Kalau seperti ini pandangan anda, maka saya sangat setuju dengan anda. Saya menanyakan ini karena cukup banyak bertemu dengan orang yang berpandangan bahwa orang kaya harus menahan diri tidak boleh menikmati hasil kerja mereka dengan berpura-pura atau terlihat susah. Nah itu yang saya tidak setuju. Apa bedanya dengan menipu diri sendiri dan semua orang. Walaupun saya juga kurang setuju melihat mereka yang gaya hidupnya terlalu mewah, tapi tetap itu adalah hak mereka masing-masing untuk menikmati hasil kerja keras mereka.
Apalagi kalau sampai ada yang berpendapat bahwa orang-orang kaya harus membagikan kekayaannya buat yang miskin, ini lebih tidak setuju lagi. Karena kita bukan menganut paham komunis. Regards, Paulus T. 2010/8/11 Andrinof A Chaniago <andri...@gmail.com> > Jadi orang kaya nggak usah takut kehilangan harta atau dimintain donasi. > Asal orang kaya punya kesadaran saja untuk mendesak pemerintah agar > menggunakan pajak yang mereka bayar dengan benar, sudah cukup. Orang kaya > yang sudah menyetor pajak PPh, PPN, pajak kendaraan bermotor, pajak bea > balik nama kendaraan bermotor, Pajak Bumi & Bangunan, dsb., harusnya > seperti > tax payers di luar negeri yang ikut mengontrol kebijakan pemerintah. > Coba saja perhatikan, APBD DKI Jakarta naik Rp 2 triliun per tahun, sampai > sekarang besarnya sudah Rp 27 trilun. Cobalah perhatikan, hampir 60% hanya > untuk belanja aparat. Besarnya anggaran belanja aparat di lungkungan > Pemprov > DKI jelas karena pemborosan. Banyak Dinas-dinas dan kantor yang tidak > perlu, > sengaja didirikan dan dipertahankan untuk menggerogoti anggaran yang > bersumber dari pajak orang kaya tadi. Saya yakin, kalau kita belajar dari > cara Walikota Solo Jokowi mengatur anggaran, anggaran yang Rp 20-an > triliun, > tiap tahun bisa disisihkan Rp 1 triliun untuk membangun ratusan unit rumah > susun sederhana. Banyaknya rusun sederhana akan mengoreksi harga rusun > mewah > yang mengambil keuntungan gila-gilaan, dan membuat harga tanah di tengah > kota makin meroket. Akibat dari rendahnya perhatian pemerintah inilah > segregasi sosial makin tajam. Warga kalangan bawah makin terdesak ke > pinggir, dan setiap hari berjuang di jalan dengan jutaan sepeda motor, di > kereta ekonomi yg muatannya tidak manusiawi, atau sambung menyambung > angkutan umum. Akhirnya, kenaikan UMR 10% per tahun pun tidak ada artinya. > Pertama, kenaikan itu tidak lain hanya penyesuaian terhadap inflasi. Kedua, > di sisi lain pengeluaran rumah tangga masyarakat kalangan bawah ini > meningkat krn makin mahalnya biaya transportasi dan biaya pemulihan > kesehatan. > > Sekarang, coba anda bayangkan, kalau Pemerintah tidak hanya memanjakan > pengusaha properti yg terus menambah tempat-tempat orang bekerja dengan > berdirinya mal, pusat perkantoran, dan rumah susun elite di pusat kota, > tetapi juga peduli dengan pembangunan rumah susun kalangan menengah bawah > di > wilayah dalam kota (tidak harus di tengah kota) dalam jumlah yang cukup > seperti di Singapore, Taipei, Seoul, atau Hongkong. Saya yakin, > kesejnjangan > sosial tidak akan melebar. Apakah alasan Pemrov DKI yang mengatakan mereka > tidak punya anggaran bisa kita terima? Kalau saya tidak bisa menerima. > > Jadi, orang kaya nggak usah takut dipaksa menjadi donatur orang miskin. > Orang kaya kita sudah membayar kewajibannya seperti juga orang kaya di > negara lain. Besaran pajak untuk masing-masing jenis toh hampir sama dengan > yang diberlakukan di negara-negara lain. > Maaf, kalau anda tidak puas. > Regards, > > Andrinof > > > [Non-text portions of this message have been removed]