SBY Dinilai Tak Cocok Jadi Bapak Kesejahteraan

JAKARTA - Legasi atau simbol Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai bapak 
kesejahteraan ditanggapi berbagai pihak. Legasi yang diberikan Center for 
Information and Development Studies (Cides) itu dinilai tidak cocok disematkan 
kepada SBY.

''Saya kira, itu baik-baik saja. Namun, apa sebenarnya indikatornya?'' kata 
Priyo Budi Santoso, wakil ketua DPR, di gedung parlemen, Jakarta, kemarin 
(13/8). Indikator legasi bapak kesejahteraan yang diberikan Cides tersebut 
adalah SBY merupakan presiden yang mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. 
Legasi tersebut baru sebatas usul dari Cides.

Sebagai anggota kehormatan Cides, Priyo mengaku tidak tahu-menahu legasi bapak 
kesejahteraan itu telah diberikan. Menurut dia, legasi bagi SBY yang lebih 
tepat adalah presiden pertama yang dipilih langsung oleh rakyat. Terlebih, SBY 
juga terpilih selama dua periode berturut-turut dengan perolehan suara yang 
meyakinkan. ''Kalau saya, cenderung SBY sebagai The Best Son of The Country 
(Anak Bangsa Terbaik, Red),'' ujar Priyo.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Cides Ricky Rahmadi mengusulkan legasi bapak 
kesejahteraan diberikan kepada SBY. Menurut dia, dengan dua kali kepemimpinan, 
sudah saatnya SBY memiliki legasi yang cocok bagi dirinya. Mengingat, para 
presiden RI sebelumnya juga memiliki legasi yang berbeda-beda.

Sekjen DPP PDIP Tjahjo Kumolo menilai sah-sah saja usul SBY sebagai simbol 
bapak kesejahteraan itu. Menurut dia, setiap warga berhak mengusulkannya. Tapi, 
dengan nada menyindir, dia meyakini bahwa SBY masih belum berkenan.

''Sebab, peningkatan kesejahteraan rakyat sebagaimana janji kampanye pilpres 
dan pidato pelantikan presiden periode kedua sampai sekarang belum menunjukkan 
hasil optimal,'' ungkap ketua Fraksi PDIP di DPR itu.

Tjahjo menyatakan bahwa angka kemiskinan masih cukup tinggi. Angka pengangguran 
juga belum menunjukkan perbaikan dan penurunan yang signifikan. Sementara itu, 
program-program kesejahteraan rakyat seperti PNPM dan dana BOS masih 
menggunakan dana utang, belum dana penerimaan mandiri.

''Saya kira, usul tersebut bisa disampaikan lagi saat berakhirnya jabatan 
beliau pada 2014 sambil kita evaluasi kembali keberhasilannya selama sepuluh 
tahun pemerintahan ini ke depan,'' ujar Tjahjo.

Ketua DPR yang juga Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Alie 
menolak menanggapi wacana yang dilontarkan Cides tersebut. ''Soal itu, biar 
masyarakat saja yang menilai,'' katanya setelah salat Jumat di masjid DPR 
kemarin. (bay/pri/c5/agm)
 
[ Sabtu, 14 Agustus 2010 ]
Tokoh-Tokoh Nasional Soroti Kepemimpinan SBY

BELASAN tokoh nasional kemarin (13/8) menggelar refleksi kritis. Dalam 
pandangan mereka, selama 65 tahun Indonesia merdeka, rakyat belum terbebaskan 
dari keterkungkungan, penderitaan, keterbelakangan, dan diskriminasi.

''Justru sekarang lah kita mendapati persoalan semakin meruyak, terus bertambah 
pula kesusahan rakyat,'' kata mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli di 
sekretariat Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Jakarta, kemarin.

Pembicara lain, Frans Magnis Suseno mengatakan, ada tiga ten­densi negatif yang 
berpotensi mengancam eksistensi bangsa Indonesia di usianya ke -65. Yang 
pertama adalah kesenjangan kesejahteraan. ''Ada sesuatu yang tidak beres dalam 
kebijaan ekonomi politik bangsa ini,'' katanya.

Tendensi kedua, masih adanya batasan untuk beribadah tanpa rasa takut. Menurut 
dia, intoleransi terus berkembang di tengah masyarakat. ''Orang yang dulu bisa 
hidup bersama sekarang dipenuhi rasa benci,'' ujar Frans Magnis.

Persoalan ketiga adalah korupsi. Frans Magnis mengingatkan, dalam sepuluh bulan 
terakhir, rakyat dijejali persoalan Century, Susno, sampai rekening bermasalah 
di tubuh Polri. (pri/c4/agm)[ Sabtu, 14 Agustus 2010 ]

Tokoh-Tokoh Nasional Soroti Kepemimpinan SBY

BELASAN tokoh nasional kemarin (13/8) menggelar refleksi kritis. Dalam 
pandangan mereka, selama 65 tahun Indonesia merdeka, rakyat belum terbebaskan 
dari keterkungkungan, penderitaan, keterbelakangan, dan diskriminasi.

''Justru sekarang lah kita mendapati persoalan semakin meruyak, terus bertambah 
pula kesusahan rakyat,'' kata mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli di 
sekretariat Gerakan Indonesia Bersih (GIB), Jakarta, kemarin.

Pembicara lain, Frans Magnis Suseno mengatakan, ada tiga ten­densi negatif yang 
berpotensi mengancam eksistensi bangsa Indonesia di usianya ke -65. Yang 
pertama adalah kesenjangan kesejahteraan. ''Ada sesuatu yang tidak beres dalam 
kebijaan ekonomi politik bangsa ini,'' katanya.

Tendensi kedua, masih adanya batasan untuk beribadah tanpa rasa takut. Menurut 
dia, intoleransi terus berkembang di tengah masyarakat. ''Orang yang dulu bisa 
hidup bersama sekarang dipenuhi rasa benci,'' ujar Frans Magnis.

Persoalan ketiga adalah korupsi. Frans Magnis mengingatkan, dalam sepuluh bulan 
terakhir, rakyat dijejali persoalan Century, Susno, sampai rekening bermasalah 
di tubuh Polri. (pri/c4/agm)






[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke