Redenominasi dalam Ilmu Ekonomi tidak begitu jelas jika kita persepsikan dalam 
wilayah ketatanegaraan. Dalam Ilmu Ekonomi hal ini disebabkan keterbatasan cara 
menghitung dalam satu pembukuan untuk audit. Jumlah desimal yang berlebihan 
dalam penghitungan nilai uang tentu berbeda dengan perhitungan nilai matematik. 

Pehitungan uang dengan jumlah desimal besar untuk mengaudit suatu pembukuan 
tentu resikonya lebih besar dibandingkan dengan jumlah desimal satuan. 
Kesalahan dalam perhitungan dengan jumlah desimal yang besar lebih beresiko 
dibandingkan perhitungan desimal satuan.

Redenominasi salah satu bukti karena hutang indonesia sudah terlalu besar jika 
dikonversikan dengan mata uang dolar amerika atau yen. 

Nilai desimal hutang Indonesia sdh mencapai 1.000.000.000.000.000.000 dan ini 
akan semakin membesar jika mata uang rupiah terdepresiasi ditambah faktor 
globaliasi.

Di Amerika kita cukup punya uang U$ 100 dollar dalam satu lembaran tapi di 
Indonesia nilai ini setara dengan Rp 900000 dengan 9 lembaran mata uang Rp 
100000.

Jadi jika diredenominasi maka nilai uang kita akan semakin turun. Nilai mata 
uang semakin anjlok karena faktor inflasi. Semakin tinggi inflasi maka nilai 
mata uang semakin rendah. 

Teorinya kan  begini: Semakin tinggi inflasi semakin rendah pendapatan rakyat 
maka tingkat kemiskinan semakin tinggi.

Jika inflasi nya 30%, dan seseorang punya pendapatan 1 juta maka nilai mata 
uangnya berkurang 30% menjadi= 0,30 x  1juta = Rp 300000. tentu dalam hal ini 
masyarakat lebih senang membeli barang dari pada menyimpan uang tunai.

Jadi tanpa Redenominasipun dengan faktor inflasi semakin tinggi maka nilai mata 
uang kita akan semakin turun dan daya faktor beli masyarakat juga semakin 
menurun karena harga-harga melambung naik.

Bila 25 tahun lalu nilai terbesar uang rupiah masih Rp 10 ribu, kini sudah Rp 
100 ribu. Untuk menghadapi inflasi semakin tinggi tentu bank sentral harus 
mengeluarkan uang rupiah berdenominasi Rp 200 ribu dan Rp 500 ribu. 

Dulu ketika saya mahasiswa uang 10 ribu sangat berarti untuk membeli sesuatu. 
Uang kuliah saja masih 90000/tahun. Dulu uang 400 ribu bisa cukup untuk kuliah 
satu tahun plus bayar uang kos plus biaya makan.
Hahahaha

--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, 
forum-pembaca-kompas-ow...@yahoogroups.com wrote:
>
> KOMPAS.com - Ilmu ekonomi kerap terjebak dalam berbagai kesesatan gejala dan 
> hiruk pikuk peristiwa. Banyak istilah tekhnis ekonomi yang kerap dilontarkan 
> ke publik kemudian mendapat reaksi beragam, karena pemahaman dan persepsi 
> yang juga beragam. Mulai dari istilah neoliberalisme, keynesianisme, 
> globalisasi, hingga pasar bebas, tak lepas dari perbedaan pendapat. Pandangan 
> tentang istilah-istilah tersebut tak pernah seragam. Pun demikian saat 
> istilah redenominasi rupiah merebak ke publik beberapa hari lalu.
> 
> Sebagaimana istilah ekonomi lainnya, redenominasi bisa menjadi istilah licin 
> yang dapat mengecoh pendengarnya. Licin, karena penerapan redenominasi di 
> banyak negara juga kerap tak mulus dan membutuhkan proses panjang. Ada negara 
> yang berhasil menerapkannya, namun ada juga negara yang masih berkutat dengan 
> masalah ekonominya, meski redenominasi mata uang diterapkan.
> 
> Turki menjadi negara yang berhasil melakukan redenominasi mata uangnya, 
> dengan memperkenalkan New Turkish lira. Namun di sisi lain, Korea Utara 
> menjadi contoh negara yang masih mengalami masalah dengan redenominasi mata 
> uang won-nya, yang dilakukan pada Desember 2009 lalu. Pasar gelap 
> bermunculan, dan masyarakat melarikan uangnya ke yuan ataupun dollar Amerika 
> karena panik.
> 
> Oleh karenanya, penyebutan istilah redenominasi perlu dilakukan secara 
> berhati-hati agar tidak menimbulkan gejolak dan keresahan. Langkah Bank 
> Indonesia yang secara sigap menanggapi isu tersebut dengan membuat banyak 
> penjelasan di berbagai media, tentu patut kita hargai. Keresahan di publik 
> perlu ditenangkan agar tidak menimbulkan biaya yang besar pada ekonomi kita 
> yang sedang membaik ini.
> 
> Istilah redenominasi sebenarnya bukan sebuah hal asing dalam perekonomian. 
> Denominasi mata uang berarti penyebutan satuan harga untuk mata uang suatu 
> negara, baik dalam satuan koin ataupun kertas. Denominasi itu misalkan kita 
> menyebut mata uang dengan besaran Rp 1.000, Rp 100.000, dan seterusnya.
> 
> Di sisi lain, istilah Redenominasi berarti penyebutan kembali, atau 
> penyederhanaan dari satuan harga maupun nilai mata uang yang ada. Satuan Rp 
> 1.000 disederhanakan menjadi Rp 1 misalnya. Hal ini berlaku menyeluruh ke 
> harga-harga barang dan jasa yang ada di negara tersebut. Sepotong roti yang 
> tadinya seharga Rp 1.000, juga disederhanakan menjadi Rp 1. Dalam hal ini, 
> tidak ada yang dirugikan dari sistem redenominasi. Tujuannya adalah juga 
> sebagai efisiensi penghitungan dalam sistem pembayaran.
> 
> Sebagaimana di jelaskan di berbagai media, redenominasi ini bukan sanering. 
> Istilah terakhir ini adalah pemotongan uang. Bila sanering, maka nilai uang 
> dipotong, namun harga-harga barang tetap. Sanering menyebabkan daya beli 
> masyarakat terpangkas. Misalnya gaji kita besarnya Rp 5.000.000, terkena 
> sanering menjadi Rp 5. Sementara harga sepotong roti tetap Rp 1.000. Artinya, 
> daya beli masyarakat akan menurun drastis dengan adanya sanering. Kita jadi 
> tak mampu membeli roti lagi. Biasanya, sanering dilakukan dalam kondisi 
> ekonomi yang tidak sehat dan inflasi yang melejit tidak terkendali.
> 
> Proses redenominasi tentu harus dilakukan bertahap dan dengan perhitungan 
> yang ketat. Namun, tentu permasalahan tidak sesederhana kelihatannya. Sebelum 
> melakukan redenominasi, ada beberapa persyaratan yang mesti dipenuhi.
> 
> Pertama, inflasi harus berada di kisaran rendah dan pergerakannya stabil. 
> Kedua, stabilitas perekonomian terjaga dan jaminan stabilitas harga. Ketiga, 
> kesiapan masyarakat harus ada. Aspek ketiga inilah yang perlu dipertimbangkan 
> matang-matang. Kesiapan psikologis masyarakat adalah hal terpenting bagi 
> efektifnya suatu kebijakan. Banyak sudah kebijakan publik yang baik secara 
> teori, namun gagal di lapangan karena kesiapan publik yang belum ada.
> 
> Akibatnya akan muncul salah kaprah di masyarakat yang mengganggu gerak 
> perekonomian kita. Isu redenominasi rupiah memang harus dihindarkan dari 
> simpang siur gejala. Keresahan dapat menyebabkan psikologi pasar terganggu 
> dan berdampak pada perekonomian kita.
> 
> Kita juga perlu memahami bahwa isu redenominasi ini baru sebatas studi di 
> Bank Indonesia. Artinya, penerapannya masih membutuhkan waktu dan pemikiran 
> yang lebih dalam lagi, khususnya mengenai baik buruknya dan kesiapan 
> masyarakat. Mudah-mudahan kita semua dapat terhindar dari sesat gejala dalam 
> istilah-istilah yang ada. (Junanto Herdiawan/Kompasiana)
>


Kirim email ke