonesia hari ini tidak ditentukan di parlemen, melainkan
di dalam jaringan kartel bisnis-politik, yaitu jaringan yang dikuasai
oligarki kepentingan jangka pendek, yang melihat politik semata-mata
sebagai pasar gelap, tempat kekuasaan didagangkan di belakang hukum.Apa
akibatnya pada kebijakan publik? Sangat memprihatinkan. 
Namun, dari pengalaman kekecewaan dalam perjalanan Reformasi, kita
tahu bahwa selalu ada burung phoenix yang bangkit dari abu puing-puing
kehancuran.Pandangan P2D tidak mungkin dibantah,itu sudah kebenaran
ilmiah. Akan tetapi kadang-kadang kita bisa mencuri kejernihan dari
kerancuan. Kadang-kadang klub lemah bisa melancarkan serangan balik
karena menemukan karakter dasarnya. Saatnya kita mencari tafsiran
positif dari pengamatan kecil. 
Pengangkatan Agus Martowardojo dan Anny Ratnawati sebagai menteri
dan wakil menteri keuangan disambut dengan pertanyaan, ”Bagaimana
tanggapan Anda mengenai Agus Martowardojo dan Anny Ratnawati?” Karena
saya kenal kedua orang itu, saya jawab, ”Baik karena dua orang itu
mempunyai track record yang sangat baik.”Tidak mungkin sama dengan SMI
karena setiap orang berbeda. Namun,jelas kualitas pejabat yang dipilih
menunjukkan niat baik SBY. 
Perginya SMI disertai pertanyaan mengenai sikap SBY yang tidak
pernah akan terjawab. Namun, melihat ke depan, kita masih percaya bahwa
Presiden tidak meninggalkan arah reformasinya. Andaikata SBY ingin
mengubah arah reformasi, ia bisa memilih menteri keuangan yang
lain.Ternyata pilihan Presiden adalah dua orang baik. Lebih penting di
luar pentas pejabat, kita melihat perubahan pada media. Media baru
seperti Twitter, Koprol, Facebook menjadi forum ekspresi independen.
Di situ lahir kelompok Kami Percaya Integritas SMI (KPI-SMI) yang
membentuk opini publik di luar arah propaganda televisi milik politisi.
Bahkan perubahan besar terjadi di Metro TV.Kita lihat, Metro TV dalam
hari-hari terakhir ini mengambil garis yang sangat drastis berubah,
terbalik total dengan dulu. 
Metro TV mengakui bahkan mengagungkan SMI dan menunjukkan
pelanggaran pihak lawan. Gejala lain yang menarik untuk diamati adalah
dukungan yang muncul terhadap SMI setelah ia berhenti disertai terima
kasih dan pujian Presiden secara absolut. Muncul suara-suara mendukung
SMI,yang dulunya tidak bunyi kala SMI dicecar oleh DPR, difitnah dan
dinyatakan bersalah oleh media mainstream.
Tidak kalah menarik, ada perubahan sikap dari orang yang sebelumnya
menentang, sekarang mendukung dengan pasti. Semua ini menimbulkan
harapan, karena perubahan arah mampu menggerakkan energi yang terpendam
dalam diri tiap-tiap warga negara. Semakin besar kemungkinan satu
harapan terwujud, semakin besar pula energi yang bangkit. 
Kalau sudah bangkit semangat warga,ia akan mampu meng-gerakkan apa
saja.Contoh adalah waktu Indonesia merdeka,waktu Sukarno ditumbangkan,
waktu Suharto jatuh, dan waktu Reformasi dimulai tahun 1999. Salah satu
ciri dari tobat masyarakat adalah banyaknya testimoni yang merindukan
seorang reformis ketika ia mulai hilang dari masyarakat. Sejumlah ciri
karakter menonjol pada SMI. Integritas, persistensi, fairness,
kepemimpinan, keberanian. 
Sifatsifat yang sudah pudar dari kebanyakan elite Indonesia yang
tenggelam dalam sifat pragmatis dan oportunis. SMI menciptakan harapan
karena ia hadir sebagai oposisi terhadap pengusaha korup yang
menggunakan uangnya untuk membeli partai, pengaruh, dan perlindungan.
Ini menumbuhkan kepekaan terhadap ketidakadilan berwujud dalam gerakan
seperti KPI-SMI.
Tokoh yang menjemukan tersaingi oleh Susy Rizky dan Benny Handoko,
hanya dua nama dari sekian ratus ribu orang biasa yang menginginkan
perbaikan tapi tidak mau menggunakan kerusuhan. Kehadiran SMI, dan
kepergiannya, menjadi bahan kursus kilat dalam kedewasaan politik.
Jika sekarang muncul gerakan Sri Mulyani Indrawati 2014, ini adalah
kerucut dari perasaan bahwa kita harus dan bisa berpegang pada suatu
janji bersama bahwa hari depan ada di tangan warga biasa. Ini bukan
cerita SMI.Ini adalah cerita warga biasa yang muak dengan manipulasi
politisi dan media dan ingin bersuara nyata dalam membentuk hari
depan.(*) 
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/326012/34/
 


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke