Jangan kuatir pak, jendral kaya gitu kalo perang kaga bakalan ketangkep musuh. 
Mane mungkin musuh sampe nyariin kekolong tempat tidur, dah gitu celana nya 
basah lagi ..
Salam,
bodo

--- In Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com, lanogan ginting <olano...@...> 
wrote:
>
> Mau tanya, ada ngga siy President negara lain yang suka cengeng mengeluh 
> curhat kepada rakyatnya? Cengeng koq bisa jadi jenderal ya...untung tidak 
> lagi perang, kalau lagi perang dan ketangkep musuh, jangan2 semua informasi 
> markasnya bisa dikasi tahu karena takut diancam musuh. Cengegng siy...
> 
> --- On Fri, 8/13/10, Satrio Arismunandar <satrioarismunan...@...> wrote:
> 
> From: Satrio Arismunandar <satrioarismunan...@...>
> Subject: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Pembiaran Negara (Indonesia ini mau dibawa ke 
> mana?)
>  
> 
> 
> 
> Pembiaran Negara
> 
> Jumat, 13 Agustus 2010 | 1:59 WIB
> 
>  
> 
> Editorial
> 
> 
> 
> Di negeri ini, berbagai
> 
> persoalan rakyat sepertinya tak kunjung selesai: kenaikan harga-harga 
> kebutuhan
> 
> pokok, kekerasan yang terus merebak, gangguan terhadap kebebasan berkeyakinan,
> 
> kemiskinan. Pemberitaan mengenai penderitaan rakyat di seluruh pelosok negeri
> 
> hadir dihadapan kita, silih berganti. Situasi ini sangat kontras dengan
> 
> syarat-syarat kemajuan yang kita punyai, misalnya sumber daya alam, gotong
> 
> royong, dan lain sebagainya. Krisis multidimensi adalah kata yang tepat untuk
> 
> melukiskan keadaan negara saat ini. Dan kita sedang memasuki suatu fase yang
> 
> disebut ‘nation and character destruction’.
> 
> Sementara itu, tidak terasa, bahwa republik ini akan berusia 65 tahun sejak
> 
> diproklamirkan pad tanggal 17 agustus 1945. Dibandingkan dengan cita-cita
> 
> proklamasi, situasi sekarang ini sudah sangat jauh bertolak belakang. Dalam
> 
> pembukaan UUD 1945 jelas-jelas disebutkan tujuan dan arah negara ini dibentuk,
> 
> yaitu untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
> 
> Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan 
> bangsa,
> 
> dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, 
> perdamaian
> 
> abadi dan keadilan sosial.
> 
> Namun, setelah berpuluh-puluh tahun hidup berbangsa dan bernegara, negara
> 
> tidak lagi melindungi tumpah darah Indonesia. Negara-negara benar-benar absen
> 
> dalam kehidupan real rakyat sehari-hari; golongan minoritas ditindas, TKI/TKW
> 
> disiksa di luar negeri, rakyat dirampas tanahnya, buruh menuntut 
> kesejahteraan,
> 
> dan lain sebagainya. Apakah itu tujuan dari negara hasil proklamasi 
> kemerdekaan
> 
> 17 Agustus 1945?
> 
> Bagaimana kita bisa menamakan seorang anak yang katanya sudah dewasa, kalau
> 
> kenyataannya dia masih disuap oleh ibunya. Begitu pula dengan sebuah bangsa 
> yang
> 
> dikatakan merdeka, namun sebagaian besar rakyatnya masih terjajah secara fisik
> 
> dan fikirannya. Negara hasil proklamasi 17 Agustus 1945 sedang berusaha
> 
> dilikuidasi oleh neo-kolonialisme, yang dibantu oleh agen-agen politik dan
> 
> ekonominya di dalam negeri.
> 
> Pemerintah kita, meskipun dipilih secara rutin melalui pemilu oleh rakyat,
> 
> namun mereka tidak pernah bekerja untuk kepentingan nasional dan seluruh 
> rakyat;
> 
> sebaliknya, pemerintah kita justru memilih bekerjasama dengan kepentingan
> 
> kapitalisme global.
> 
> Akibatnya, kendatipun kita disebut negara merdeka, namun kebijakan ekonomi
> 
> dan politik kita dikendalikan dari luar. Sudah begitu, semua produk kebijakan
> 
> politik pemerintah ini tidak pernah melindungi dan mensejahterakan rakyat, 
> malah
> 
> mendorong eksploitasi dan penindasan yang tiada taranya; UU nomor 25 tahun 
> 2007
> 
> tentang Penanaman Modal, UU nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, UU
> 
> nomor 22 tahun 2001 mengenai Migas, dan masih banyak lagi.
> 
> Dapat disimpulkan, bahwa kita sedang mengalami “kevakuman” kepemimpinan
> 
> nasional, tidak ada pemerintah yang benar-benar bisa memerintah. Tokoh legenda
> 
> kuno Jepang, Toyotomi Hideyoshi, pernah berkata; “jadilah seorang pemimpin,
> 
> bukan atasan”. Menurutnya, seorang pemimpin harus berani memasuki masalah,
> 
> mengambil langkah, dan memutuskan sebuah solusi. Jangalah seorang pemimpin
> 
> melakukan pembiaran, melakukan curhat, dan hobby menyampaikan perkataan yang
> 
> tidak jujur kepada rakyat.
> 
> Presiden SBY kurang memahami pesan Hideyoshi di atas. Ada banyak pihak yang
> 
> mengeluh dengan gaya kepemimpinan presiden SBY, yang terlihat sangat lamban,
> 
> kurang tegas, dan terlalu mudah untuk mengeluh di hadapan rakyat. Jika seorang
> 
> pemimpin keseringan mengeluh, maka bagaimana dia bisa menyakinkan rakyat untuk
> 
> maju?
> 
> Tentu saja, mau tidak mau kita harus memilih diantara dua pilihan;
> 
> melanjutkan cita-cita negara hasil proklamasi 17 Agustus 1945, ataukah memilih
> 
> untuk menjadi bangsa yang terombang-ambing,-bangsa kuli di antara
> 
> bangsa-bangsa.
> 
> Akhirnya, menutup editorial ini, kami kembali menegaskan perkataan Bung
> 
> Karno; kita bertujuan bernegara untuk satu windu saja, kita bertujuan 
> bernegara
> 
> untuk seribu windu lamanya. Bernegara untuk selama-lamanya. Sekali merdeka,
> 
> tetap
> 
> merdeka!]
> 
> 
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Kirim email ke