Dear Pembeca milis Ybb

Sekedar merenung dihari HUT RI Yng ke 65:

 

Rasanya sejak dulu, dari presiden 1 sampai SBY, semua orang mengeluh
lho. Kebetulan saya mengalami bagaimana sepak terjang semua presiden RI.
Yang memuji biasanya yang ada disekitarnya saja kok.

Jadi menurut saya , semua presiden kita semua bisa buruk dan juga semua
baik. Tergantung yang  nulis saja kok.

Tapi yang Jelas  SBY dipilih oleh mayoritas Indonesia. Karena SBY adalah
yangyterbaik dari calon yang lain saat itu. Ini Fakta

Sekarang pertanyaanya...Apakah sih parameter Pemimpin Bangsa/Presiden
Yang baik?Apakah pembaca menilai dengan parameter dan tolok ukur yang
yang sama Untuk para pemimpin kita?

Saya coba ajukan paremeter dibawah ini, yang saya tulis untuk
memeperingati HUT RI ke 62 3 tahun lalu semoga masih relevan.

 

http://jakarta45.wordpress.com/2009/06/19/apa-parameter-pemimpin-indones
ia-yang-baik/

 

Selamat memperingati HUT RI yang ke 65.

Sekali Merdeka, tetap Merdeka.

 

Ridwan Fakih

 

From:  On Behalf Of Alex Simanjuntak
] Kesenjangan Pendapatan Makin Melebar

 

  

Tak pelak lagi "quite revolution" yang dibanggakan oleh No 1 nyatanya
terus berbuah kesenjangan sosial-ekonomis yang makin melebar. Memang
rakyat masih terus diam-diam menerima saja nasib kemiskinan dan
keterbelakangan. Namun apapun selalu ada batasnya. Sanjung puji dari
luar negeri sangat terkait dengan kepentingan ekonomi dan bisnis global
yang menelikung wong cilik.

 

 

[ Minggu, 15 Agustus 2010 ] 

Kesenjangan Pendapatan Makin Melebar 

SBY dikenal sebagai jago diplomasi. Di level internasional, pemimpin
negara lain begitu menghargainya. Dia termasuk salah seorang tokoh G-20
yang sangat dihormati. 

Bahkan, namanya sempat menjadi salah satu unggulan peraih Nobel
Perdamaian 2006. Kesuksesan menciptakan perdamaian di Aceh mengangkat
namanya. Nobel Perdamaian itu akhirnya jatuh ke tangan Muhammad Yunus,
ekonom asal Bangladesh. 

Di bidang penegakan hukum dan kebebasan pers, SBY juga cukup populer.
Dia tidak menghalangi ketika besannya, Aulia Pohan, digiring ke penjara.
Tapi, Cides justru mengapresiasi SBY di bidang ekomomi. Buktinya,
lembaga tersebut mengusulkan SBY sebagai Bapak Kesejahteraan. 

Namun, di mata Indef (Institute for Development of Economics and Finance
Indonesia), masih ada pertanyaan besar bila gelar Bapak Kesejahteraan
diberikan kepada SBY.

''Kalau legasi kesejahteraan diukur pada pendapatan penduduk, tidak ada
justifikasinya,'' kata Direktur Eksekutif Indef Ahmad Erani Yustika saat
dihubungi kemarin (14/8).

Menurut Erani, ada dua aspek untuk mengukur tingkat kesejahteraan
publik. Jika diukur dalam pendapatan per kapita, terdapat sisi positif
dari pemerintahan SBY. Sejak pemerintahannya pada 2004, pendapatan per
kapita penduduk di Indonesia naik secara bertahap. Namun, itu bukan
merupakan prestasi SBY saja. ''Di masa presiden selain Pak SBY juga ada
kenaikan (pendapatan per kapita),'' kata Erani.

Nah, jika diukur pada faktor kesenjangan pendapatan, kelemahan
pemerintahan SBY terlihat. Berdasar Gini Ratio (ukuran ketimpangan
pendapatan, Red), angka kesenjangan pendapatan penduduk pada
pemerintahan SBY adalah 0,37. Padahal, kesenjangan pendapatan pada 2004
lalu adalah 0,34.

''Ini menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan bertambah,'' jelas dosen
Universitas Brawijaya itu.

Perlu diketahui, data Gini Ratio diukur pada angka 0 hingga 1. Jika Gini
Ratio mendekati angka 0, kesenjangan pendapatan penduduk semakin kecil.
Sebaliknya, jika angkanya mendekati 1, jurang pendapatan itu semakin
besar.

''Meski hanya nol koma, angka ini signifikan,'' tegas Erani. Dia
memperkirakan, hanya ada sekitar 20 persen penduduk di Indonesia yang
saat ini benar-benar menikmati kesejahteraan. (bay/pri/c3/tof)




 





[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke