Menggantang Asa dari Mahkamah Agung
by: Primus

http://polhukam.kompasiana.com/2010/05/10/menggantang-asa-dari-mahkamah-agung/

Bapak dua anak itu sedang membenahi atap rumahnya karena bocor ketika hujan 
tiba, ketika saya tiba dirumahnya yang sederhana di bilangan perumahan BTN Bumi 
Tamalanrea Permai, Senin (10/05). Rumah type 21 itu sangat sederhana untuk 
ukuran seorang mantan kepala keuangan sebuah perusahaan dengan brand populer di 
Sulawesi Selatan, bahkan di Indonesia.

Setelah diberhentikan dari perusahaan Bosowa  dengan penugasan di Surabaya 
sekitar tiga tahun yang lalu, praktis waktunya lebih banyak dihabiskan di 
rumah. Impian untuk berwirausaha sangat tidak mendukung karena ketiadaan modal 
usaha. Sementara modal yang diharapkan untuk diraih dari pesangon perusahaan 
tidak kunjung tiba karena kasusnya masih mengendap di Mahkamah Agung (MA).

Untuk menghidupi keluarga, istrinya terpaksa kembali bekerja menjadi perawat, 
profesi yang pernah ditanggalkannya ketika memilih ikut suaminya bekerja di 
Surabaya sebagai perwakilan perusahaan Bosowa. Dari istrinyalah, asap dapur 
bisa mengepul dan bisa menyekolahkan dua orang anaknya yang sedang menempuh 
ilmu di tingkat SMP dan SD.

Bapak dua orang anak ini sedang berperkara di Mahkamah Agung melawan pihak 
perusahaan yang pernah mempekerjakannya tapi tidak diberi akses untuk 
mendapatkan arsip/salinan amar keputusan MA yang sudah diputuskan pada 25 
September 2008 silam. Sementara salinan/putusan tersebut sangat penting guna 
mengurus/mendapatka n hak-haknya sebagai mantan karyawan PT Bosowa.

Upaya yang paling terakhir pada hari Rabu, 6 Januari 2010 salah seorang kerabat 
mengunjungi kantor MA untuk mendapatkan salinan amar putusan, tetapi tidak 
berhasil. Oknum yang ditemui di MA sepertinya mempersulit dengan macam-macam 
alasan, padahal pada website resmi MA (www.mahkamahagung. go.id), sangat nyata 
terpampang kasus perdata khusus permohonan kasasi PT Bosowa Trading 
International ke MA dengan termohon Irwan Dahlan, dkk di tolak.

Kepada kompasianer, jurnalis Kompas dan masyarakat umum diharapkan bantuannya 
agar salinan keputusan MA tersebut dapat berada di tangan yang bersangkutan 
karena memang menjadi haknya untuk mendapatkannya sebagai pihak yang berperkara.


Kirim email ke