*Lingkar Muda Indonesia (LMI) * *Sekretariat*: Insitute Ecosoc, Tebet Timur Dalam VI-C/17, Jakarta 12820,
Telp./Fax. (021) 830 4153, email: eco...@cbn.net.id ------------------------------------------------------------------------------------------------------- *Undangan Diskusi Seri II * * * *Indonesia Incorporated : * *Kepemimpinan Politik yang Menggerakkan Kemandirian Bangsa *** Kepada Yth. Ibu/Bapak/Sdr-i Pemerhati masalah Keindonesiaan Dengan hormat, Seperti tahun-tahun sebelumnya, Lingkar Muda Indonesia (LMI) bekerjasama dengan harian KOMPAS, mengangkat masalah Keindonesiaan melalui diskusi serial. Dengan tema Indonesia Incorporated, diskusi Seri II yang diadakan untuk memperingati HUT Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ini mengangkat problem kepemimpinan politik yang menggerakkan kemandirian bangsa. Republik paradoks. Mungkin itu sebutan yang paling tepat untuk Indonesia. Bagaimana tidak. Republik ini didirikan berdasarkan semangat anti kolonialisme, anti eksploitasi satu bangsa oleh bangsa lain. Kenyataannya, kolonialisme baru diam-diam sudah masuk jauh ke dalam batas kedaulatan politik, ekonomi dan kebudayaan kita. Semangat kemandirian yang dihembuskan para pendiri bangsa pun kendur di tangan rejim yang lebih peduli kepentingan asing dibanding rakyatnya sendiri. Kolonialisme baru bekerja dengan logika yang juga baru dari liberalisme. Logika ini menafikan negara sebagai teritori politik, ekonomi dan kebudayaan atas nama pasar transnasional. Tiga sakti yang dicanangkan Bung Karno (berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan) pun kandas di tengah kolonialisme baru tersebut. Di bidang politik, kita sama sekali jauh dari berdaulat. Berbagai aturan dibuat justru untuk meleluasakan investasi asing dan melemahkan kemandirian ekonomi bangsa. Seorang pejabat tinggi negara bahkan mengatakan bahwa pembatasan waktu buka supermarket-supermarket asing tidak diperlukan. Dengan kata lain, proteksi terhadap pasar tradisional bukan sesuatu yang dianggap penting. Politik anggaran kita juga tidak menunjukkan sesuatu yang menggembirakan. Defisit anggaran ditutup dengan penjualan aset-aset strategis kepada pihak asing. Basis pungutan pajak pun diperluas, sementara berbagai insentif perpajakan diberikan kepada investor besar. Tingginya anggaran pendidikan (20%) juga belum menampakkan kontribusi nyata pada peningkatan daya saing di tingkat global. Ini semua bukti bahwa demokrasi kita sudah berubah menjadi (meminjam istilah Paul Krugman) plutokrasi ketika keterwakilan *demos* (rakyat) digantikan oleh pemodal yang sebagian besar asing. Di bidang ekonomi, kita jauh dari berdikari. Pasar pangan domestik sudah dibanjiri impor mulai dari daging sapi (30% kebutuhan nasional), susu (90%), garam (60%), kedelai (60%), bawang putih hingga gula tebu (40%) (siswono, 2009). Dari kekayaan migas yang dimiliki Indonesia, 80% diantaranya diproduksi oleh perusahaan asing seperti Chevron, Exxon, ConocoPhillips, BP dan China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) melalui kontrak produksi sharing yang sebagian besar merugikan Indonesia. Sebagai pemilik sah sumber daya alam, posisi tawar Indonesia sangat lemah di hadapan pemilik modal asing. Di bidang kebudayaan, kita kehilangan kepribadian. Identitas kita sekarang adalah sekadar konsumen bagi produk-produk asing. Bangsa kita bukan lagi bangsa produsen melainkan konsumen. Ini adalah penghianatan terhadap cita-cita Bung Karno untuk mengubah watak terjajah, pasif, dan fatalis bangsa ini akibat kolonialisme ratusan tahun. Tidak ada strategi kebudayaan yang sistematis dan terencana guna menegakkan kembali kepala bangsa ini di hadapan bangsa lain. Bangsa kita hanya menjadi kuli di perusahaan-perusahaan asing. Pendidikan sebagai instrumen utama dalam proyek strategi kebudayaan pun semakin jauh dari rakyat kebanyakan. Akibat tekanan industrialisasi, pendidikan sekarang tak ubahnya pabrik yang sekadar mereproduksi sumber daya manusia dan bukan intelektual yang berkepribadian. Struktur kurikulum dibuat sedemikian rupa guna memangkas waktu kuliah dan memadatkannya sesuai dengan akselerasi kebutuhan industri. Kita terus terang tidak dapat berharap banyak pada pendidikan sebagai strategi kebudayaan di tengah himpitan industrialisasi pendidikan yang digenapi oleh rejim yang miskin gagasan soal kebudayaan. Persoalan ekonomi sesungguhnya juga ada termaktub di dalamnya persoalan politik dan kebudayaan. Persoalan ekonomi memuat paradigma politik mengenai peran negara dalam penyelenggaraan perekonomian. Liberalisme yang dihantam krisis besar tahun 1930 an kemudian melahirkan *Keynesian Economics* yang sejatinya memberi ruang pada negara untuk melakukan investasi saat swasta mandeg akibat krisis. Pikiran semacam ini kemudian ditolak oleh para ekonom *Chicago School* yang menginginkan semangat lama negara minimal dalam liberalisme dikembalikan atas nama kebebasan individu. Persoalan kebudayaan juga turut terseret ke dalam perbincangan ekonomi. Para filsuf sekolah Frankfurt melihat totalitarianisme jenis baru yang memberikan kebebasan palsu dalam budaya industri. Warganegara sebagai manusia otonom direduksi menjadi konsumen yang gagasan satu-satunya mengenai kebebasan adalah memilih antara merek Dior dengan Calvin Klein. Hak melekat pada konsumen bukan warganegara sebagai subjek politik dengan segenap potensialitasnya. Rejim yang melulu berfokus pada persoalan ekonomi tanpa melihat dampak politik dan kulturalnya adalah rejim yang tidak bertanggungjawab. Namun, kita tidak boleh bertopang dagu dan terus mengutuk rejim. Rejim hanyalah penghuni sementara di rumah politik kita. Perlu diingat bahwa Republik juga dibangun oleh gagasan bukan kekuasaan belaka. Dua bulan sebelum republik diproklamasikan (tepatnya 1 Juni 1945), Bung Karno berpidato di rapat BPUPKI mengenai Pancasila yang sejatinya adalah kegotong-royongan. Republik ini dibangun oleh gagasan, bukan program teknis-praktis yang miskin gagasan. Oleh sebab itu, gagasan-gagasan segar dari pemangku kepentingan yang masih peduli pada nasib bangsa ini seratus tahun ke depan perlu difasilitasi dan disalurkan ke publik. Dengan alasan serupa, Lingkar Muda Indonesia (LMI) bekerjasama dengan harian KOMPAS, mengundang Ibu/Bapak/Sdr-i untuk ikut serta dalam kerja peradaban ini dengan memberikan pikiran atau gagasan terbaik demi kelangsungan ekonomi, politik dan kebudayaan Republik yang sama kita cintai ini, melalui forum diskusi. Diskusi seri II yang akan membahas problem kepemimpinan politik yang menggerakkan kemandirian bangsa, akan diadakan pada: Hari/tanggal : Senin, 19 Agustus 2010 Pukul : 14.00 17.30 Tempat : Gedung Serba Guna Bentara Budaya Jakarra (BBJ) Jl. Palmerah Selatan 17 Jakarta Pembicara dan Materi Bahasan 1. M. Jusuf Kalla: *Peren Kepemimpinan Politik dalam Membangun Kemandirian Ekonomi Bangsa* 2. Mari Pangestu: *Rencana Strategis Indonesia untuk Memperkuat Daya Saing dan Mengurangi Impor* 3. Rahmat Gobel: *Peran Pengusaha Nasional dalam Memperkokoh Kemandirian Ekonomi Bangsa* 4. Tri Mumpuni: *Inisiatif Masyarakat Sipil dalam Mengembangkan Sumberdaya Lokal* Moderator : Dr. Donny Gahral Ahdian Demikian undangan ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami mengucapkan terima kasih.. Jakarta, 9 Agustus 2010 Salam Solidaritas untuk Kemerdekaan Indonesia *Steering Committee * * * 1. Zuhairi Misrawi (Lingkar Muda NU) *2. *Imam Cahyono (Lingkar Muda Muhammadiyah)** *3. *Donny Gahral Ahdian (Lingkar Muda Akademisi)** *4. *Sri Palupi (Lingkar Muda CSO)** * * * * * * * * [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------------------ ===================================================== Pojok Milis Komunitas Forum Pembaca KOMPAS [FPK] : 1.Milis Komunitas FPK dibuat dan diurus oleh pembaca setia KOMPAS 2.Topik bahasan disarankan bersumber dari http://cetak.kompas.com/ , http://kompas.com/ dan http://kompasiana.com/ 3.Moderator berhak memuat,menolak dan mengedit E-mail sebelum diteruskan ke anggota 4.Moderator E-mail: agus.hamonan...@gmail.com agushamonan...@yahoo.co.id 5.Untuk bergabung: forum-pembaca-kompas-subscr...@yahoogroups.com KOMPAS LINTAS GENERASI ===================================================== Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/ <*> Your email settings: Individual Email | Traditional <*> To change settings online go to: http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/join (Yahoo! ID required) <*> To change settings via email: forum-pembaca-kompas-dig...@yahoogroups.com forum-pembaca-kompas-fullfeatu...@yahoogroups.com <*> To unsubscribe from this group, send an email to: forum-pembaca-kompas-unsubscr...@yahoogroups.com <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/